Rupiah Jeblok 5 Hari Beruntun, Pak Perry Bisa Bantu?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
23 August 2022 07:20
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sudah 5 hari beruntun tidak pernah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS). Pelemahannya juga cukup besar, sekitar 1,5% dan berada di Rp 14.885/US$.

Isu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) Pertalite menjadi pemicu pelemahan rupiah. Sementara pada perdagangan Selasa (23/8/2022), pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) menjadi perhatian utama.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menunjukkan sebagian besar lembaga/institusi memproyeksikan Gubernur BI Perry Warjiyo dan kolega akan mempertahankan suku bunga acuan di 3,5%.

Dari 12 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut, 10 memproyeksi BI akan mempertahankan suku bunga acuan di 3,50%. Dua lainnya memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps menjadi 3,75% pada bulan ini.

Suku bunga acuan sebesar 3,5% sudah berlaku sejak Februari 2021 atau 18 bulan terakhir.

Ekonom Bank Danamon Irman Faiz mengatakan inflasi inti dan stabilitas rupiah masih terkendali. Kondisi ini menjadi modal bagi BI dalam mempertahankan suku bunga acuan pada bulan ini.

"Data inflasi inti dan pergerakan rupiah cenderung masih dalam appetite BI," tutur Irman, kepada CNBC Indonesia.

Meski demikian, jika Pertalite dinaikkan, maka ada kemungkinan BI akan menaikkan suku bunga guna meredam inflasi.

Irman mengatakan kenaikan suku bunga BI akan sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah terkait energi. Jika pemerintah menaikkan harga Pertalite maka hal tersebut bisa mengubah arah kebijakan BI.

"Kemungkinan bulan depan BI baru menyesuaikan jika inflasi inti naik di atas 3% atau Pertalite jadi dinaikkan oleh pemerintah," ujarnya.

Jika BI memberikan sinyal akan menaikkan suku bunga, rupiah tentunya akan lebih bertenaga.

Secara teknikal, pelemahan tajam rupiah pada pekan lalu membuatnya kembali ke atas Rp 14.730/US$, yang merupakan Fibonacci Retracement 61,8%. Pelemahan rupiah yang disimbolkan USD/IDR pun berlanjut Senin (22/8/2022) kemarin.

Fibonacci Retracement tersebut ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Namun, rupiah tertahan di sekitar resisten kuat Rp 14.885/US$ hingga Rp 14.890/US$ yang merupakan rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA50), yang membuatnya mampu memangkas pelemahan.

Sementara itu indikator Stochastic pada grafik harian sudah naik dari wilayah jenuh jual (oversold).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Stochastic bergerak naik tetapi belum mencapai wilayah jenuh beli, sehingga tekanan bagi rupiah masih cukup besar.

MA 50 menjadi resisten terdekat jika ditembus secara konsisten rupiah berisiko merosot ke Rp 14.930/US$, sebelum kembali mendekati Rp 15.000/US$.

Sementara selama bertahan di bawah MA 50, rupiah berpeluang menguat ke kisaran Rp 14.850/US$ hingga Rp 14.830/US$. Penembusan ke bawah level Rp 14.830 akan membuka peluang rupiah menguat menuju Rp 14.800/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Penyebab Rupiah Menguat 4 Pekan Beruntun, Terbaik di Asia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular