BI Beraksi! Bakal Ikuti The Fed Agresif Kerek Suku Bunga?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
24 August 2022 18:15
Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Agustus 2022. (Tangkapan Layar Youtube BI)
Foto: Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Agustus 2022. (Tangkapan Layar Youtube BI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam beberapa bulan terakhir, banyak muncul suara-suara agar Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga. Sebab, bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) sangat agresif dalam menaikkan suku bunga.

Meski demikian, Gubernur BI Perry Warjio dan kolega masih enggan menaikkan suku bunga. Perry selalu menegaskan kenaikan suku bunga The Fed tidak perlu direspon BI dengan ikut mengerek BI 7 Day Reverse Repo Rate.

Perry selalu menegaskan, BI akan mengerek suku bunga jika inflasi inti sudah menunjukkan peningkatan.

Namun, pada pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) kemarin, BI memberikan kejutan dengan menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin.

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 22-23Agustus2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,5%," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam jumpa pers usai RDG, Selasa (23/8/2022).

Dengan BI yang akkhirnya "pecah telor" setelah 18 bulan menahan suku bunganya, kini muncul pertanyaan apakah akan agresif juga seperti The Fed.

Seperti diketahui, The Fed sudah 4 kali menaikkan suku bunga dengan total 225 basis poin menjadi 2,25% - 2,5%.

Perry mengungkapkan kenaikan ini merupakan langkah pre-emptive dan forward looking untuk menjangkar ekspektasi inflasi inti akibat kenaikan BBM nonsubsidi dan volatile food.

"Keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi risiko peningkatan inflasi inti dan ekspektasi inflasi akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non-subsidi dan inflasivolatile food, serta memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah pertumbuhan ekonomi domestik yang semakin kuat," papar Perry.

BI menilai perkembangan inflasi pada tahun ini dan tahun depan berpotensi melebihi batas yang ditetapkan BI yakni 3 plus minus 1 persen.

Perry mengatakan, inflasi umum pada keseluruhan 2022 diperkirakan akan mencapai 5,2%. Sementara inflasi inti diperkirakan bisa menembus level 4,15%.

Revisi proyeksi inflasi tersebut menjadi alasan utama BI menaikkan suku bunga. Perry juga menegaskan ke depannya kebijakan yang akan diambil akan tergantung dari perkembangan inflasi inti.

Belum jelas apakah BI akan agresif atau tidak. Tetapi jika melihat sikapnya sepanjang tahun ini, The Fed kemungkinan besar tidak akan agresif seperti The Fed, kecuali jika ada lonjakan inflasi inti.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro dalam catatannya, Selasa (23/8/2022), mengatakan BI masih berpeluang menaikkan suku bunga sebanyak 50 basis poin lagi.

"Secara keseluruhan, kami melihat BI masih memiliki ruang untuk menaikkan BI-7DRRR hingga 50 bps (maksimal 4,25%) di sisa tahun 2022," paparnya.

Hal senada diungkapkan kkonom Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto memandang siklus pengetatan kebijakan moneter akan berlanjut dengan kenaikan suku bunga BI lanjutan.

Dia memperkirakan suku bunga BI bisa kembali naik 25 bps menjadi 4,0%, berdasarkan ekspektasi inflasi yang lebih tinggi.

"Kami percaya dua kenaikan suku bunga kebijakan tahun ini akan cukup untuk mengelola inflasi sambil mempertahankan pemulihan ekonomi pada saat yang sama," ujarnya.

Sementara itu, kepala ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro melihat BI akan lebih agresif.

"Perubahan cepat ini, dalam pandangan kami, berarti BI mungkin mengetahui sesuatu yang tidak diketahui pasar, khususnya terkait dengan kebijakan pemerintah yang mendorong inflasi, dengan pembuat kebijakan moneter-fiskal di sini terkenal dengan koordinasi mereka yang ketat," kata Satria.

Dia memandang sinyal penyesuaian harga bahan bakar Pertalite ini mungkin sangat curam, sesuatu yang mungkin tidak sepenuhnya diperhitungkan oleh BI dan pasar.

Untuk menopang ekspektasi inflasi secara efektif, Satria menilai pengetatan moneter apapun harus dipercepat.

"Kami sekarang mengharapkan kenaikan suku bunga 75 bps lebih lanjut, yakni kenaikan 50-bps pada pertemuan moneter berikutnya setelah penyesuaian harga bahan bakar (kemungkinan bulan depan) diikuti oleh 25 bps lagi pada Oktober atau November, sehingga membuat BI rate akhir tahun menjadi 4,50%," katanya.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BI: Inflasi Rendah, Kami Tidak Buru-buru Naikkan Suku Bunga

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular