AS & Sekutu Salah Perhitungan! Rusia Cuan Jumbo Dari Perang

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
24 August 2022 07:35
Jerman
Foto: Reuters

Eropa kini semakin dihantui oleh resesi hingga stagflasi. Sebab, inflasi yang diperkirakan terus meroket akibat mahalnya harga energi.

Kondisi tersebut bisa lebih parah setelah Rusia akan menghentikan lagi penyaluran gas melalui, pipa Nord Stream 1.

Hal itu akan berlangsung dari 31 Agustus hingga 2 September. Perusahaan gas Rusia, Gazprom mengatakan ada masalah teknis dengan satu-satunya kompresor pipa yang tersisa membutuhkan perbaikan lagi.

Rusia memang telah secara drastis mengurangi pasokan gas alam ke Eropa dalam beberapa pekan terakhir. Aliran melalui pipa Nord Stream 1 yang saat ini beroperasi hanya 20% dari volume yang disepakati.

Moskow sendiri terus menyalahkan peralatan yang rusak dan tertunda atas penurunan tajam pasokan gas. Namun sejumlah negara seperti Jerman, sudah dengan lantang menyebut, hal ini sebagai manuver politik, merespon berbagai sanksi yang diberikan ke Rusia.

Dihentikannya pasokan tersebut membuat harga gas kembali melambung yang bisa mempertinggi inflasi.

Inflasi yang tinggi menggerus daya beli masyarakat, sementara suku bunga yang tinggi akan menunda ekspansi dunia usaha. Alhasil, perekonomian akan menjadi gelap.

Presiden Bundesbank, Joachim Nagel, memprediksi inflasi akan menembus dobel digit dan ke level tertinggi dalam 70 tahun terakhir. Harga listrik di Jerman mencatat rekor tertinggi sepanjang masa, naik tujuh kali lipat dibandingkan tahun lalu. Penyebabnya, harga gas yang meroket 10 kali lipat.

Inflasi di Jerman sendiri pada bulan Juli tercatat sebesar 7,5% yang merupakan level tertinggi dalam 40 tahun terakhir, sementara di zona euro sebesar 8,9% yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa. Inflasi di Inggris bahkan sudah menembus dua digit.

Amerika Serikat juga menghadapi masalah serupa, meski pada bulan Juli inflasinya mulai menurun menjadi 8,5%, tetapi belum bisa dipastikan apakah akan berlanjut atau berbalik menanjak lagi.

Nagel mengatakan suku bunga harus terus dinaikkan guna meredam inflasi meski risiko resesi semakin besar.

"Masalah inflasi tidak akan hilang di 2023. Disrupsi supply, tensi geopolitik masih akan berlanjut. Sementara Rusia mengurangi pasokan gas dengan drastis, harga gas alam dan listrik sudah naik lebih tinggi dari perkiraan," kata Nagel, sebagaimana dilansir Financial Times, Minggu (21/8/2022).

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular