Pertalite Naik Jadi Rp 10.000, Rupiah Tembus Rp 15.000/US$?
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah 0,54% melawan dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang pekan lalu ke Rp 14.985/US$. Di pekan ini, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite dan Solar akan menjadi salah satu penggerak utama.
Seperti diketauhi, Presiden Joko Widodo(Jokowi) akhirnya memutuskan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Harga Pertalite diputuskan naik dari Rp7.650 jadi 10.000 per liter, naik sekitar 30%. Solar subsidi naik dari Rp5.150 pe liter jadi Rp6.800 per liter, Pertamax nonsubsidi naik dari Rp12.000 jadi Rp14.500 per liter.
"Ini adalah pilihan terakhir pemerintah, yaitu mengalihkan subsidi BBM. Sehingga harga beberapa jenis BBM yang selama ini subsidi akan alami penyesuaian," kata Jokowi dalam Konferensi bersama Menteri Terkait perihal Pengalihan Subsidi BBM ditayangkan akun Youtube Sekretariat Presiden, Sabtu (3/9/2022).
Jika melihat ke belakang, rupiah selalu menjadi korban kenaikan harga BBM subsidi.
Sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Joko Widodo(Jokowi), BBM subsidi dinaikkan sebanyak 5 kali. SBY menaikkan sebanyak 4 kali, sementara Jokowi sekali di 2014 saat pertama kali menjabat sebagai RI 1.
Pada 2005 lalu, SBY menaikkan BBM subsidi sebanyak dua kali, pada Maret sebesar 29% dan pada Oktober sebesar 114%.
Kemudian pada Mei 2008, pemerintah kembali menaikkan BBM sebesar 28% pada Mei 2008. Sebelum selesai menjabat dua periode, SBY juga menaikkan BBM sebesar 30% pada Juni 2013.
Jokowi yang mulai menjabat menjadi presiden sejak Oktober 2014 langsung menggebrak dengan menaikkan BBM sebesar 34%.
Di akhir Oktober 2014, sebelum kenaikan BBM Premium, rupiah berada di kisaran Rp 12.080/US$ kemudian terus melemah hingga menyentuh Rp 12.930/US$ pada pertengahan Desember. Pelemahannya tercatat lebih dari 7% dalam satu setengah bulan.
Hal yang sama juga terjadi setahun sebelumnya. Pemerintah menaikkan harga BBM di bulan Juni 2013 yang memicu kenaikan inflasi hingga 8,38% year-on-year (yoy). Rupiah pun terus mengalami pelemahan hingga menembus ke atas Rp 10.000/US$. Pelemahan rupiah diperparah dengan isu tapering The Fed.
Pada 2008, BBM dinaikkan Mei, tidak lama berselang rupiah melemah sekitar 1,7%. Sementara di 2005 saat dua kali kenaikan, rupiah merespon berbeda. Kenaikan pertam direspon dengan merosot 5,9%, sementara yang kedua malah menguat 6,5%.
Jika dilihat sepanjang tahun, setiap terjadi kenaikan BBM rupiah selalu tercatat melemah. Pada 2005 pelemahannya sekitar 6%, dan 2008 sebesar 15,5%, itu juga karena faktor krisis finansial global.
2013 lebih parah lagi, rupiah jeblok lebih dari 26%, sekali lagi karena ada isu tapering The Fed. Terakhir 2014, pelemahan rupiah tipis 1,8%, tetapi karena BBM baru dinaikkan pada bulan November. Pelemahan rupiah berlanjut hingga 2015, tercatat sekitar 11%.
Memang ada faktor lain yang mempengaruhi jebloknya selain kenaikan harga BBM. Seperti krisis finansial global 2008 dan taper tantrum sejak 2013 hingga 2015. Nah, di tahun depan juga ada risiko besar seperti yang disebutkan sebelumnya, mulai dari kenaikan suku bunga The Fed yang agresif, hingga risiko resesi dunia yang tentunya bisa menekan rupiah.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Analisis Teknikal
(pap/pap)