Bursa Asia Berguguran di Akhir Pekan, Kecuali Shanghai-IHSG

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
02 September 2022 17:04
People walk by an electronic stock board of a securities firm in Tokyo, Monday, Dec. 2, 2019. Asian stock markets have risen after Chinese factory activity improved ahead of a possible U.S. tariff hike on Chinese imports. Benchmarks in Shanghai, Tokyo and Hong Kong advanced.  (AP Photo/Koji Sasahara)
Foto: Bursa Jepang (Nikkei). (AP Photo/Koji Sasahara)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup melemah pada perdagangan Jumat (2/9/2022), karena investor masih khawatir dengan makin agresifnya bank sentral negara maju untuk menaikkan suku bunga demi menurunkan inflasi tetapi dapat membuat ekonomi global berpotensi masuk ke jurang resesi.

Hanya indeks Shanghai Composite China dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ditutup di zona hijau pada hari ini. Shanghai ditutup naik tipis 0,05% ke posisi 3.186,48 dan IHSG berakhir menguat 0,34% menjadi 7.177,18.

Sedangkan sisanya ditutup di zona merah. Indeks Nikkei Jepang ditutup turun tipis 0,04% ke posisi 27.650,84, Hang Seng Hong Kong melemah 0,74% ke 19.452,09, Straits Times Singapura terkoreksi 0,57% ke 3.205,69, ASX 200 Australia terpangkas 0,25% ke 6.828,7, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,26% menjadi 2.409,41.

Dari Korea Selatan, inflasi pada periode Agustus 2022 dilaporkan menurun. Bahkan, Korea Selatan mencatatkan deflasi 0,1% secara bulanan (month-to-month/mtm) pada Agustus 2022, yang pertama kali sejak November 2022.

Deflasi itu pun berbalik dari inflasi 0,5% mtm pada Juli 2022 sekaligus di bawah ekspektasi inflasi sebesar 0,3%. Hal tersebut didorong oleh penurunan harga minyak global yang signifikan sepanjang Agustus, mencapai 10%.

Sementara itu, data Statistik Korea yang dirilis pada hari ini juga mengungkapkan inflasi Korea Selatan pada Agustus 2022 tercatat sebesar 5,7% secara tahunan (year-on-year/yoy) dan berada di bawah ekspektasi pasar sebesar 6,1%.

Inflasi tersebut lebih rendah dari indeks harga konsumen (IHK) Juli 2022 yang mencatatkan inflasi 6,3% (yoy). Meskipun begitu, rincian data menunjukkan bahwa tingkat inflasi kemungkinan besar akan tetap tinggi untuk sementara waktu.

"Data akan membantu meredakan kekhawatiran tentang kenaikan suku bunga, tetapi inflasi inti yang tinggi dan angka lainnya menunjukkan tekanan inflasi tidak banyak melemah dan tidak akan menurun dengan cepat," kata Paik Yoon-min, analis pendapatan tetap di Kyobo Securities, dikutip Reuters.

Gubernur bank sentral Korea Selatan (Bank of Korea/BoK), Rhee Chang-yong mengatakan banknya akan mencoba untuk tidak menaikkan suku bunga dengan margin yang lebih besar dari 25 basis poin (bp) ketika perlu memperketat kebijakan moneter lagi.

Sementara itu, Lee Hwan-seok, deputi gubernur BoK, mengatakan pada pertemuan pada hari Jumat bahwa penurunan tingkat inflasi sejalan dengan ekspektasi bank sentral dan bahwa inflasi akan tetap tinggi pada level 5-6% untuk beberapa waktu.

Data yang sama menunjukkan inflasi inti tahunan, yang tidak termasuk harga makanan bergejolak dan harga energi, meningkat menjadi 4% pada Agustus dari 3,9% pada Juli, tercepat sejak Februari 2009. Inflasi inti tidak melambat sejak November tahun lalu.

Rhee mengatakan inflasi akan tetap tinggi untuk saat ini dan bahwa banknya akan terus menaikkan suku bunga kebijakan setelah mengerek 200 basis poin dari rekor terendah 0,5% sejak Agustus tahun lalu.

Pelaku pasar di Asia-Pasifik masih cenderung khawatir dengan makin agresifnya bank sentral negara maju untuk menaikkan suku bunga demi menurunkan inflasi tetapi dapat membuat ekonomi global berpotensi masuk ke jurang resesi.

Mereka juga berspekulasi bahwa bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) masih tetap akan agresif menaikkan suku bunga, meski akan berujung resesi di AS. Ketua The Fed, Jerome Powell menegaskan komitmennya untuk membawa inflasi turun ke 2%.

Kemudian Presiden The Fed wilayah Cleveland, Loretta Mester pada Rabu lalu mengatakan ia melihat suku bunga bisa naik ke atas 4% di awal tahun depan.

Suku bunga The Fed saat ini di 2,25-2,5%, dengan 3 kali rapat kebijakan moneter di tahun ini, kemungkinan kenaikan 75 basis poin di bulan ini sangat mungkin terjadi.

"Pandangan saya saat ini, diperlukan suku bunga naik di atas 4% awal tahun depan dan bertahan di level tersebut. Saya juga tidak melihat The Fed akan memangkas suku bunga pada tahun depan," kata Mester sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (31/8/2022) lalu.

Dengan kenaikan tersebut, Mester melihat pertumbuhan ekonomi akan turun, jauh di bawah 2%, sementara tingkat pengangguran akan mengalami kenaikan. Inflasi di tahun ini diperkirakan sebesar 5-6% dan mendekati target The Fed 2% dalam beberapa tahun ke depan.

Pasar finansial juga diperkirakan akan tetap volatil. Sebagian pelaku pasar kini melihat Wall Street berisiko menguji kembali level terendah yang dicapai pada Juni lalu. Saat itu indeks S&P 500 menyentuh kisaran 3.715.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/vap) Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular