
Satu Kata Buat Tembaga: Madesu...

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga tembaga naik pada perdagangan akhir pekan lalu. Ke depan, bagaimanakah nasib harga logam ini?
Akhir pekan lalu, harga tembaga acuan kontrak tiga bulan di London Metal Exchange (LME) berada di US$ 8.160,5/ton. Naik 0,39% dibandingkan hari sebelumnya.
Meski masih membukukan kenaikan saat penutupan pasar, tetapi laju harga tembaga melambat. Sebelumnya, harga sempat melesat lebih dari 2%.
Kenaikan harga tembaga tergerus oleh penyataan Ketua Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Jerome 'Jay' Powell. Dalam pidato di simposium Jackson Hole, Powell menyebut ekonomi Negeri Paman Sam masih menghadapi inflasi tinggi, yang akan direspons dengan kebijakan moneter yang lebih ketat. Ini membuat pertumbuhan ekonomi akan melambat.
"Kami akan menaikkan suku bunga setinggi yang dibutuhkan untuk beberapa waktu dalam rangka menekan inflasi. Mengurangi inflasi kemungkinan membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang di bawah tren historis," sebut Powell, sebagaimana diwartakan Reuters.
Pernyataan ini membuat pelaku pasar cemas akan masa depan ekonomi AS. Apalagi Negeri Adikuasa masih terjebak di zona resesi, karena pertumbuhan ekonomi negatif selama dua kuartal beruntun.
"Ketakutan akan resesi masih membayangi," ujar Nitesh Shah, Analis Komoditas WisdomTree, seperti dikutip dari Reuters.
Saat ekonomi melambat, apalagi sampai terjadi resesi, maka permintaan akan melambat. Ini tentu mempengaruhi tembaga, sebagai bahan baku utama berbagai produk elektronik, otomotif, dan sebagainya.
Wang Tao, Analis Komoditas Reuters, memperkirakan harga tembaga masih akan tertekan. Ada kemungkinan harga tembaga bisa menguji titik support US$ 7.897/ton. Jika tertembus, maka harga bakal anjlok ke kisaran US$ 7.505-7.747/ton.
![]() |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Awal Semester II, Harga Tembaga Anjlok 2%