Bank Sentral Rusia-China Babat Suku Bunga, BI Bisa Ikutan?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Selasa, 23/08/2022 11:55 WIB
Foto: Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo Memberikan Keterangan Pers Mengenai Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Mei 2022. (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Selasa (23/8/2022) siang nanti. Jika melihat kebijakan yang diambil bank sentral di dunia, mayoritas saat ini menaikkan suku bunga guna meredam inflasi, dan ada beberapa yang justru memangkasnya guna memacu pertumbuhan ekonomi.

BI sejauh ini masih berada di tengah, menahan suku bunga guna mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi, begitu juga menjaga inflasi tidak terlalu tinggi.
Bank sentral Amerika Serikat (AS) dan negara Barat lainnya, menjadi yang agresif menaikkan suku bunga. Beberapa bank sentral negara maju, seperti Australia juga melakukan hal yang sama.

Di sisi sebaliknya, ada bank sentral Rusia, China dan Turki yang justru memangkas suku bunganya.


Bank sentral Rusia (Central Bank of Russia/CBR) dan bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) memangkas suku bunga guna memacu perekonomian. CBR sebenarnya bermanuver di tahun ini, ketika Barat memberikan sanksi ke Rusia akibat perang dengan Ukraina, suku bunga langsung dikerek naik dari 9,5% menjadi 20%. Sebabnya, nilai tukar rubel yang jeblok ke rekor terlemah sepanjang sejarah melawan dolar AS, dan inflasi yang meroket.

Langkah cepat CBR dan kebijakan capital control Presiden Vladimir Putin serta surplus transaksi berjalan yang mencetak rekor membuat rubel berbalik menguat ke bawah RUB 60/US$, yang merupakan level terkuat dalam 7 tahun terakhir, dan menjadi mata uang terbaik di dunia.

Penguatan tajam rubel membuat inflasi terkendali, dan CBR mulai memangkas suku bunganya guna memacu perekonomian. Pada Juli lalu, bank sentral pimpinan Elvira Nabiullina ini memangkas suku bunga sebesar 150 basis poin menjadi 8%, lebih rendah ketimbang sebelum perang terjadi.

Sementara itu PBoC, Senin kemarin juga memangkas suku bunganya guna memacu pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan tanda-tanda pelambatan akibat kebijakan lockdown yang masih diterapkan.

PBoC memangkas suku bunga acuannya loan prime rate (LPR) tenor 1 tahun menjadi 2,65% dari sebelumnya 3,7%. Sementara LPR tenor 5 tahun dipangkas menjadi 4,3% dari sebelumnya 4,45%.

Pada pekan lalu, PBoC juga memangkas suku bunga medium term lending facility (MLF) tenor 1 tahun sebesar 10 basis poin untuk beberapa institusi finansial.

Sementara itu bank sentral Turki (Central Bank of Republic Turkey/CBRT) sedkit berbeda. Dengan inflasi yang nyaris menembus 80%, CBRT justru dipangkas sebesar 100 basis poin menjadi 13% pada pekan lalu.

Lazimnya, ketika inflasi tinggi bank sentral akan menaikkan suku bunga, tetapi CBRT kebalikannya.

Kebijakan tersebut bermula dari pandangan Presiden Recep Tayyip Erdogan jika suku bunga tinggi merupakan "biangnya setan". Erdogan mempercayai suku bunga tinggi malah akan memperburuk inflasi.

Banyak yang menyebut CBRT tidak punya independensi. Erdogan terus mengintruksikan suku bunga untuk dipangkas sejak tahun 2020 lalu. Gubernur CBRT yang tidak mengikuti instruksinya akan langsung dicopot.

"Jelas CBRT mendapat instruksi dari Presiden Erdogan, yang memiliki pandangan tidak lazim mengenai dasar "model ekonomi baru" dengan suku bunga rendah," kata Jason Tuvey, ekonom emerging market senior di Capital Economics di London.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> BI Bisa Ikutan?


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: PBOC Tahan Suku Bunga Acuan Pinjaman, Tidak Berubah di Juni

Pages