'Obat Kuat' Bagi Rupiah Bakal Dirilis, Bisa Perkasa Lagi?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
19 August 2022 09:02
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sudah 3 hari beruntun melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) Kamis kemarin. Pelemahannya bahkan cukup besar 1,1% dan kembali ke aras Rp 14.800/US$. Rilis data transaksi berjalan (current account) hari ini bisa menjadi 'obat kuat' bagi rupiah, khususnya jika kembali mencetak surplus.

Ketika transaksi berjalan surplus, maka devisa akan mengalir ke dalam negeri, sehingga stabilitas rupiah bisa terjaga.

Sebelum data transaksi berjalan dirilis, rupiah membuka perdagangan Jumat (19/8/2022) dengan melemah 0,07% di Rp 14.840/US$.

Bank Indonesia (BI) hari ini akan merilis data transaksi berjalan yang termasuk di dalam Neraca Pembayaran Indonesia (NPI).

Gubernur BI, Perry Warjiyo bulan lalu memperkirakan kinerja NPI dan transaksi berjalan pada Kuartal II/2022 akan surplus. Ini ditopang oleh lonjakan harga komoditas internasional yang mendongkrak ekspor. Capital inflow juga mulai masuk ke pasar Indonesia yang bisa menopang kinerja transaksi modal dan finansial,

Pada kuartal I-2022, NPI tercatat defisit US$ 1,8 miliar sementara transaksi berjalan membukukan surplus tipis US$ 0,2 miliar atau 0,1% dari PDB.

"(Tranaksi berjalan) Lebih tinggi dibandingkan dengan capaian surplus pada triwulan sebelumnya, terutama didukung oleh kenaikan surplus neraca perdagangan nonmigas, sejalan dengan masih tingginya harga komoditas global," jelas Perry dalam konferensi pers, Kamis (21/7/2022).

Kinerja NPI pada 2022 diperkirakan akan tetap terjaga dengan transaksi berjalan dalam kisaran surplus 0,3% sampai dengan defisit 0,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Sementara itu rupiah sebelumnya tertekan akibat isu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) Pertalite di dalam negeri, serta bank sentral AS (The Fed) masih masih akan gas pol dalam menaikkan suku bunga.

Presiden The Fed wilayah St. Louis James Bullard dan Presiden The Fed San Francisco Fed Mary Daly lebih bersikaphawkish.Mereka mengatakan kenaikan 75 bps poin sangat terbuka pada September.

Bullard bahkan secara terbuka lebih mendukung kenaikan sebesar 75 bps sehingga suku bunga akan berada di kisaran 3,75-4,00% pada akhir tahun ini.
The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan sebesar 225 bps sepanjang tahun ini sehingga kini ada di kisaran 2,25%-2,50%.

"Inflasi masih sangat tinggi. Memang sedikit melandai tapi saya belum senang dengan itu. Saya tidak menghitung (penurunan inflasi Juli). Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan," tutur Daly, kepada CNN International.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular