Duh! Rupiah Tak Pernah Menguat di Pekan Kemerdekaan RI

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
19 August 2022 15:08
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah berakhir melemah tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (19/8/2022). Rilis transaksi berjalan (current account) yang kembali mencetak surplus membuat rupiah bertenaga dan mampu memangkas pelemahan. Dengan demikian, rupiah selalu mencatat pelemahan di pekan Kemerdekaan Indonesia yang ke 77. 

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,07% ke Rp 14.840/US$. Depresiasi rupiah membengkak hingga 0,27% ke Rp 14.870/US$, sebelum terpangkas dan mengakhiri perdagangan di Rp 14.835/US$, melemah tipis saja 0,03%.  

Rupiah mampu memangkas pelemahan setelah Bank Indonesia (BI) hari ini melaporkan neraca pembayaran Indonesia (NPI) yang mencatat surplus sebesar US$ 2,4 miliar, setelah pada kuartal I-2022 membukukan defisit US$ 1,8 miliar.

NPI terdiri dari dua pos, salah satunya transaksi berjalan (current account) yang membukukan surplus US$ 3,9 miliar atau 1,1% dari produk domestik bruto (PDB). Surplus tersebut naik signifikan dari kuartal sebelumnya US$ 400 juta, atau 0,1% dari PBD.

Harga komoditas yang tinggi membuat neraca perdagangan Indonesia mampu mencatat surplus 27 bulan beruntun, yang membuat transaksi berjalan surplus 4 kuartal beruntun.

Ketika transaksi berjalan surplus, maka devisa akan mengalir ke dalam negeri, sehingga stabilitas rupiah bisa terjaga.

Rupiah pun sukses memangkas pelemahan meski belum mampu berbalik menguat.

Isu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) Pertalite masih membebani rupiah. Apalagi setelah Pidato Kenegaraan dan Nota Keuangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) Selasa lalu, yang menunjukkan subsidi energi sebesar Rp 210 triliun.

"Ini akan jauh lebih rendah dibandingkan dengan Rp502,4 triliun tahun ini [dengan asumsi harga minyak rata-rata di US$90]. Karena subsidi energi turun 33% sementara asumsi harga minyak hanya ditetapkan 10% lebih rendah," papar Kepala Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro.

Dari analisa Bahana, APBN 2023 dipastikan telah memperhitungkan setidaknya 20% kenaikan harga bahan bakar Pertalite menjadi Rp9.200-9.500 per liter.

Jika harga Pertalite dinaikkan, maka inflasi di Indonesia kemungkinan akan melesat. Saat inflasi semakin meninggi, maka nilai tukar mata uang semakin tergerus. Rupiah pun tertekan.

Pada tahun 2014 lalu misalnya, saat harga BBM dinaikkan pada bulan November rupiah terus mengalami pelemahan. Pemerintah saat itu menaikkan harga BBM sebesar 30% yang memicu kenaikan inflasi sebesar 8,36% (yoy).

Di akhir Oktober 2014, rupiah berada di kisaran Rp 12.080/US$ kemudian terus melemah hingga menyentuh Rp 12.930/US$ pada pertengahan Agustus. Pelemahannya tercatat lebih dari 7% dalam satu setengah bulan.

Hal yang sama juga terjadi setahun sebelumnya. Pemerintah menaikkan harga BBM di bulan Juni 2013 yang memicu kenaikan inflasi hingga 8,38% (yoy). Rupiah pun terus mengalami pelemahan hingga menembus ke atas Rp 10.000/US$. Pelemahan rupiah diperparah dengan isu tapering oleh bank sentral AS (The Fed).

Tidak hanya rupiah, inflasi yang tinggi juga bisa berdampak buruk ke perekonomian. Daya beli masyarakat bisa tergerus. Sedangkan, konsumsi rumah tangga merupakan kontributor terbesar pertumbuhan ekonomi, yakni sekitar 54%.

Kenaikan inflasi pada 2014 memicu pelambatan ekonomi. Di kuartal II-2014, produk domestik bruto (PDB) Indonesia tumbuh 4,94% year-on-year (YoY). Untuk pertama kalinya sejak kuartal III-2009, Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi di bawah 5%. Setelahnya, PDB Indonesia mayoritas di bawah 5%.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Ngeri! 3 Hari Melesat 3% ke Level Terkuat 3 Bulan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular