
BI 'Beri Obat Kuat', Masa Depan Rupiah Cerah?

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) hari ini merilis data Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) kuartal II-2022 yang menunjukkan surplus mencatat surplus sebesar US$ 2,4 miliar, setelah pada kuartal I-2022 membukukan defisit US$ 1,8 miliar.
NPI terdiri dari dua pos, salah satunya transaksi berjalan (current account) yang membukukan surplus US$ 3,9 miliar atau 1,1% dari produk domestik bruto (PDB). Surplus tersebut naik signifikan dari kuartal sebelumnya US$ 400 juta, atau 0,1% dari PDB.
Harga komoditas yang tinggi membuat neraca perdagangan Indonesia mampu mencatat surplus 27 bulan beruntun, yang membuat transaksi berjalan surplus 4 kuartal beruntun.
Surplus transaksi berjalan merupakan 'obat kuat' bagi rupiah. Ketika transaksi berjalan surplus, maka devisa akan mengalir ke dalam negeri, sehingga stabilitas rupiah bisa terjaga.
Terlihat dari pergerakan rupiah pada perdagangan Jumat (19/8/2022) yang sukses memangkas pelemahan hingga tersisa 0,03% saja di Rp 14.835/US$.
Meski sukses membukukan surplus 4 kuartal beruntun, tetapi faktor utamanya adalah tingginya harga komoditas, ke depannya transaksi berjalan belum tentu terus akan mencatat hasil positif.
BI memprediksi transaksi berjalan dalam kisaran surplus 0,3% sampai dengan defisit 0,5% dari PDB. Artinya, ada risiko transaksi berjalan akan defisit lagi.
Apalagi di tahun depan, harga komoditas juga diperkirakan tidak akan setinggi tahun ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Indonesia tidak akan mendapat windfall alias 'durian runtuh' lagi tahun depan. Hal ini disampaikan dalam konferensi pers usai rapat kabinet, Senin (8/8/2022).
"Ini tidak akan berulang atau setinggi ini tahun depan," ungkap Sri Mulyani.
Indonesia memang diuntungkan dari commodity boom dua tahun belakangan karena kelangkaan pasokan akibat pandemi virus Corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) dan konflik antara Rusia dengan Ukraina. Penerimaan dari batu bara, minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO), dan minyak mentah misalnya akan terpengaruh.
Tanda-tanda pelemahan harga komoditas dunia pun sudah terlihat mulai pada paruh kedua 2022. Padahal sempat mencapai rekor tertinggi pada semester pertama.
Perlambatan ekonomi dunia akibat inflasi yang tinggi pada akhirnya melemahkan konsumsi yang membuat harga komoditas turun.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Waspada Kenaikan Harga Pertalite
