Awal Pekan Bursa Asia Dibuka Merah! Nikkei-KOSPI Ambles 1%

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
22 August 2022 08:50
People walk by an electronic stock board of a securities firm in Tokyo, Monday, Dec. 2, 2019. Asian stock markets have risen after Chinese factory activity improved ahead of a possible U.S. tariff hike on Chinese imports. Benchmarks in Shanghai, Tokyo and Hong Kong advanced.  (AP Photo/Koji Sasahara)
Foto: Bursa Jepang (Nikkei). (AP Photo/Koji Sasahara)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung melemah pada perdagangan Senin (22/8/2022), karena investor kembali khawatir dengan prospek kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) yang masih akan terjadi pada September mendatang.

Indeks Nikkei Jepang dibuka ambles 1,03%, Hang Seng Hong Kong merosot 1,01%, Shanghai Composite China melemah 0,26%, Straits Times Singapura terkoreksi 0,21%, ASX 200 Australia terpangkas 0,22%, dan KOSPI Korea Selatan ambrol 1,23%.

Dari China, bank sentral (People Bank of China/PBoC) memutuskan untuk kembali memangkas suku bunga acuan pinjamannya (Loan Prime Rate/LPR) pada hari ini, di mana untuk LPR tenor 1 tahun dipangkas menjadi 3,65%, sedangkan LPR tenor 5 tahun dipangkas menjadi 4,3%.

Angka LPR China tenor 1 tahun lebih tinggi dari prediksi pasar dalam polling Trading Economics yang memperkirakan LPR 1 tahun dipangkas menjadi 3,6%, namun LPR tenor 5 tahun lebih rendah dari prediksi pasar yang memperkirakan dipangkas menjadi 4,35%.

Hal ini menjadikan bank sentral Negeri Panda sebagai bank sentral yang masih bersikap dovish, di tengah banyak negara yang bank sentralnya sudah hawkish, demi menjinakkan inflasi yang masih tinggi.

Alasan PBoC masih cenderung dovish adalah karena sejumlah pengukur utama termasuk data pinjaman kredit dan indikator aktivitas menunjukkan ekonomi secara tak terduga melambat pada Juli 2022.

Hilangnya momentum pertumbuhan telah meningkatkan tantangan yang dihadapi pembuat kebijakan di tengah tantangan lainnya termasuk kebangkitan kasus Covid-19 lokal, tekanan inflasi, dan ekonomi global yang melambat.

"Setelah penurunan suku bunga kecil ini dan kemungkinan pemotongan LPR berikutnya, ruang bagi PBoC untuk memangkas suku bunga akan sangat terbatas karena perbedaan suku bunga yang meningkat antara China dan AS dan menekan margin keuntungan untuk bank," kata Ting Lu, ekonom di Nomura, dikutip dari Reuters.

Bursa Asia-Pasifik yang cenderung melemah terjadi di tengah terkoreksinya bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan akhir pekan lalu, karena investor kembali khawatir dengan prospek kenaikan suku bunga bank sentral AS yang masih akan terjadi pada September mendatang.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup merosot 0,86% ke posisi 33.706,738, S&P 500 ambles 1,29% ke 4.228,48, dan Nasdaq Composite anjlok 2,01% menjadi 12.705,21.

Penghentian reli musim panas di Wall Street terjadi setelah dirilisnya risalah dari pertemuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) edisi Juli dan komentar dari The Fed St. Louis, James Bullard yang mengindikasikan bahwa The Fed kemungkinan akan masih melanjutkan kenaikan suku bunga dalam waktu dekat, meredam harapan investor terkait sebuah perlambatan dari kenaikan suku bunga.

Tak hanya Bullard saja, Presiden the Fed San Francisco, Mary Daly juga bersikap sama, di mana Bullard dan Daly mengatakan kenaikan 75 basis poin (bp) sangat terbuka pada September.

Bullard berharap suku bunga acuan bisa dibawa ke kisaran 3,75-4,00% pada akhir tahun ini. The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan sebesar 225 bp sepanjang tahun ini sehingga kini ada di kisaran 2,25-2,50%.

"Inflasi masih sangat tinggi. Memang sedikit melandai tapi saya belum senang dengan itu. Saya tidak menghitung (penurunan inflasi Juli). Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan," tutur Daly, kepada CNN International.

The Fed sedang mempertimbangkan untuk kembali menaikkan suku bunga besar pada rapat edisi September. Bullard mengatakan bahwa dia tidak dapat mengatakan dengan pasti bahwa inflasi telah mencapai puncaknya.

Terlepas dari pergerakan pekan lalu, banyak investor dan trader menahan harapan untuk bangkit kembali.

"Saya tidak mengharapkan pembalikan total kembali ke posisi terendah Juni atau sesuatu seperti itu, namun, ketidakstabilan yang kita lihat hari ini dan minggu ini mencerminkan banyak kasus penurunan yang ada di luar sana," kata FBB Capital Partners, Mike Bailey, sebagaimana dikutip dari CNBC International.

"Saya pikir melihat perdagangan pasar menyamping atau melihat sedikit jeda dalam reli itu pasti masuk akal berdasarkan beberapa fakta yang kita lihat di luar sana," tambah Bailey.

Sementara itu menurut analis lainnya, meski pasar kembali lesu, tetapi sejatinya masih sehat dan cenderung hanya berkonsolidasi, setelah beberapa pekan mencatatkan penguatan.

"Pasar sedikit berkonsolidasi pekan ini, sedikit flip-flopping...menurut saya ini masih menjadi pasar yang sehat," tutur Analis Teknik Wellington Shields Frank Gretz, dilansir dari CNBC International.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular