Sandiaga Klaim Rusia Untung US$ 5 Miliar/Hari, Cek Faktanya!

Feri Sandria, CNBC Indonesia
23 August 2022 07:30
Infografis/Pengen Sepekan Cuan Rp 2 T? ini tips dari sandiaga Uno/Aristya Rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) RI, Sandiaga Salahuddin Uno, menyebut keuntungan dari naiknya harga minyak global merupakan alasan mengapa perang Rusia dengan Ukraina sejak 24 Februari 2022 tidak kunjung usai.

Menurut Sandiaga, meski Rusia menjual harga minyak di bawah harga pasar, negara yang dipimpin oleh Presiden Vladimir Putin ini tetap mendapat pemasukan mencapai US$ 6 miliar per hari dari kenaikan harga minyak.

Sandiaga juga menyebut biaya perang Rusia hanya sekitar US$ 1 miliar. Sehingga Negeri Beruang Merah itu mendapat profit sebanyak US$ 5 miliar. Bahkan dengan harga yang lebih murah 30% dari harga pasar internasional.

Pernyataan tersebut diungkapkan dalam kegiatan CEO Mastermind 7 yang potongan videonya diunggah di akun Instagram resmi milik Sandiaga.

[Gambar:Instagram]



Dalam cuplikan klip tersebut Sandiaga juga menyorot langkah India yang dinilai berhasil menangkap potensi pasar dan memperoleh keuntungan dari naiknya kuota impor minyak Rusia yang dibeli di bawah harga pasar.

Meskipun begitu Sandiaga juga menyebut bahwa ada kekhawatiran dari beberapa pihak terkait sanksi embargo dari Amerika Serikat (AS) ke Indonesia apabila mengikuti jejak India.

"Ada yang enggak setuju karena takut, 'wah nanti gimana di embargo ke Amerika Serikat', ya biarin aja lah kalau di embargo paling kita enggak bisa makan McDonald," sebut Sandiaga.

Meski terkesan meremehkan dampak embargo yang mungkin muncul, Sandiaga tetap mengungkapkan kekhawatiran akan dampak negatif bagi sistem perbankan.

Hal ini karena bank asal RI berpotensi didepak dalam sistem Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT) bila terkena sanksi ekonomi berat, sehingga Indonesia bisa tidak lagi bisa bertransaksi dengan dolar AS.

Lalu bagaimana fakta sebenarnya, apakah seluruh klaim Sandiaga Uno benar adanya?

Rusia untung dari energi fosil, tapi nilainya tidak sebesar klaim Sandiaga

Klaim keuntungan US$ 5 miliar sepertinya terlalu besar. Memang kenaikan harga komoditas - minyak mentah, gas alam dan batu bara - mampu meningkatkan pendapatan ekspor Rusia, namun nilainya tidak sebombastis klaim Sandiaga.

Studi dari Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA), mengungkapkan Rusia masih memperoleh pendapatan sebesar US$ 97 miliar dari ekspor bahan bakar fosil dalam 100 hari pertama konflik Ukraina, yakni sejak 24 Februari hingga 3 Juni.

Pendapatan ekspor energi fosil RusiaFoto: Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA)
Pendapatan ekspor energi fosil Rusia

Angka tersebut meningkat dari pendapatan harian sebelum perang, meskipun Rusia memperoleh sanksi dari blok barat. Hal ini karena meskipun kuantitas ekspor berkurang, kenaikan harga komoditas yang lebih tinggi mampu mengimbangi bahkan memberikan pendapatan lebih besar.

Data jauh lebih kecil dari klaim Sandiaga Uno yang menyebutkan Rusia "untung US$ 6 miliar/hari." Pendapatan ekspor energi fosil Rusia secara keseluruhan nyaris mencapai US$ 1 miliar/hari. Dikurangi dengan biaya produksi tentu keuntungan akan jauh lebih kecil lagi.

Karena diuntungkan, perang tidak akan berakhir?

Profitabilitas dari perdagangan energi fosil disebut Sandiaga Uno menjadi alasan mengapa perang Rusia-Ukraina tidak akan berakhir.

Benar tidaknya klaim ini tidak dapat dibuktikan mengingat terdapat banyak faktor yang mempengaruhi dan hanya waktu yang bisa menjawab. Akan tetapi Sandiaga benar bahwa hingga saat ini perang di Ukraina masih didanai oleh pendapatan dari ekspor minyak, dengan Eropa menjadi sponsor tidak langsung.

Dari total ekspor energi Rusia senilai US$ 97 miliar, Uni Eropa berkontribusi atas 61% dari total atau bernilai sekitar US$ 59 miliar.

Tidak hanya perang, ekspor migas juga menjadi penopang utama ekonomi Rusia. Pada tahun 2021, pendapatan dari minyak dan gas berkontribusi atas 45% dari anggaran federal Rusia, menurut data Badan Energi Internasional (IEA).

Meski diuntungkan, pendapatan ekspor energi fosil Rusia telah turun perlahan dari puncaknya di Maret yang menembus US$ 1 miliar/hari, dan pada bulan Mei angkanya mendekati pendapatan bulan Januari sebelum serangan ke Ukraina.

Hal ini karena semakin banyak negara dan perusahaan berpartisipasi aktif untuk menghindari pasokan Rusia. 

Harga Urals 30% lebih rendah dari harga minyak mentah global

Klaim yang disampaikan ini benar. Rusia memang menurunkan harga minyak mentah acuannya, Urals, agar tetap kompetitif di pasar global. Minyak Rusia dijual dengan diskon besar-besaran karena risiko yang terkait dengan sanksi yang dikenakan untuk menghukum Rusia atas serangannya ke Ukraina.

Secara konsisten harga Urals diperdagangkan jauh di bawah harga patokan minyak mentah global Brent pasca serangan ke Ukraina. Data S&P Platts mencatat sepanjang bulan Mei 2022, harga Urals bahkan sempat diperdagangkan 35% lebih rendah.

Perbandingan harga urals terhadap brentFoto: WSJ
Perbandingan harga urals terhadap brent

Pasca sanksi dari AS dan Uni Eropa, para pedagang berupaya mengaburkan asal minyak Rusia agar tetap mengalir. Minyak disembunyikan dalam produk olahan campuran seperti bensin, solar dan bahan kimia.

Minyak juga ditransfer antar kapal di laut, hal tersebut merupakan taktik yang sebelumnya telah digunakan oleh Iran dan Venezuela untuk membeli dan menjual minyaknya setelah dikenai sanksi.

Transfer terjadi di Mediterania, di lepas pantai Afrika Barat dan Laut Hitam, dengan minyak kemudian menuju ke China, India dan Eropa Barat, menurut data perusahaan pelayaran.

Biaya perang

Klaim Sandiaga akan biaya perang benar, dengan CREA menyebut Rusia mengeluarkan US$ 900 juta/hari untuk membiayai perang dalam laporannya. Estimasi ini diperoleh dari pemberitaan Newsweek yang mengutip pernyataan Sean Spoonts, pemimpin redaksi SOFREP, outlet media yang berfokus pada berita militer.

India borong minyak Rusia

India memang meningkatkan impor energi fosil dari Rusia secara signifikan pasca serangan Rusia ke Ukraina. Data CREA menyebut bahwa India menjadi negara dengan peningkatan nilai transaksi harian terbesar dari bulan Maret hingga Mei 2022.

Sementara itu data Kpler menyebut Rusia kini menjadi pemasok minyak kedua terbesar di India dengan angka mencapai 0,74 juta barel per hari pada bulan Mei. Ini merupakan kenaikan signifikan dari tahun 2021 yang mana Rusia hanya berkontribusi 0,06 juta barel per hari.

AS telah mendesak India untuk tidak membeli terlalu banyak minyak Rusia, meskipun mereka mengakui tidak dapat menghentikan pembelian tersebut karena tidak ada sanksi sekunder terhadap negara-negara yang berbisnis dengan Rusia.

Pejabat Departemen Luar Negeri AS Amos Hochstein mengatakan bahwa dia mengatakan kepada pejabat India untuk tidak "terlihat seperti mengambil keuntungan dari rasa sakit yang dirasakan di rumah tangga Eropa dan di AS."

Selain India, negara-negara lain yang meningkatkan impor bahan bakar Rusia termasuk Prancis, China, Uni Emirat Arab dan Arab Saudi, kata laporan CREA.

Sejak 24 Februari, 5.237 warga sipil telah tercatat tewas dan 7.035 terluka, meskipun korban sebenarnya jauh lebih tinggi, kata Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) pada 25 Juli.

Baik Rusia maupun Ukraina tidak memberikan perincian tentang kematian anggota militer dalam konflik tersebut.

Dilansir Reuters, intelijen AS memperkirakan bahwa sekitar 15.000 tentara Rusia sejauh ini telah tewas di Ukraina dan tiga kali lipat terluka - sama dengan jumlah korban tewas Soviet selama pendudukan Moskow di Afghanistan pada 1979-1989.

Konflik di Krimea, sekitar 14.000 orang tewas di sana antara 2014 dan 2022, menurut OHCHR, termasuk 3.106 warga sipil.

Sejak perang bergulir, ada lebih dari 6,16 juta pengungsi dari Ukraina yang tercatat berlindung di seluruh Eropa, dengan jumlah terbesar di Polandia, Rusia dan Jerman, menurut data organisasi PBB tersebut.

Selain korban jiwa, Ukraina juga telah kehilangan kendali sekitar 22% dari tanahnya ke Rusia sejak pencaplokan Krimea tahun 2014, menurut perhitungan Reuters.

Selanjutnya ekonomi Ukraina akan diproyeksikan akan terkontraksi 45% pada tahun 2022, menurut data Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF).

Biaya perang sebenarnya yang dialami oleh Ukraina tidak jelas. Perdana Menteri Denys Shmyhal mengatakan bulan Juli lalu bahwa total pembangunan kembali setelah perang akan menelan biaya sekitar US$ 750 miliar, bahkan mungkin jauh lebih besar.

Dari pihak lain, Rusia juga menanggung dampak perang di Eropa Timur. Selain biaya militer, Barat juga telah mencoba untuk menghukum Rusia dengan menjatuhkan sanksi berat - terbesar bagi ekonomi Rusia sejak runtuhnya Uni Soviet pada 1991.

Ekonomi Rusia ikut terkontraksi, meskipun angkanya jauh lebih minim dari Ukraina, salah satunya akibat tingginya harga komoditas. Bank sentral Rusia sekarang memperkirakan ekonomi US$ 1,8 triliun Rusia saat ini akan berkontraksi sebesar 4-6% pada tahun 2022, kurang dari penurunan 8-10% yang diperkirakan pada bulan April lalu.

Dampaknya terhadap ekonomi Rusia bisa jauh parah dan skalanya masih belum diketahui sepenuhnya. Rusia telah dikeluarkan dari pasar keuangan Barat, sebagian besar oligarkinya diberi sanksi, dan mengalami masalah dalam mencari beberapa barang seperti microchip.

Rusia bahkan pada bulan Juni lalu gagal membayar obligasi luar negerinya untuk pertama kalinya sejak revolusi Bolshevik 1917.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular