Sentimen Pekan Depan

Ini Sentimen Pekan Depan, Dari BBM Hingga Inflasi RI

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
28 August 2022 19:40
Ilustrasi Bursa (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan di Indonesia terpantau bervariasi pada pekan ini. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang pekan ini terkoreksi, sedangkan rupiah menghijau, dan pasar obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara terpantau beragam.

Melansir data Refinitiv, dalam sepekan, IHSG tercatat melemah 0,52% ke Rp 7.135,248. Dengan demikian, IHSG gagal mencatat penguatan 6 pekan beruntun. Sebelumnya bursa kebanggaan Tanah Air ini sudah menguat 5 pekan beruntun dengan total 7,8%.

Meski melemah, investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih senilai US$ 1,6 triliun di pasar reguler, nego dan tunai. Sedangkan rupiah mampu mencatat penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS) di pekan ini, di saat hampir semua mata uang utama Asia mengalami pelemahan. Selain rupiah, ada ringgit Malaysia yang juga mampu menguat.

Tetapi, penguatan ringgit lebih ke faktor teknikal sebab nilainya sempat jeblok ke level terlemah dalam 5 tahun di RM 4,489/US$, sebelum menguat 0,2% ke RM 4,465/US$. Sementara itu, rupiah tercatat menguat 0,13% ke Rp 14.815/US$.

Adapun untuk SBN pada pekan ini cenderung beragam, di mana pergerakan harga dan imbali hasil (yield) terpantau bervarasi, menandakan bahwa sikap investor cenderung beragam.

Pada pekan lalu, pelaku pasar disibukan dengan beberapa sentimen yakni simposium Jackson Hole, di mana ketua bank sentral Amerika Serikat (AS), Jerome Powell berpidato di acara tahunan bank sentral tersebut.

Powell pun membuat pasar ketar-ketir. Powell menegaskan masih akan terus menaikkan suku bunga dengan agresif hingga inflasi melandai. Bahkan, ia memperingatkan perekonomian AS akan mengalami "beberapa kesakitan".

"Saat suku bunga tinggi, pertumbuhan ekonomi melambat, dan pasar tenaga kerja yang melemah maka akan membawa inflasi turun, itu juga akan memberikan beberapa kesakitan bagi rumah tangga dan dunia usaha. Itu adalah biaya yang harus kita tanggung guna menurunkan inflasi. Memang menyakitkan, tetapi kegagalan menurunkan inflasi berarti penderitaan yang lebih besar akan terjadi," kata Powell sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (26/8/2022).

Kemudian, Bank Indonesia (BI) secara mengejutkan menaikkan suku bunga acuannya. BI dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bp) menjadi 3,75%, dari sebelumnya di level 3,5%.

Hasil RDG tersebut di luar dengan ekspektasi pasar. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia menyatakan bahwa mayoritas responden memperkirakan MH Thamrin masih mempertahankan suku bunga acuan.

Dari 15 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut, 13 memproyeksi BI akan mempertahankan suku bunga acuan di 3,5%. Dua lainnya memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bp menjadi 3,75% pada bulan ini.

Perry mengungkapkan kenaikan ini merupakan langkah preemptive dan forward looking untuk menjangkar ekspektasi inflasi inti akibat kenaikan BBM nonsubsidi dan volatile food.

Selain itu, keputusan ini dilakukan dalam rangka memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai fundamental dengan tingginya ketidakpastian global yang semakin kuat.

"Naik 25 bp jadi 3,75% untuk sinergi menjaga stabilitas dan memperkuat pemulihan ekonomi nasional," tegas Perry dalam paparan RDG Agustus 2022.

Selanjutnya yakni isu kenaikan harga bahan bakar (BBM) subsidi yakni Pertalite dan Solar. Isu ini menguat setelah Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, pada minggu lalu mengatakan pemerintah akan mengumumkan harga BBM di pekan ini.

Namun, hingga Jumat lalu, pemerintah tidak mengumumkan kenaikan tersebut.

Lalu apa sentimen pekan depan yang perlu dicermati oleh pasar?

Dari dalam negeri, yang pertama yakni masih dari isu kenaikan BBM subsidi. Sumber dari lingkup pemerintahan kepada CNBC Indonesia mengatakan masalah kenaikan harga BBM subsidi masih dibicarakan, dan memberikan sedikit bocoran kenaikan harga.

"Kemungkinan di bawah Rp 10.000/liter," kata sumber tersebut, pada Jumat (26/8/2022).

Bahana Sekuritas dalam catatannya kepada investor mengungkapkan bahwa banyak investor saham dan obligasi yang memperkirakan koreksi pasar dari kenaikan harga BBM akan bersifat sementara.

"Walaupun kebijakan tersebut dapat meningkatkan inflasi, menaikkan suku bunga, dan merugikan konsumsi rumah tangga dalam jangka pendek, kebijakan tersebut akan menghilangkan kebijakan menggantung yang membuat orang asing enggan membeli aset dalam rupiah," papar Kepala Ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro dan tim dalam tulisannya, Jumat (26/8/2022) lalu.

Jika BBM benar dinaikkan, maka investor asing diperkirakan akan happy. Namun rakyat akan 'menjerit' karena jika BBM dinaikan, maka akan diikuti oleh kenaikan harga barang lainnya. Naiknya harga BBM juga akan menurunkan daya beli dan konsumsi masyarakat.

Sentimen kedua yakni masih dari kenaikan suku bunga BI. Memang pada pekan lalu, pelaku pasar cenderung merespons positif dari kenaikan suku bunga. Tetapi, mereka pada akhirnya juga mulai menimbang dari kenaikan suku bunga.

Ketika suku bunga naik, maka demand pull inflation akan mereda. Sehingga inflasi tidak lepas kendali. Langkah BI untuk menjangkar inflasi memang tepat, jika sampai lepas kendali maka suku bunga harus dikerek dengan agresif seperti di negara-negara lain.

Hal ini lah yang memunculkan risiko besar. Inflasi tinggi dan suku bunga juga tinggi menjadi "duet" maut yang akan membawa perekonomian merosot, bahkan isu resesi sudah lama menghantui.

Di sisi lain, suku bunga tinggi membuat ekspansi dunia usaha melambat.

Alhasil pelambatan ekonomi pun terjadi. Di kuartal II-2014, produk domestik bruto (PDB) Indonesia tumbuh 4,94% (yoy). Untuk pertama kalinya sejak kuartal III-2009, Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi di bawah 5%. Setelahnya, PDB Indonesia mayoritas di bawah 5%.

Kenaikan suku bunga acuan tentunya memicu kenaikan suku bunga kredit, hal ini tentunya membebani masyarakat. Suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) berisiko naik.

Di Indonesia, Bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Indonesia memang terbilang mahal. Beberapa bank di Tanah Air bahkan memasang suku bunga dikisaran double digit.

Dengan adanya kenaikan suku bunga acuan BI sebesar 25 bp menjadi 3,75% pada Agustus 2022, maka pembiayaan KPR diperkirakan akan melesat.

Adapun, rambatan dari efek kenaikan suku bunga BI terhadap bunga KPR biasanya terjadi 3-4 bulan setelah kebijakan suku bunga BI diberlakukan.

Jika kenaikan suku bunga BI semakin intens pada semester II-2022, maka kemungkinan transmisinya ke bunga KPR akan semakin cepat.

Terlepas dari sentimen isu kenaikan BBM dan sentimen kenaikan suku bunga BI, pada pekan depan, Indonesia akan merilis beberapa data penting, yakni data inflasi periode Agustus 2022 dan data aktivitas manufaktur yang tergambarkan pada Purchasing Manager's Index (PMI) periode Agustus 2022.

Pada pekan depan, perdagangan Agustus 2022 hanya tinggal 3 hari, sedangkan sisanya sudah memasuki bulan September.

Dari luar negeri, pelaku pasar perlu mencermati komentar dari Ketua The Fed, Jerome Powell di simposium Jackson Hole.

Pernyataan Powell di simposium Jackson Hole pada Jumat malam waktu Indonesia mengindikasikan risiko resesi yang dihadapi AS, sehingga Wall Street pun kembali rontok pada Jumat lalu.

Inflasi di Negeri Paman Sam sudah menunjukkan tanda-tanda mencapai puncaknya, tetapi dengan pernyataan Powell tersebut, pasar melihat tren penurunan inflasi masih belum akan terjadi dalam waktu dekat.

Inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) yang menjadi acuan The Fed pada Juli tercatat tumbuh 6,3% (year-on-year/yoy), turun dari bulan sebelumnya 6,8% (yoy). Meski menurun, tetapi masih di level tertinggi dalam 40 tahun terakhir.

Kemudian inflasi inti PCE tumbuh 4,6% (yoy), lebih rendah dari sebelumnya 4,8% (yoy).

Powell mengatakan, The Fed tidak akan terpengaruh dengan data selama satu atau dua bulan, dan masih akan terus menaikkan suku bunga sampai inflasi mendekati target 2%.

Alhasil, harapan Powell akan sedikit mengendurkan kenaikan suku bunga pun sirna, resesi di AS semakin di depan mata.

Di kuartal II-2022, perekonomian AS sebenarnya mengalami kontraksi. Hal yang sama terjadi di kuartal sebelumnya. Hal tersebut biasanya disebut sebagai inflasi, tetapi Powell yang banyak ekonom menyatakan ekonomi AS tidak resesi melihat pasar tenaga kerja yang kuat.

Namun, Powell sudah menyatakan pasar tenaga kerja melemah, dan perekonomian AS akan merasakan "beberapa kesakitan" yang menjadi indikasi The Fed melihat resesi akan terjadi.

Selain dari komentar Powell, investor juga perlu mencermati sentimen dari rilis data ekonomi penting yang akan dirilis di beberapa negara, seperti data PMI manufaktur China versi NBS dan Caixin periode Agustus 2022, PMI manufaktur Jepang dan Korea Selatan.

Berikutnya ada inflasi Uni Eropa periode Agustus 2022, data penggajian non-pertanian (non-farming payroll/NFP) AS periode Agustus 2022, dan PMI manufaktur ISM AS periode Agustus 2022.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular