Ada 2 Kabar Baik dari Dalam Negeri, Rupiah Kok Masih Melemah?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Kamis, 01/09/2022 15:01 WIB
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (1/9/2022), meski ada bebebrapa kabar baik dari dalam negeri.

Melansir data Refinitiv, rupiah begitu perdagangan dibuka rupiah langsung melemah 0,14%. Depresiasi kemudian bertambah hingga 0,34% ke Rp 14.890/US$.

Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 14.880/US$, melemah 0,27% di pasar spot.


Kabar baik datang dari sektor manufaktur Indonesia. S&P Global melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur naik menjadi 51,7 pada Agustus, dari bulan sebelumnya 51,3.

Kenaikan tersebut menjadi kabar bagus, artinya roda perekonomian Indonesia berputar lebih kencang.

"Menurut data survei PMI terkini, perusahaan manufaktur di Indonesia mencatat perbaikan lebih kuat pada keseluruhan kondisi bisnis pada bulan Agustus. Pertumbuhan yang lebih jelas pada output dan total permintaan baru merupakan tanda-tanda yang menggembirakan bagi kesehatan ekonomi masa mendatang, dengan perusahaan sering menyebutkan kondisi permintaan yang lebih kuat," kata Laura Denman, Ekonom di S&P Global Market Intelligence

Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data indeks harga konsumen (IHK) Indonesia periode Agustus 2022. Secara bulanan memang terjadi deflasi, tetapi secara tahunan inflasi tetap berada di level tinggi.

Pada Kamis (1/9/2022), Kepala BPS Margo Yuwono melaporkan terjadi deflasi 0,21% pada Agustus 2022 dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Kali terakhir terjadi deflasi adalah Februari 2022.

Namun dibandingkan Agustus 2021 (year-on-year/yoy), terjadi inflasi 4,69%. Meski masih relatif tinggi, tetapi melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang 4,94%, yang merupakan level tertinggi dalam 7 tahun terakhir.

Rilis data inflasi hari ini searah dengan ekspektasi. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi bulanan pada Agustus 2022 sebesar -0,11% sementara inflasi tahunan 4,83%.

Dunia sedang mengalami masalah inflasi tinggi, termasuk Indonesia meski bisa dikatakan masih terkendali. Sehingga, ketika terjadi deflasi atau melambatnya inflasi, maka akan memberikan sentimen positif ke pasar finansial.

Sayangnya, rupiah belum mampu menguat. Selain menanti kepastian kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar, rupiah sudah tertekan sejak Jumat pekan lalu, setelah ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell menegaskan akan terus menaikkan suku bunga dan menahannya dalam waktu yang lama sampai inflasi kembali ke 2%.

The Fed kini sudah sangat agresif dalam menaikkan suku bunga, sebanyak 4 kali dengan total 225 basis poin menjadi 2,25% - 2,5%. Di bulan ini, Jerome Powell dan kolega diperkirakan akan kembali menaikkan sebesar 75 basis poin, setelah melakukannya dua kali beruntun.

"Menurunkan inflasi perlu periode pertumbuhan ekonomi di bawah tren yang berkelanjutan. Dengan suku bunga tinggi, pertumbuhan ekonomi yang melambat, dan pasar tenaga kerja yang melemah akan membawa inflasi turun. Itu adalah harga yang harus kita bayarkan untuk mengurangi inflasi. Tetapi, kegagalan untuk memulihkan stabilitas harga akan menimbulkan penderitaan yang lebih besar," kata Powell dalam acara simposium Jackson Hole, Jumat (26/8/2022).

Bank sentral lain juga akan mengikuti The Fed. Bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) juga menunjukkan tanda-tanda akan agresif. Anggota dewan gubernur ECB, Madis Muller mengatakan ECB seharusnya mulai mendiskusikan kenaikan 75 basis poin di bulan September.

Alhasil risiko resesi dunia menjadi semakin kencang. Dolar AS yang menyandang status safe haven akan lebih diuntungkan.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)