
Satu Lagi Taipan Borneo, Sujaka Lays Pemilik Black Diamond

Black Diamond memanfaatkan tingginya harga batu bara global untuk melakukan pencarian modal di bursa. Tercatat saat ini perusahaan yang ingin menggunakan ticker batu bara dalam bahasa Inggris - COAL - hanya mampu memproduksi 50 ribu ton per bulan atau 600 ribu ton per tahun.
Perusahaan diketahui memiliki IUP produksi di daerah Gunung Mas seluas 4.883 hektar, dengan cadangan terbukti tercatat hanya 9 juta ton dan cadangan terkira 25 juta ton.
Adapun penggunaan dana setelah dikurangi biaya emisi akan disalurkan kepada entitas anak yaitu PT Dayak Membangun Pratama - pemilik IUP produksi - untuk keperluan belanja modal sekitar Rp 40 miliar. Sedangkan sisanya akan disalurkan kepada DMP dan digunakan untuk modal kerja.
Dalam prospektus IPO, manajemen menyebutkan bahwa perseroan memiliki rencana untuk membuka areal tambang lainnya dengan membangun infrastruktur dan meningkatkan fasilitas produksi hingga dapat memproduksi 800 ribu metrik ton/tahun di tahun 2022.
Kinerja Keuangan
Perusahaan diketahui mengalami lonjakan pendapatan pada tahun 2021 seiring melonjaknya harga batu bara global. Sepanjang tahun 2021 perusahaan mencatatkan pendapatan Rp 171,70 miliar atau naik 120 kali lipat dari capaian tahun 2020 sebesar Rp 1,41 miliar. Laba bersih perusahaan tahun lalu tercatat sebesar Rp 27,32 miliar.
Sedangkan dalam empat bulan pertama tahun ini, pendapatan perusahaan tercatat Rp 95,53 miliar, meningkat 127% secara tahunan (yoy) dari semula Rp 42,09 miliar. Laba perusahaan juga naik dua kali lipat lebih menjadi Rp 43,30 miliar dari semula Rp 21,42 miliar.
Selama empat bulan pertama tahun ini ekuitas perusahaan melonjak signifikan. Hingga akhir April ekuitas Black Diamond tercatat Rp 118,54 miliar, naik nyaris 50% dari posisi akhir tahun lalu sebesar Rp 79,31 miliar.
Nilai buku perusahaan pasca IPO di harga tertinggi adalah 51,26/saham, dengan PBV 2,54 kali dari nilai buku.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(fsd/dhf)