
BI Naikkan Suku Bunga, Harga SBN Kembali Melemah

Jakarta, CNBCIndonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup melemah pada perdagangan Selasa (23/8/2022), setelah Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuannya pada hari ini.
Mayoritas investor cenderung melepas SBN pada hari ini, ditandai dengan naiknya yield di hampir seluruh tenor. Hanya SBN tenor 3 tahun yang ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield.
Melansir data dari Refinitiv, SBN tenor 3 tahun melandai 8,5 basis poin (bp) ke posisi 6% pada perdagangan hari ini.
Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara naik tipis 0,1 bp ke posisi 7,156%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Pada hari ini, BI merilis hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) selama dua hari. Hasilnya pun mengejutkan pasar. Gubernur BI, Perry Warjiyo dan koleganya di luar ekspektasi menaikkan suku bunga acuan.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 22-23 Agustus 2022 memutuskan untuk menaikkan BI-7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bp) menjadi 3,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,5%," ungkap Perry dalam jumpa pers usai RDG, Selasa (23/8/2022).
Hasil RDG ini di luar dengan ekspektasi pasar. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia menyatakan bahwa mayoritas responden memperkirakan MH Thamrin masih mempertahankan suku bunga acuan.
Dari 15 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut, 13 memproyeksi BI akan mempertahankan suku bunga acuan di 3,5%. Dua lainnya memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bp menjadi 3,75% pada bulan ini.
Perry mengungkapkan kenaikan ini merupakan langkah preemptive dan forward looking untuk menjangkar ekspektasi inflasi inti akibat kenaikan BBM nonsubsidi dan volatile food.
Selain itu, keputusan ini dilakukan dalam rangka memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai fundamental dengan tingginya ketidakpastian global yang semakin kuat.
"Naik 25 bp jadi 3,75% untuk sinergi menjaga stabilitas dan memperkuat pemulihan ekonomi nasional," tegas Perry dalam paparan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Agustus 2022.
BI menyebut tekanan inflasi pada tahun ini akan meningkat sejalan dengan kenaikan harga komoditas dan energi dunia. Bahkan, inflasi tahun ini diperkirakan akan melebihi batas yang diperkirakan bank sentral.
"Tekanan inflasi meningkat karena harga komoditas pangan dan energi global," kata Perry.
Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), yield obligasi pemerintah (US Treasury) bergerak cenderung melandai pada perdagangan pagi hari ini waktu setempat, karena investor memantau kumpulan data ekonomi baru dan menanti simposium ekonomi Jackson Hole pada akhir pekan ini.
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury berjangka pendek yakni tenor 2 tahun turun 0,6 bp ke posisi 3,331% pada hari ini pukul 07:00 waktu setempat, dari sebelumnya pada perdagangan Senin kemarin di 3,337%.
Sedangkan untuk yield Treasury tenor 10 tahun yang merupakan acuan obligasi negara AS juga melandai 1,5 bp ke 3,02% pada hari ini, dari sebelumnya pada perdagangan kemarin di 3,035%.
Investor mengantisipasi komentar terbaru dari Ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Jerome Powell tentang inflasi di simposium ekonomi tahunan Jackson Hole yang akan digelar pada Kamis hingga Jumat pekan ini.
The Fed mengindikasikan bahwa mereka akan terus menaikkan suku bunga sampai inflasi melambat secara signifikan.
Di lain sisi, investor di AS juga menanti rilis data ekonomi Negeri Paman Sam pada hari ini, seperti data flash reading dari aktivitas manufaktur (PMI manufaktur) periode Agustus 2022 dan data penjualan rumah baru periode Juli 2022.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi