NPI Surplus, Bukti RI Surga Investasi Saat Dunia Resesi?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
19 August 2022 13:30
Dollar
Foto: Freepik

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) hari ini merilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II-2022 pagi ini. Hasilnya, NPI mencatat surplus sebesar US$ 2,4 miliar, setelah pada kuartal I-2022 membukukan defisit US$ 1,8 miliar.

NPI terdiri dari dua pos, yang pertama transaksi berjalan (current account) yang membukukan surplus US$ 3,9 miliar atau 1,1% dari produk domestik bruto (PDB). Surplus tersebut naik signifikan dari kuartal sebelumnya US$ 400 juta, atau 0,1% dari PDB.

Harga komoditas yang tinggi membuat neraca perdagangan Indonesia mampu mencatat surplus 27 bulan beruntun, yang membuat transaksi berjalan surplus 4 kuartal beruntun.

Pos yang kedua, transaksi modal dan finansial (TMF) yang masih mengalami defisit, tetapi jauh lebih baik ketimbang kuartal I-2022. Penurunan defisit tersebut menjadi indikasi kepercayaan investor asing terhadap prospek perekonomian Indonesia masih tetap terjaga.

Artinya, Indonesia masih menjadi surga investasi di tengah tingginya ketidakpastian global, baik itu dari tingginya inflasi, stagflasi, hingga risiko resesi dunia.

Inflasi tinggi yang melanda di banyak negara membuat bank sentralnya agresif menaikkan suku bunga. Daya beli yang tergerus inflasi ditambah dengan melambatnya ekspansi dunia usaha akibat suku bunga tinggi, membuat risiko resesi dunia semakin serius dibicarakan dalam beberapa bulan terakhir.

Mayoritas investor yang disurvei Bank of America meyakini dunia akan mengalami resesi dalam 12 bulan ke depan. Survei terbaru yang dirilis pekan ini menunjukkan sebanyak 58% investor yakin dunia akan mengalami resesi, naik dari survei bulan sebelumnya 47%.

Di tengah tingginya risiko resesi, investor asing masih tetapi mengalirkan modalnya ke dalam negeri. Hal ini terlihat dari investasi langsung yang mencatat arus masuk neto (surplus) di kuartal II-2022, sebesar US$ 3,1 miliar. Meski surplus tersebut lebih rendah dari kuartal sebelumnya US$ 4,4 miliar dan kuartal II-2021 sebesar US$ 5,4 miliar.

"Investasi langsung pada triwulan II 2022 masih mencatat arus masuk neto (surplus), mencerminkan kepercayaan investor asing terhadap prospek perekonomian Indonesia dan iklim investasi yang terjaga," tulis BI dalam rilisnya hari ini.

Berdasarkan laporan BI, penurunan investasi langsung terjadi akibat penurunan arus masuk neto dari sisi kewajiban menjadi US$ 4,3 miliar. Sementara pada kuartal I-2022 tercatat sebesar US$ 5,4 miliar.

Penurunan tersebut terbilang wajar saat dunia sedang mengalami gonjang-ganjing. Penurunan tersebut menurut BI terjadi akibat rendahnya penyertaan modal asing dalam bentuk ekuitas dan instrumen utang.

Sementara itu dari sisi aset, investasi langsung mengalami kenaikan arus keluar neto menjadi US$ 1,2 miliar dari tiga bulan pertama tahun ini US$ 1,1 miliar.


HALAMAN SELANJUTNYA >>> Investasi Portofolio dan Lainnya Masih Defisit

Berbeda dengan investasi langsung yang surplus, investasi portofolio dan investasi lainnya masih mencatat defisit. Meski demikian, defisit investasi portofolio menipis, sementara investasi lainnya naik.

Defisit investasi portofolio pada kuartal II-2022 dilaporkan sebesar US$ 400 juta, jauh lebih kecil dari kuartal sebelumnya US$ 3,2 miliar.

Dari sisi kewajiban, investasi portofolio mencatat net inflow sebesar US$ 700 juta, berbalik dari defisit sebesar US$ 1,8 miliar pada Januari - Maret 2022. Net inflow tersebut masih ditopang instrumen portofolio kewajiban swasta yang mengalami inflow sebesar US$ 2,6 miliar, jauh lebih tinggi dari sebelumnya US$ 300 juta.

Kenaikan tajam tersebut berasal dari instrumen utang swasta. Sementara dari pasar saham, inflow tercatat sebesar US$ 1,8 miliar, lebih rendah dari kuartal I-2022 sebesar US$ 2,1 miliar.

Sementara itu, investasi portofolio kewajiban sektor publik mencatat outflow dana asing sebesar US$ 3 miliar, membaik dari sebelumnya US$ 3,5 miliar. Investor asing masih terus melakukan aksi jual Surat Utang Negara (SUN), dengan nilai US$ 5,2 miliar. Dengan demikian, kepemilikan asing pada instrumen SUN tercatat menurun menjadi 19,1% atau sebesar US$ 50,7 miliar, dibandingkan kuartal I-2022 sebesar 20,9% atau US$ 58 miliar.

Aksi jual tersebut tidak lepas dari bank sentral AS (The Fed) yang sangat agresif dalam menaikkan suku bunga. Membuat yield obligasi AS (Treasury) menanjak, dan selisihnya dengan yield SUN menjadi menyempit.

Sebaliknya, dari instrumen Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), dan Surat Berharga Negara (SBN) valas mengalami inflow masing-masing US$ 600 juta dan US$ 1,6 miliar.

Untuk investasi lainnya, pada kuartal II-2022 mengalami pembengkakan defisit menjadi US$ 3,6 miliar, dibandingkan sebelumnya US$ 3,4 miliar.

Pembengkakan defisit tersebut terjadi akibat dari sisi kewajiban sektor swasta yang sebelumnya pada kuartal I-2022 mengalami surplus US$ 400 juta, berbalik defisit US$ 1,2 miliar di kuartal II-2022.

"Arus keluar neto tersebut terutama disebabkan kenaikan pembayaran pinjaman dan utang dagang kepada kreditur luar negeri" tulis BI,

Dari sektor kewajiban publik juga mengalami hal yang sama, defisit tercatat sebesar US$ 600 juta, setelah sebelumnya surplus US$ 1,4 miliar.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular