Bursa Asia Ditutup Merana, Kecuali Shanghai-STI

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
22 August 2022 17:53
A man is reflected on an electronic board showing a graph analyzing recent change of Nikkei stock index outside a brokerage in Tokyo, Japan, January 7, 2019. REUTERS/Kim Kyung-Hoon
Foto: Bursa Tokyo (REUTERS/Kim Kyung-Hoon)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup terkoreksi pada perdagangan Senin (22/8/2022) awal pekan ini, karena kekhawatiran investor akan pengetatan kembali kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) kembali muncul.

Hanya indeks Shanghai Composite China dan Straits Times Singapura yang ditutup di zona hijau pada hari ini. Indeks Shanghai ditutup menguat 0,6% ke posisi 3.277,79, sedangkan Straits Times berakhir terapresiasi 0,49% menjadi 3.262,57.

Sedangkan sisanya ditutup di zona merah. Indeks Nikkei Jepang ditutup melemah 0,47% ke posisi 28.794,5, Hang seng Hong Kong terkoreksi 0,59% ke 19.656,98, ASX 200 Australia tergelincir 0,95% ke 7.046,9, KOSPI Korea Selatan ambles 1,21% ke 2.462,5, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot 0,9% menjadi 7.107,98.

Dari China, bank sentral (People Bank of China/PBoC) memutuskan untuk kembali memangkas suku bunga acuan pinjamannya (Loan Prime Rite/LPR) pada hari ini, di mana untuk LPR tenor 1 tahun dipangkas menjadi 3,65%, sedangkan LPR tenor 5 tahun dipangkas menjadi 4,3%.

Angka LPR China tenor 1 lebih tinggi dari prediksi pasar dalam polling Trading Economics yang memperkirakan LPR 1 tahun dipangkas menjadi 3,6%, namun LPR tenor 5 tahun lebih rendah dari prediksi pasar yang memperkirakan dipangkas menjadi 4,35%.

Pada pekan lalu, PBoC juga memangkas suku bunga medium term lending facility (MLF) tenor 1 tahun sebesar 10 basis poin (bp) untuk beberapa institusi finansial.

Ketika suku bunga acuan dipangkas, artinya PBoC melihat masih adanya tanda-tanda perlambatan ekonomi di China.

Dengan pemangkasan suku bunga, perekonomian China yang saat ini masih terkena dampak karantina wilayah (lockdown) diharapkan akan kembali terpacu.

Tetapi pasar jadi khawatir, sebab China menerapkan kebijakan zero Covid, ketika kasus kembali naik maka lockdown akan kembali diterapkan. Sehingga pemangkasan suku bunga saja dirasa kurang cukup.

Hal ini menjadikan bank sentral Negeri Panda sebagai salah satu bank sentral yang masih bersikap dovish, di tengah banyak negara yang bank sentralnya sudah hawkish, demi menjinakan inflasi yang masih tinggi.

"Setelah penurunan suku bunga kecil ini dan kemungkinan pemotongan LPR berikutnya, ruang bagi PBoC untuk memangkas suku bunga akan sangat terbatas karena perbedaan suku bunga yang meningkat antara China dan AS dan menekan margin keuntungan untuk bank," kata Ting Lu, ekonom di Nomura, dikutip dari Reuters.

Di lain sisi, investor di Benua Kuning dan Benua Hijau kembali khawatir dengan potensi langkah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang masih akan menaikkan suku bunga acuannya di pertemuan September, meski inflasi sudah mulai melandai.

Kekhawatiran investor terjadi setelah komentar dari Presiden The Fed St. Louis, James Bullard yang mengindikasikan bahwa The Fed kemungkinan akan masih melanjutkan kenaikan suku bunga dalam waktu dekat, meredam harapan investor sebuah perlambatan dari kenaikan suku bunga.

Tak hanya Bullard saja, Presiden the Fed San Francisco, Mary Daly juga bersikap sama, di mana Bullard dan Daly mengatakan kenaikan 75 basis poin (bp) sangat terbuka pada September.

Bullard berharap suku bunga acuan bisa di bawa ke kisaran 3,75-4,00% pada akhir tahun ini. The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan sebesar 225 bp sepanjang tahun ini sehingga kini ada di kisaran 2,25%-2,50%.

"Inflasi masih sangat tinggi. Memang sedikit melandai tapi saya belum senang dengan itu. Saya tidak menghitung (penurunan inflasi Juli). Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan," tutur Daly, kepada CNN International.

The Fed sedang mempertimbangkan untuk kembali menaikan suku bunga besar pada rapat edisi September. Bullard mengatakan bahwa dia tidak dapat mengatakan dengan pasti bahwa inflasi telah mencapai puncaknya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular