Minyak Mentah! Bikin Beberapa Negara Kaya, Banyak Yang Merana

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
26 August 2022 18:55
Sebuah papan harga kosong dengan nol menunjukkan bahwa tidak ada gas tersedia di pompa bensin Total, karena lebih dari dua minggu rompi kuning panjang protes atas kenaikan pajak bahan bakar berdampak pada cadangan dan distribusi bahan bakar, di Nantes, Prancis, 4 Desember 2018. REUTERS / Stephane Mahe
Foto: Sebuah papan harga kosong dengan nol menunjukkan bahwa tidak ada gas tersedia di pompa bensin Total, karena lebih dari dua minggu rompi kuning panjang protes atas kenaikan pajak bahan bakar berdampak pada cadangan dan distribusi bahan bakar, di Nantes, Prancis, 4 Desember 2018. REUTERS / Stephane Mahe

Jakarta, CNBC Indonesia - Kenaikan pada harga minyak mentah dunia, nyatanya tidak selamanya berdampak buruk terhadap perekonomian negara-negara di dunia. Lantas, negara mana saja yang mendapatkan untung dari kenaikan harga minyak mentah?

Melansir data British Petroleum (BP) Statistical Review of World Energy 2022, AS merupakan negara produsen minyak mentah terbesar di dunia, di mana dapat memproduksi sebanyak 711,1 juta ton yang setara dengan 16,8% dari total produksi dunia pada 2021. Sedangkan, Rusia dan Arab Saudi berkontribusi masing-masing sebesar 12,7% dan 12,2% dari total produksi dunia.

US Energy Information Administration melaporkan produksi minyak mentah AS stabil berada di sekitar 11 juta/barel sejak Oktober 2021 hingga Mei 2022. Namun, nilai ekspor kian bertambah, menandakan adanya kenaikan pada harga minyak mentah dunia. Sehingga nilai ekspor AS pun kian meningkat.

Bahkan, pada Mei 2022, produksi minyak mentah AS mengalami penurunan dari 11,6 juta/barel ke 11,5 juta/barel. Namun, nilai ekspor bertambah dari US$ 9.2 juta menjadi US$ 10,4 juta.

Namun, dari sisi konsumsi, AS juga menempati urutan pertama sebagai konsumen minyak mentah terbesar di dunia. Sehingga, pasokan minyak mentah dunia yang kian berkurang karena sanksi ekonomi terhadap minyak mentah Rusia, kian menurunkan persediaan minyak mentah dunia. Maka harga yang tinggi pada minyak mentah turut membebani dari sisi konsumsi, meskipun AS mendapat keuntungan dari sisi ekspor.

Ternyata tidak hanya AS, negara lain pun ada yang ikut ketiban durian runtuh dari naiknya harga minyak mentah dunia.

Contohnya Rusia, meski sektor energinya di embargo Amerika Serikat dan Sekutu, nyatanya pendapatan dari ekspornya justru melonjak. 

Di kuartal II-2020, current account Rusia tercatat sebesar US$ 70,1 miliar, lebih tinggi dari rekor kuartal sebelumnya US$ 68,38 miliar.

Sementara itu Bank sentral Rusia (Central Bank of Russia/CBR) pada Selasa (9/8/2022) melaporkan pada periode Januari - Juli, current account mencatat surplus US$ 166 miliar atau sekitar Rp 2.473 triliun (kurs Rp 14.900/US$).

Estimasi tersebut lebih dari tiga kali lipat dari periode yang sama tahun 2021 senilai US$ 50 miliar, menurut CBR.

Arab Saudi juga mendapat berkah dari minyak mentah di kuartal II-2022 pendapatan dari ekspor minyak tercatat sebesar US$ 66,8 miliar, meroket 89% dari periode yang sama tahun lalu. Sementara sepanjang semester I-2022, pendapatannya sebesar US$ 116 miliar, melesat 75% dari semester I-2021

Selain itu, Iraq yang merupakan anggota dari negara OPEC+ dan termasuk negara produsen minyak mentah dunia. Ketika sanksi ekonomi terhadap minyak Rusia, OPEC+ berjanji untuk meningkatkan produksi hingga 648 ribu barel per hari, untuk mengisi kekosongan pasokan minyak dunia.

Bahkan, pada Maret 2022, ekspor minyak mentah mengalami peningkatan hingga mencapai US$ 11 juta dan menjadi nilai ekspor terbesar selama lima dekade karena ditopang oleh harga minyak mentah dunia yang melambung.

Ekspor minyak mentah berkontribusi sebanyak 90% dari pertumbuhan ekonominya, sehingga ekspor yang melonjak akan mendorong pemulihan ekonominya.

Diketahui, PDB Iraq pada 2020 sempat mengalami kontraksi hingga -15,7% karena dihantam pandemi Covid-19 dan penurunan pada harga minyak mentah. Namun, seiring meningkatnya ekspor dan harga minyak mentah dunia yang melesat, berhasil membawa PDB Iraq untuk keluar dari zona kontraksi dan berada di 5,9% pada 2021.

Pada 2022, The World Bank pada laporannya berjudul "Iraq Economic Monitor: Spring 2022" memprediksikan pertumbuhan ekonomi Iraq di akhir tahun ini akan menyentuh 8,8% karena adanya peningkatan produksi dan ekspor pada minyak mentah.

Sanksi yang diberikan Amerika Serikat dan sekutu ke Rusia membuat harga minyak mentah melambung. Krisis energi pun melanda hingga membuat inflasi semakin meninggi.

Kenaikan harga komoditas dunia tentunya dapat menekan ekonomi dari negara-negara yang bergantung dengan impor. Negara-negara di Eropa sudah merasakannya, krisis energi, inflasi yang tinggi juga melanda.

Inflasi di Jerman sendiri pada bulan Juli tercatat sebesar 7,5% yang merupakan level tertinggi dalam 40 tahun terakhir, sementara di zona euro sebesar 8,9% yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa.

Kemudian Kantor Statistik Nasional (ONS) melaporkan angka inflasi Inggris pada Juli 2022 yang kembali menyentuh level tertingginya hingga 10,1% secara tahunan (yoy). Angka inflasi tersebut menjadi yang tertinggi sejak 40 tahun. Kondisi tersebut dipicu oleh lonjakan harga makanan dan energi.

Inflasi inti, yang tidak termasuk energi, makanan, alkohol dan tembakau, mencapai 6,2% pada tahun ini hingga Juli 2022. Naik dari 5,8% pada Juni dan di depan proyeksi 5,9%.

Melansir BBC, harga solar di Inggris telah naik hingga £2.50/liter di Juni 2022. Simon Williams dari Grup RAC mengatakan bahwa harga tersebut sebagai salah satu yang tertinggi di Inggris.

"Setiap hari sepertinya menjadi rekor baru," tutur Williams.

Jika dibandingkan pengisian penuh setiap jenis kendaraan di Inggris pada tahun ini, mengalami lonjakan yang cukup tinggi ketimbang periode yang sama pada 2021.

Untuk jenis kendaraan Supermini yang hanya membutuhkan 40 liter bahan bakar pada 2021 di banderol dengan £51,81. Namun, pada tahun ini, para pengendara mobil harus merogoh kocek hingga £72,92, sehingga harus membayar lebih sekitar £21,11 untuk mengisi penuh tangkinya.  Hal tersebut juga berlaku pada kendaraan jenis lainnya yang membutuhkan tangki bahan bakar lebih banyak.

UK Petrol priceSumber: bbc news

Bahkan, beberapa analis memprediksikan Inggris akan masuk ke dalam zona stagflasi. Seperti yang telah diketahui, tertekannya kondisi finansial, krisis energi, hingga pangan berujung pada kekhawatiran resesi. Stagflasi adalah kondisi di mana pertumbuhan ekonomi cenderung stagnan bahkan turun, dibarengi dengan inflasi yang tinggi.

Perang yang terjadi antara Rusia-Ukraina mengancam pemulihan ekonomi global yang sedang berlangsung setelah dua tahun pandemi. Harga energi dan pangan melonjak karena dua negara ini merupakan pengekspor komoditas besar yang berujung pada "membuat hidup lebih sulit bagi banyak orang di seluruh dunia".

Inflasi yang merajalela kemudian akan memotong belanja konsumen dan pendapatan perusahaan. Ditambah lagi dengan naiknya harga energi yang diperburuk oleh serangan Rusia ke Ukraina sejak Februari 2022 lalu membuat perekonomian Inggris pun terganggu.

Hal tersebut tercermin pada rilis PDB Inggris pada kuartal II-2022 yang terkontraksi hingga minus 0,1%. Angka tersebut menurun dari kuartal sebelumnya, yang masih tumbuh 0,8%.

Bahkan pada awal Agustus 2022, Bank of England (BOE) memperingatkan bahwa kemungkinan ekonomi Inggris akan memasuki resesi terpanjang sejak krisis keuangan global, hingga pada kuartal IV 2022. Sementara, inflasi diproyeksikan mencapai puncaknya di atas 13% pada Oktober 2022.

Sri Lanka menjadi contoh yang paling parah. Ketergantungan impor menjadi salah satu penyebab Sri Lanka tak mampu membayar utangnya hingga mengalami krisis ekonomi dan bangkut.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aaf/aaf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tak Tunduk Dengan Amerika, OPEC+ Pangkas Produksi Minyak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular