Akhir Pekan Gak Happy, IHSG 'Dibanting' di Akhir Perdagangan

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Jumat, 19/08/2022 15:42 WIB
Foto: Ilustrasi Bursa (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona merah pada perdagangan Jumat (19/8/2022) akhir pekan ini, setelah sempat menghijau sepanjang perdagangan hari ini.

Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut ditutup melemah 0,2% ke posisi 7.172,43. IHSG gagal bertahan di zona psikologis 7.200 pada hari ini. Padahal sepanjang hari ini, IHSG bergerak di zona hijau.

Pada awal perdagangan sesi I hari ini, IHSG dibuka menguat di posisi 7.198,06. Bahkan, IHSG sempat menyentuh posisi tertinggi di 7.230,11. Hingga perdagangan sesi II, IHSG masih bergerak di zona hijau. Tetapi jelang beberapa menit sebelum perdagangan berakhir, IHSG 'dibanting' ke zona merah.


Nilai transaksi indeks pada hari ini mencapai sekitaran Rp 12 triliun dengan melibatkan 26 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,32juta kali. Sebanyak 244 saham terapresiasi, 267 saham terdepresiasi, dan 187 saham lainnya stagnan.

Saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya hari ini, yakni mencapai Rp 812,6 miliar. Sedangkan saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menyusul di posisi kedua dengan nilai transaksi mencapai Rp 772,6 miliar dan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) di posisi ketiga sebesar Rp 464,7 miliar.

Dari pergerakan sahamnya, saham TLKM ditutup melesat 1,1% ke posisi Rp 4.600/unit, sedangkan saham BUMI merosot 3,5% ke Rp 138/unit dan saham BBCA ambles 1,25% ke Rp 7.900/unit.

Koreksinya IHSG sejalan dengan pergerakan bursa Asia-Pasifik yang secara mayoritas juga melemah. Hanya indeks Hang Seng Hong Kong dan ASX 200 Australia yang ditutup di zona hijau pada hari ini.

Melemahnya IHSG juga terjadi di tengah kabar positif dari dalam negeri, di mana transaksi berjalan RI pada kuartal kedua tahun 2022.

Dari dalam negeri, surplus transaksi berjalan meningkat signifikan pada kuartal II-2022 menjadi US$ 3,9 miliar, terutama ditopang oleh kinerja ekspor non-migas yang semakin baik.

Dengan demikian, transaksi berjalan telah mengalami surplus selama 4 kali berturut-turut sejak kuartal III-2021. Pada kuartal III-2021, surplus transaksi berjalan tembus US$ 4,95 miliar, berlanjut surplus US$ 1,51 miliar pada kuartal IV-2021 dan US$ 407 juta pada kuartal I-2022.

Positifnya kinerja transaksi berjalan tersebut terutama didukung oleh peningkatan surplus neraca perdagangan non-migas seiring dengan harga komoditas global yang tetap tinggi.

Di sisi lain, defisit neraca perdagangan migas meningkat dipengaruhi oleh kenaikan impor merespons peningkatan permintaan seiring dengan kenaikan mobilitas masyarakat, serta tingginya harga minyak dunia.

Pada kuartal II-2022, neraca migas mengalami defisit US$ 7,17 miliar. Ini adalah yang terendah sejak 2010.

Lebih lanjut, Bank Indonesia (BI) mencatat defisit neraca pendapatan primer dan neraca jasa juga mengalami peningkatan sejalan dengan akselerasi aktivitas ekonomi domestik dan pembayaran imbal hasil investasi pada periode laporan.

Selain itu, investor juga menunggu hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI untuk memutuskan suku bunga acuan minggu depan.

Konsensus Trading Economics memperkirakan BI masih akan menahan di 3,5%. Namun bulan lalu, pandangan para ekonom terbelah. Mulai ada beberapa ekonom yang berekspektasi bahwa BI perlu menaikkan suku bunga acuan di tengah kenaikan inflasi dan pelemahan nilai tukar rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: PHK Mengancam, Saham Ini Bisa Jadi Sumber Cuan Darurat