Dolar Singapura Tak Tumbang Meski BI Kerek Bunga Acuan

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
24 August 2022 14:50
Ilustrasi dolar Singapura (CNBC Indonesa/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Singapura (CNBC Indonesa/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura masih mampu menguat melawan rupiah sejak Selasa kemarin, padahal Bank Indonesia (BI) memberikan kejutan dengan mengerek suku bunga acuannya.

Penguatan dolar Singapura masih berlanjut pada perdagangan Rabu (24/6/2022), pada pukul 12:21 WIB berada di kisaran Rp 10.664/SG$, menguat 0,1% di pasar spot melansir data Refinitiv.

Seperti diketahui, Gubernur BI Perry Warjiyo dan kolega menaikkan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin.

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 22-23 Agustus 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,5%," ungkap Perry dalam jumpa pers usai RDG BI Agustus, Selasa (23/8/2022).
Inflasi yang diprediksi meningkat menjadi salah satu alasan BI menaikkan suku bunga.

BI memperkirakan inflasi umum pada keseluruhan 2022 akan mencapai 5,2%. Sementara inflasi inti diperkirakan bisa menembus level 4,15%.

"Pada akhir tahun ini bisa lebih tinggi 4,15% itu adalah inflasi inti dan dengan perkembangan itu, inflasi IHK di atas 5% atau 5,24%," jelasnya.

Meski suku bunga dinaikkan dan inflasi meningkat, BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi masih akan tinggi.

"(Pertumbuhan ekonomi kuartal II-2022) sudah tinggi yaitu 5,44%, ini lebih tinggi dari perkiraan BI yang 5,1%. Pada kuartal III-2022 juga tinggi, bahkan bisa lebih tinggi dari kuartal II-2022," kata Perry.

Meski demikian, rupiah belum sanggup membuat dolar Singapura tumbang. Kemarin, mata uang Negeri Merlion ini menguat tipis 0,09%, meski sempat turun ke level terendah 2 bulan di kisaran Rp 10.611/SG$.

Kuatnya dolar Singapura tidak lepas dari rilis data inflasi yang semakin tinggi. Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) Singapura dilaporkan tumbuh 7% year-on-year (yoy) pada Juli, yang merupakan level tertinggi dalam 14 tahun terakhir, tepatnya sejak Juni 2008. Inflasi inti juga melesat 4,8% (yoy) dari Juni sebesar 4,4%.

Kenaikan inflasi tersebut membuat Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) semakin kuat diprediksi akan kembali mengetatkan kebijakan moneternya.

Bank investasi Barclays mengatakan untuk meredam inflasi, nilai tukar dolar Singapura perlu lebih kuat lagi. Artinya, dolar Singapura bisa semakin mahal jika kebijakan tersebut yang diambil MAS.

"Framework dolar Singapura dimaksudkan untuk memperlambat ekspor, sebab dolar Singapura akan terapresiasi merespon kebijakan moneter, dan secara natural akan memperlambat perekonomian," kata Brian Tan, ekonom regional senior di Barclays, sebagaimana dilansir CNBC International, pertengahan bulan lalu.

Penguatan dolar Singapura sudah pasti akan membuat ekspor, yang merupakan motor penggerak ekonomi, melambat, tetapi menurut Tan hal itu menjadi faktor yang "tepat" yang dibutuhkan Singapura untuk meredam inflasi.

MAS pada bulan lalu sudah menyatakan akan mengambil langkah lebih lanjut guna melawan inflasi. Para ekonom melihat MAS akan kembali mengetatkan kebijakannnya pada Oktober nanti, yang bisa memicu penguatan dolar Singapura.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Singapura Bebas Masker di Luar Ruangan, Dolarnya Menguat Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular