'Dibantu' China, Harga Batu Bara Diramal Masih Membara!

Maesaroh, CNBC Indonesia
Senin, 29/08/2022 07:35 WIB
Foto: Bongkar muat batu bara di China. (REUTERS/ALY SONG)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara melandai 3,77% pada pekan lalu sejalan dengan meredanya kepanikan pasar terkait pasokan. Kendati demikian, harga pasir hitam diperkirakan masih akan bergerak di kisaran US$ 400 pada pekan ini karena persoalan kekeringan di China.

Pada perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (26/8/2022), harga batu kontrak di pasar ICE Newcastle ditutup di US$ 427 per ton. Harganya menguat 3,45%. Penguatan pada Jumat memutus tren negatif batu bara yang berlangsung sejak Selasa-Kamis pekan lalu.

Dalam sepekan, harga batu bara melemah 3,77% secara point to point. Pelemahan pekan lalu adalah pembalikan arah dari catatan impresif selama dua pekan sebelumnya. Harga batu bara menguat 10,11% pada dua pekan lalu dan terbang 16,22% pada tiga pekan sebelumnya.


Dalam sebulan, harga batu bara masih melandai 2,95% sementara dalam setahun masih melesat 153,41%.



Analis Industri Bank Mandiri Ahmad Zuhdi memperkirakan harga batu bara akan bergerak di kisaran US$ 410 per ton pada pekan ini. Kekhawatiran terjadinya resesi akan menekan pergerakan harga batu bara ke depan di tengah masih tingginya permintaan dari sejumlah negara.

"Faktor pendorongnya adalah peningkatan kebutuhan global termasuk China dan beberapa negara Uni Eropa yang sempat mengalami heatwave. Kebutuhan di Uni Eropa merusak pasar. Pada akhirnya harga global yang semestinya tidak naik terkerek naik karena ada demand yang lari kesana," tutur Zuhdi,, kepada CNBC Indonesia.

Permintaan harga batu bara dari China diperkirakan masih tinggi sejalan dengan meningkatnya penggunaan listrik akibat gelombang panas. Kekeringan dan hawa panas kini meluas ke sejumlah wilayah di China seperti Jiangsu, Anhui, Hubei, Zhejiang, Jiangxi, Hunan, Guizhou, Chongqing, Sichuan, dan Tibet.

Kekeringan juga membuat debit Sungai Yangtze berkurang drastis sehingga memangkas kapasitas listrik yang dihasilkan hydropowerKeringnya Sungai Yangtze tidak hanya membuat puluhan ribu warga China kekurangan pasokan air tetapi banyak perusahaan juga yang kemudian menutup operasional karena kekurangan pasokan listrik.

Sungai Yangtze yang mengalir dari sebelah selatan Sichuan hingga sebelah barat Hubei merupakan salah satu sumber utama pembangkit listrik di China. Hydropower berkontribusi terhadap 7,7% pasokan listrik di Negara Tirai Bambu sementara batu bara sekitar 67,4%.

Pembangkit listrik tenaga air di Provinsi Sichuan yang selama ini bertanggung jawab 21% terhadap pasokan hydropower di China kini hanya mampu menghasilkan 50% kapasitas. Dengan berkurangnya kapasitas hydropower, China pun kembali beralih kepada batu bara.

Peningkatan pemakaian listrik akibat gelombang panas membuat pembakaran pada pembangkit batu bara di China pada dua minggu pertama Agustus mencapai 8,16 juta per hari. Angka tersebut naik 15% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Perusahaan tambang terbesar China, Sichuan Coal Industry Group, telah menaikkan produksi batu bara hingga 15.000 ton per hari sejak pertengahan Agustus untuk memenuhi pasokan pada pembangkit.

Sementara itu, Sichuan Guang'an Power Generation yang merupakan pembangkit terbesar batu bara Beijing telah meningkatkan produksi listrik hingga 170%. Pada Agustus tahun ini, kapasitas listrik diperkirakan naik hingga 313% (year on year/yoy)

"Berkurangnya pembangkit listrik tenaga air membuat China kembali menggantungkan pasokan listriknya kepada batu bara. Penggunaan listrik akan terus melonjak jika kondisi cuaca terus bertahan panas," tutur Guotai Jun'an Securities, dilansir dari CNN.

Senada dengan China, Jerman juga masih berkutat dengan persoalan pasokan energi karena mengeringnya permukaan Sungai Rhine. Dilansir dari Reuters, pemerintah Jerman kini bahkan khawatir jika rencana untuk mengoperasikan kembali pembangkit batu bara mereka tidak berjalan sesuai rencana karena lalu lintas pengiriman batu bara melalui Sungai Rhine terganggu.

'Karena berkurangnya lalu lintas pengiriman domestik maka pasokan batu bara berkurang. Storage tambahan di sebelah selatan Jerman mungkin tidak akan terisi sepenuhnya pada musim dingin ini," tutur dokumen pemeirntah Jerman, seperti dikutip Reuters.

Pembangkit di Moorburg yang dioperatori Vattenfall sepertinya tidak memungkinkan untuk dioperasikan kembali karena persoalan teknis dan ekonomi. Pembangkit listrik batu bara Moorburg yang berada di Hamburg merupakan salah satu pembangkit paling modern yang dimiliki Jerman tetapi telah berhenti operasi pada musim panas 2021. Beberapa bagian dari pembangkit kemudian diambil untuk keperluan lain, seperti pembangkit hydrogen.

"Beberapa bagian (pembangkit) sudah dicopot dan dijual," tutur Robert Wacker, salah satu direktur Moorburg, seperti dikutip France24.

Dilaporkan Deutsche Welle, pembangkit batu bara Heyden di Petershagen, dekat Hanover dijadwalkan akan beroperasi kembali pada hari ini, Senin (29/8/2022). Sejumlah pembangkit juga akan dihidupkan kembali dalam beberapa pekan ke depan untuk mengkompensasi pengurangan gas.

Namun, semuanya sangat tergantung pasokan batu bara. Saat ini, hanya satu pembangkit batu bara yang sudah beroperasi yakni Mehrum.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(mae/mae)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Alasan Produsen Batu Bara Ramai-Ramai Incar Bisnis LNG & EBT