Bursa Asia Babak Belur, Ternyata Ini Penyebabnya

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
29 August 2022 14:13
A man is reflected on an electronic board showing a graph analyzing recent change of Nikkei stock index outside a brokerage in Tokyo, Japan, January 7, 2019. REUTERS/Kim Kyung-Hoon
Foto: Bursa Tokyo (REUTERS/Kim Kyung-Hoon)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik terpantau berjatuhan pada perdagangan Senin (29/8/2022), di mana indeks Nikkei Jepang memimpin koreksi bursa saham Benua Kuning dan Benua Hijau.

Per pukul 13:14 WIB, indeks Nikkei ambruk 2,66% ke posisi 27.878,96. Kemudian disusul indeks KOSPI Korea Selatan di posisi kedua yang anjlok 2,13% ke 2.428,1 dan di posisi ketiga oleh indeks ASX 200 Australia yang amblas 1,95% ke 6.965,5.

Sedangkan untuk bursa Asia-Pasifik lainnya yang pada awal perdagangan hari ini sempat ambles lebih dari 1%, mulai memangkas koreksinya, bahkan ada yang berhasil rebound dan menguat tipis.

Indeks Hang Seng Hong Kong yang sebelumnya sempat dibuka ambles 1,04%, pada siang hari ini pelemahannya sudah terpangkas, yakni melemah 0,77% ke posisi 20.014,15.

Sedangkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga koreksinya sudah terpangkas di mana pada awal perdagangan sesi I sempat ambruk 1,43%, pada penutupan perdagangan sesi I melemah 0,69% ke 7.086,11.

Bahkan, untuk indeks Shanghai Composite China yang sebelumnya merosot 1,02% pada awal perdagangan hari ini, pada siang hari ini berhasil rebound dan naik tipis 0,04% ke 3.237,58.

Namun untuk indeks Straits Times Singapura yang sebelumnya dibuka melemah 0,87%, koreksinya makin bertambah pada siang hari ini, yakni merosot 1% menjadi 3.217,03.

Penyebab jatuhnya bursa Asia-Pasifik bukan tak lain adalah respon negatif pelaku pasar terhadap pernyataan ketua bank sentral Amerika Serikat (AS) pada Jumat pekan lalu di perhelatan tahunan bank sentral, simposium Jackson Hole.

Ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Jerome Powell membuat pasar ketar-ketir, di mana dia menegaskan masih akan terus menaikkan suku bunga dengan agresif hingga inflasi melandai.

Alhasil, harapan Powell akan sedikit mengendurkan kenaikan suku bunga pun sirna, resesi Negeri Paman Sam semakin di depan mata.

"Memulihkan stabilitas harga kemungkinan membutuhkan stance yang ketat dalam waktu yang lama. Catatan sejarah sangat menentang pelonggaran kebijakan moneter yang prematur," kata Powell dalam acara simposium Jackson Hole, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (26/8/2022) lalu.

Bagi pelaku pasar sebelumnya, inflasi di AS sudah menunjukkan tanda-tanda mencapai puncaknya. Tetapi dengan pernyataan Powell tersebut, pasar pun berubah pikiran dan mereka melihat tren penurunan inflasi masih belum akan terjadi dalam waktu dekat.

Inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) yang menjadi acuan The Fed pada Juli tercatat tumbuh 6,3% secara tahunan (year-on-year/yoy), turun dari bulan sebelumnya 6,8% (yoy). Meski menurun, tetapi masih di level tertinggi dalam 40 tahun terakhir.

Kemudian inflasi inti PCE tumbuh 4,6% (yoy), lebih rendah dari sebelumnya 4,8% (yoy).

Powell mengatakan, The Fed tidak akan terpengaruh dengan data selama satu atau dua bulan, dan masih akan terus menaikkan suku bunga sampai inflasi mendekati target 2%.

Artinya, The Fed akan tetap bertindak agresif di tahun ini sampai ada tanda-tanda inflasi melandai. The Fed sepertinya mengorbankan perekonomian demi menurunkan inflasi, ketimbang membiarkannya terus lepas kendali.

Memang, salah satu cara cepat untuk menurunkan inflasi adalah resesi. Ketika resesi terjadi, maka dari sisi permintaan (demand) akan terjadi penurunan yang pada akhirnya menurunkan inflasi.

Di kuartal II-2022, perekonomian AS sebenarnya mengalami kontraksi. Hal yang sama terjadi di kuartal sebelumnya. Hal tersebut biasanya disebut sebagai inflasi, tetapi Powell yang banyak ekonom menyatakan ekonomi AS tidak resesi melihat pasar tenaga kerja yang kuat.

Namun, Powell sudah menyatakan pasar tenaga kerja melemah, dan perekonomian AS akan merasakan "beberapa penderitaan" yang menjadi indikasi The Fed melihat resesi akan terjadi.

Dengan pernyataan Powell tersebut menyebabkan bursa saham AS, Wall Street ditutup ambruk lebih dari 3% pada perdagangan akhir pekan lalu.

Pada Jumat lalu, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup ambruk 3,03%, S&P 500 anjlok 3,37%, dan Nasdaq Composite longsor nyaris 4%, atau tepatnya longsor 3,94%.

Wall Street yang ambruk hingga 3% lebih pada perdagangan akhir pekan lalu pun merambat ke bursa saham lainnya, termasuk di kawasan Asia-Pasifik pada hari ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular