Kalo Pertalite Naik, Rakyat Menderita, Investor Bahagia?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
28 August 2022 17:40
Antre BBM Pertalite  di Jl. Tali Raya, Slipi, Jakarta,
Foto: Sejumlah kendaraan roda dua mengantre untuk mengisi BBM jenis Pertalite di Jl. Tali Raya, Slipi, Jakarta, Selasa (16/8/2022). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Isu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite hingga kini masih berhembus, di mana isu tersebut sempat terdengar akan dilakukan pada Jumat (26/8/2022) lalu. Namun akhirnya, pemerintah tidak mengumumkan kenaikan tersebut.

Masyarakat saat ini masih menunggu kebijakan dan langkah apa yang akan diambil pemerintah dalam mengatur harga BBM subsidi tersebut.

Kalau Pertalite naik, bagaimana dampaknya bagi masyarakat kelas menengah ke bawah?

Konsumsi Pertalite di Indonesia mencapai 80% dari total bensin, sehingga kenaikan harga Pertalite tentu akan mendorong kenaikan inflasi, yang mungkin saja meningkat.

Badan Pusat Statistik (BPS) di awal bulan ini mengumumkan data inflasi Indonesia periode Juli 2022 yang tumbuh 0,64% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm).

Secara tahunan (year-on-year/yoy), laju inflasi terakselerasi. Inflasi Juli 2022 tercatat 4,94% (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang 4,35% sekaligus jadi yang tertinggi sejak Oktober 2015.

Dalam keranjang inflasi, bensin memiliki bobot 4% menurut data BPS. Sehingga misalnya saja harga BBM naik 10%, inflasi bisa terdorong hingga 0,4 poin persentase terhadap inflasi.

Secara historis, pada 2014 misalnya, saat harga BBM jenis Premium yang saat itu paling banyak dikonsumsi, dinaikkan pada November hingga 30%. Inflasi kemudian melesat hingga 8,36% (yoy).

Hal yang sama juga terjadi setahun sebelumnya. Pemerintah menaikkan harga BBM di bulan Juni 2013 yang memicu kenaikan inflasi hingga 8,38% (yoy).

Dampak kenaikan BBM ternyata tidak hanya pada ekonomi, tapi juga akan berimbas pada aspek sosial masyarakat Indonesia.

BBM sangat diperlukan untuk operasional perusahaan, sehingga jika harganya kian mahal maka akan membebani biaya produksi hampir seluruh sektor dan lini bisnis.

Akibatnya, perusahaan akan meminimalisir biaya operasional, misalnya dengan menghentikan rekrutmen karyawan baru hingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Kenaikan BBM berpotensi akan meningkatkan angka pengangguran yang tentunya akan menambah tingkat kemiskinan Indonesia. Padahal, per Maret 2022, BPS telah melaporkan adanya penurunan tingkat kemiskinan setelah pandemi.

Tingkat kemiskinan per Maret lalu mencapai 9,54% atau 26,16 juta orang. Turun 0,6 poin atau 1,38 juta orang. Sementara dibandingkan September 2021, penurunan tingkat kemiskinan mencapai 0,17 poin atau 0,34 juta orang.

Namun, garis kemiskinan mengalami kenaikan 3,975% dibandingkan September 2021 menjadi Rp 505.469 pada Maret 2022.

Bukan hal yang tak mungkin, jika tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan yang meningkat akan menimbulkan kekacauan hingga demo.

Jika berkaca pada 2013 silam, ratusan mahasiswa dan buruh menggelar demo menolak kenaikan BBM di depan Istana Negara, Pertamina, hingga Kementerian Energi dan Daya Mineral (ESDM).

Hal tersebut seharusnya dapat menjadi pembelajaran. Sebelum pemerintah menaikkan harga BBM, sebaiknya mencermati beberapa poin seperti tingkat inflasi dan daya beli masyarakat.

Konsumsi masyarakat Indonesia berkontribusi sebanyak 50% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sehingga jika inflasi meninggi tentunya akan membatasi konsumsi masyarakat dan ikut mengerek turun PDB.

Sinyal-sinyal kenaikan harga BBM Pertalite ini sudah sering mencuat, baik itu dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia.

"Harga Pertamax keekonomian Rp 15.150 namun di eceran masih Rp 12.500 per liter. Dan Pertalite keekonomiannya Rp 13.150 tapi ecerannya Rp 7.650 per liter," ungkap Menko Airlangga dalam Konferensi Pers Nota Keuangan dan RUU APBN 2023, Selasa (16/8/2022) lalu.

Menko Airlangga juga membandingkan harga BBM Pertalite dan Pertamax di RI yang masih jauh di bawah harga BBM dari negara-negara tetangga. Misalnya saja Thailand yang menjual BBM dengan harga Rp 19.500 per liter. Kemudian Vietnam Rp 16.645 per liter dan Filipina mencapai Rp 21.352 per liter.

Adapun Bahlil menyadari bahwa kenaikan harga BBM di dalam negeri bisa menimbulkan gejolak di masyarakat. Namun demikian, kondisi keuangan negara dalam menahan kenaikan harga BBM sudah terbata-bata.

"Saya menyampaikan sampai kapan APBN kita akan kuat menghadapi subsidi yang lebih tinggi, jadi tolong teman-teman sampaikan juga kepada rakyat bahwa rasa-rasanya sih untuk menahan terus dengan harga BBM seperti sekarang feeling saya harus kita siap-siap kalau katakanlah kenaikan BBM itu terjadi," kata Bahlil.

Meski dirasa memberatkan rakyat, tetapi kenaikan harga BBM Pertalite tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap pasar keuangan Indonesia. Bahkan, investor luar negeri diperkirakan akan 'happy' dengan kebijakan ini.

Bahana Sekuritas dalam catatannya kepada investor mengungkapkan bahwa banyak investor saham dan obligasi yang memperkirakan koreksi pasar dari kenaikan harga BBM akan bersifat sementara.

"Walaupun kebijakan tersebut dapat meningkatkan inflasi, menaikkan suku bunga, dan merugikan konsumsi rumah tangga dalam jangka pendek, kebijakan tersebut akan menghilangkan kebijakan mengantung yang membuat orang asing enggan membeli aset dalam rupiah," papar Kepala Ekonom Bahana Sekuritas, Putera Satria Sambijantoro dan tim dalam tulisan risetnya, Jumat (26/8/2022) lalu.

Sejauh ini, investor asing memandang bahwa rendahnya inflasi di Indonesia sebagai hal yang artificial karena pemerintah mengelontorkan subsidi 'jumbo' untuk mengamankan harga energi.

Pandangan ini melekat karena Indonesia telah menjadi negara pengimpor minyak bersih yang secara konsisten mencatat defisit fiskal dan menghabiskan lebih dari 15% pendapatan negaranya hanya untuk mensubsidi bahan bakar.

Satria dan tim mengarisbawahi perihal konsensus pasar yang meyakini jika inflasi Indonesia melampaui antara 6% atau bahkan 7% akibat kenaikan harga bahan bakar, setiap aksi jual aset rupiah dapat diredam.

Lebih lanjut, Satria juga melihat kenaikan harga BBM akan menekan yield obligasi, sementara pasar saham diperkirakan menguat setelah pengumuman.

"Kami melihat kenaikan harga bahan bakar sangat penting untuk menarik kembali investor ke pasar obligasi rupiah, yang telah mencatat arus keluar asing bersih selama tiga tahun berturut-turut," tegasnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rahasia yang Buat Harga BBM 3 Negara Tak Sampai Rp1.000/liter

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular