
Bursa Asia Keok, IHSG Perkasa Hadapi Kejutan BI Rate

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup berjatuhan pada perdagangan Selasa (23/8/2022), di tengah meningkatnya kekhawatiran investor terhadap prospek kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS).
Hanya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ditutup di zona hijau pada hari ini, yakni melesat 0,78% ke posisi 7.163,265.
Sedangkan sisanya ditutup di zona merah. Indeks Nikkei Jepang ditutup ambles 1,19% ke posisi 28.452,75, Hang seng Hong Kong terkoreksi 0,78% ke 19.503,25, Shanghai Composite China turun tipis 0,05% ke 3.276,22, ASX 200 Australia ambrol 1,21% ke 6.961,8, Straits Times Singapura melemah 0,5% ke 3.246,21, dan KOSPI Korea Selatan tergelincir 1,1% menjadi 2.435,34.
Dari Singapura, inflasi pada Juli lalu dilaporkan kembali melonjak. Inflasi dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) Negeri Singa pada bulan lalu dilaporkan tumbuh 7% secara tahunan (year-on-year/yoy), yang merupakan level tertinggi dalam 14 tahun terakhir, tepatnya sejak Juni 2008. Inflasi inti juga melesat 4,8% (yoy), dari Juni sebesar 4,4%.
Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) melaporkan, kenaikan inflasi tersebut akibat tingginya harga makanan, listrik dan gas.
Harga listrik dilaporkan melesat 24% dibandingkan tahun lalu, lebih tinggi dari kenaikan Juni 20%. Kemudian harga makanan naik 6,1% (yoy), juga lebih tinggi dari bulan sebelumnya 5,4% (yoy).
Meski inflasi terus menanjak, MAS masih mempertahankan proyeksi inflasinya di tahun ini. Untuk inflasi inti diperkirakan sebesar 3% - 4%, dan inflasi headline sebesar 5% - 6%.
MAS pada bulan lalu sudah menyatakan akan mengambil langkah lebih lanjut guna melawan inflasi. Para ekonom melihat MAS akan kembali mengetatkan kebijakannya pada Oktober nanti.
Sementara itu dari Jepang, data flash reading atau data awal dari aktivitas manufaktur melambat ke level terendah 19 bulan, karena pesanan baru terus menurun.
Data flash reading aktivitas manufaktur yang tergambarkan pada Purchasing Manager's Index (PMI) versi Jibun Bank pada periode Agustus 2022 dilaporkan turun menjadi 51, dari sebelumnya pada Juli lalu di angka 52,1.
Tak hanya Jepang saja yang merilis data flash reading PMI manufaktur periode bulan ini, di Australia juga dirilis pada hari ini.
Data flash reading PMI manufaktur Australia versi Global S&P pada periode bulan ini terpantau turun menjadi 54,5, dari sebelumnya di angka 55,7 pada bulan lalu.
Meski mengalami penurunan, tetapi PMI manufaktur Jepang dan Australia masih berada di zona ekspansi.
PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi, sementara di atasnya ekspansi.
Namun, investor di Asia-Pasifik sebagian besar khwatir dengan prospek kenaikan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Investor hingga saat ini masih mengantisipasi komentar terbaru Ketua The Fed, Jerome Powell tentang kondisi inflasi dan potensi kenaikan suku bunga dalam simposium ekonomi tahunan bank sentral AS yang akan di helat di Jackson Hole, Wyoming mulai dari Kamis hingga Jumat pekan ini.
Saat ini, prediksi pasar cenderung terbelah, di mana ada yang memperkirakan The Fed akan menaikkan kembali suku bunga acuannya sebesar 50 bp pada pertemuan September mendatang, ada juga yang memperkirakan kenaikan 75 bp.
Berdasarkan perangkat CME FedWatch, peluang kenaikan suku bunga acuan AS sebesar 50 bp ke 2,75-3% adalah 58,5%. Sementara kemungkinan kenaikan 75 bp adalah 41,5%.
The Fed telah menaikkan suku bunga acuan 225 bp sepanjang tahun ini. Namun, The Fed diperkirakan belum akan melunak. Dalam rapat bulan depan, Ketua Jerome 'Jay' Powell dan rekan hampir pasti akan kembali menaikkan Federal Funds Rate (FFR).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam
