Sempat Roller Coaster, Akhirnya IHSG Nyerah di Zona Merah
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan perdana di bulan September 2022 di zona merah.
IHSG melemah 0,36% dan ditutup di 7.153,10 pada perdagangan Kamis (1/9/2022). IHSG sempat bergerak di zona hijau pada sesi I setelah dibuka terkoreksi. Namun berbalik arah ke zona merah di sesi II.
Di awal perdagangan, IHSG dibuka di 7.166,43. IHSG bahkan sempat menguat dan menyentuh posisi tertinggi di 7.197. Posisi IHSG terendah hari ini ada di 7.135.
Semalam Wall Street kembali mengalami koreksi. Indeks Dow Jones melemah 0,88% dan S&P 500 turun 0,78%.
Sebenarnya katalis positif masih datang dari dalam negeri, terutama dari rilis data inflasi dan PMI manufaktur Indonesia bulan Agustus.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan deflasi 0,21% terjadi di bulan Agustus 2022 setelah di bulan sebelumnya mengalami inflasi lebih dari 0,6%.
Sementara itu indeks PMI manufaktur Indonesia tetap berada di zona ekspansif di 51,7 pada bulan Agustus 2022 atau naik 0,3 poin dari bulan sebelumnya.
Namun sepertinya penguatan IHSG yang mencapai 2,73% di sepanjang bulan Agustus dan kenaikan di akhir pekan lalu di mana IHSG mendekati level psikologis 7.200 membuka peluang untuk pelemahan akibat profit taking.
Dalam 20 tahun terakhir, IHSG cenderung mencatatkan kinerja yang cemerlang. Statistik menunjukkan bahwa IHSG menghasilkan return positif sebanyak 12x dan tercatat sebanyak 8x melemah.
Meskipun statistik menunjukkan kinerja positif, tetapi tantangan IHSG cukup besar. Ada beberapa tantangan utama. Pertama dari eksternal.
Di bulan September ini bank sentral AS akan kembali mengadakan rapat untuk memutuskan kebijakan moneternya.
Apabila mengacu pada pernyataan Bos The Fed Jerome Powell dalam Symposium Tahunan Jackson Hole, bank sentral AS akan menempuh kebijakan yang restriktif agar inflasi kembali turun ke target 2%.
Pelaku pasar memperkirakan the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 bps lagi di bulan ini.
Sentimen kedua datang dari dalam negeri. Pemerintah sejauh ini belum memutuskan kebijakan terkait harga BBM subsidi seperti Pertalite dan Solar.
Namun kemungkinan besar pemerintah akan tetap menaikkan harga meskipun tidak diketahui berapa besarnya.
Apabila tidak dinaikkan, maka pemerintah harus menanggung subsidi yang besarnya mencapai Rp 700 triliun.
Namun apabila dinaikkan dampaknya akan cenderung menaikkan inflasi yang cukup signifikan. Para ekonom memperkirakan inflasi bisa melesat lebih dari 6%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/vap)