Alert! Wall Street Ambruk 3%, Bursa Asia Terjungkal
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka berjatuhan pada perdagangan Senin (29/8/2022), di mana investor cenderung merespons negatif dari pernyataan ketua bank sentral Amerika Serikat (AS) pada simposium Jackson Hole Jumat pekan lalu.
Indeks Nikkei Jepang dibuka ambruk 1,68%, Hang Seng Hong Kong ambles 1,04%, Shanghai Composite China merosot 1,02%, Straits Times Singapura melemah 0,87%, ASX 200 Australia terkoreksi 0,37%, dan KOSPI Korea Selatan anjlok 2,48%.
Bursa Asia-Pasifik yang cenderung ambles menyusul pergerakan bursa saham AS, Wall Street yang ditutup ambruk lebih dari 3% pada perdagangan Jumat akhir pekan lalu, karena investor cenderung merespons negatif dari pernyataan ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) di simposium Jackson Hole.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup ambruk 3,03% ke posisi 32.283,4, S&P 500 anjlok 3,37% ke 4.057,66, dan Nasdaq Composite longsor nyaris 4%, atau tepatnya longsor 3,94% menjadi 12.141,71.
Powell yang berbicara di simposium Jackson Hole membuat pasar ketar-ketir. Powell menegaskan masih akan terus menaikkan suku bunga dengan agresif hingga inflasi melandai.
Alhasil, harapan Powell akan sedikit mengendurkan kenaikan suku bunga pun sirna, resesi Negeri Paman Sam semakin di depan mata.
"Memulihkan stabilitas harga kemungkinan membutuhkan stance yang ketat dalam waktu yang lama. Catatan sejarah sangat menentang pelonggaran kebijakan moneter yang prematur," kata Powell dalam acara simposium Jackson Hole, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (26/8/2022) lalu.
Bagi pelaku pasar sebelumnya, inflasi di AS sudah menunjukkan tanda-tanda mencapai puncaknya. Tetapi dengan pernyataan Powell tersebut, pasar pun berubah pikiran dan mereka melihat tren penurunan inflasi masih belum akan terjadi dalam waktu dekat.
Inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) yang menjadi acuan The Fed pada Juli tercatat tumbuh 6,3% secara tahunan (year-on-year/yoy), turun dari bulan sebelumnya 6,8% (yoy). Meski menurun, tetapi masih di level tertinggi dalam 40 tahun terakhir.
Kemudian inflasi inti PCE tumbuh 4,6% (yoy), lebih rendah dari sebelumnya 4,8% (yoy).
Powell mengatakan, The Fed tidak akan terpengaruh dengan data selama satu atau dua bulan, dan masih akan terus menaikkan suku bunga sampai inflasi mendekati target 2%.
Artinya, The Fed akan tetap bertindak agresif di tahun ini sampai ada tanda-tanda inflasi melandai. The Fed sepertinya mengorbankan perekonomian demi menurunkan inflasi, ketimbang membiarkannya terus lepas kendali.
Memang, salah satu cara cepat untuk menurunkan inflasi adalah resesi. Ketika resesi terjadi, maka dari sisi permintaan (demand) akan terjadi penurunan yang pada akhirnya menurunkan inflasi.
"Resesi adalah 'setan' yang diperlukan dan satu-satunya cara untuk segera menurunkan inflasi, di mana masyarakat tidak menjadi lebih miskin akibat tingginya harga-harga. Tidak perlu resesi yang besar, karena itu terjadi saat krisis finansial, saat ini keuangan rumah tangga masih kuat," kata Phiilip Marey, ahli strategi senior di Rabobank.
Di kuartal II-2022, perekonomian AS sebenarnya mengalami kontraksi. Hal yang sama terjadi di kuartal sebelumnya. Hal tersebut biasanya disebut sebagai inflasi, tetapi Powell yang banyak ekonom menyatakan ekonomi AS tidak resesi melihat pasar tenaga kerja yang kuat.
Namun, Powell sudah menyatakan pasar tenaga kerja melemah, dan perekonomian AS akan merasakan "beberapa penderitaan" yang menjadi indikasi The Fed melihat resesi akan terjadi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd)