Ini Sentimen Pekan Depan, Dari BBM Hingga Inflasi RI
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan di Indonesia terpantau bervariasi pada pekan ini. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang pekan ini terkoreksi, sedangkan rupiah menghijau, dan pasar obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara terpantau beragam.
Melansir data Refinitiv, dalam sepekan, IHSG tercatat melemah 0,52% ke Rp 7.135,248. Dengan demikian, IHSG gagal mencatat penguatan 6 pekan beruntun. Sebelumnya bursa kebanggaan Tanah Air ini sudah menguat 5 pekan beruntun dengan total 7,8%.
Meski melemah, investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih senilai US$ 1,6 triliun di pasar reguler, nego dan tunai. Sedangkan rupiah mampu mencatat penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS) di pekan ini, di saat hampir semua mata uang utama Asia mengalami pelemahan. Selain rupiah, ada ringgit Malaysia yang juga mampu menguat.
Tetapi, penguatan ringgit lebih ke faktor teknikal sebab nilainya sempat jeblok ke level terlemah dalam 5 tahun di RM 4,489/US$, sebelum menguat 0,2% ke RM 4,465/US$. Sementara itu, rupiah tercatat menguat 0,13% ke Rp 14.815/US$.
Adapun untuk SBN pada pekan ini cenderung beragam, di mana pergerakan harga dan imbali hasil (yield) terpantau bervarasi, menandakan bahwa sikap investor cenderung beragam.
Pada pekan lalu, pelaku pasar disibukan dengan beberapa sentimen yakni simposium Jackson Hole, di mana ketua bank sentral Amerika Serikat (AS), Jerome Powell berpidato di acara tahunan bank sentral tersebut.
Powell pun membuat pasar ketar-ketir. Powell menegaskan masih akan terus menaikkan suku bunga dengan agresif hingga inflasi melandai. Bahkan, ia memperingatkan perekonomian AS akan mengalami "beberapa kesakitan".
"Saat suku bunga tinggi, pertumbuhan ekonomi melambat, dan pasar tenaga kerja yang melemah maka akan membawa inflasi turun, itu juga akan memberikan beberapa kesakitan bagi rumah tangga dan dunia usaha. Itu adalah biaya yang harus kita tanggung guna menurunkan inflasi. Memang menyakitkan, tetapi kegagalan menurunkan inflasi berarti penderitaan yang lebih besar akan terjadi," kata Powell sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (26/8/2022).
Kemudian, Bank Indonesia (BI) secara mengejutkan menaikkan suku bunga acuannya. BI dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bp) menjadi 3,75%, dari sebelumnya di level 3,5%.
Hasil RDG tersebut di luar dengan ekspektasi pasar. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia menyatakan bahwa mayoritas responden memperkirakan MH Thamrin masih mempertahankan suku bunga acuan.
Dari 15 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut, 13 memproyeksi BI akan mempertahankan suku bunga acuan di 3,5%. Dua lainnya memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bp menjadi 3,75% pada bulan ini.
Perry mengungkapkan kenaikan ini merupakan langkah preemptive dan forward looking untuk menjangkar ekspektasi inflasi inti akibat kenaikan BBM nonsubsidi dan volatile food.
Selain itu, keputusan ini dilakukan dalam rangka memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai fundamental dengan tingginya ketidakpastian global yang semakin kuat.
"Naik 25 bp jadi 3,75% untuk sinergi menjaga stabilitas dan memperkuat pemulihan ekonomi nasional," tegas Perry dalam paparan RDG Agustus 2022.
Selanjutnya yakni isu kenaikan harga bahan bakar (BBM) subsidi yakni Pertalite dan Solar. Isu ini menguat setelah Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, pada minggu lalu mengatakan pemerintah akan mengumumkan harga BBM di pekan ini.
Namun, hingga Jumat lalu, pemerintah tidak mengumumkan kenaikan tersebut.
(chd)