Inflasi Sudah Tinggi, Pemerintah Yakin Naikin BBM?

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
17 August 2022 12:20
Warga antre untuk mendapatkan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite
Foto: Warga antre untuk mendapatkan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite di Jakarta, Senin (15/8/2022). Beberapa hari terakhir pengendara motor dan mobil harus mengantri cukup panjang untuk membeli Pertalite di SPBU Pertamina.  (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa waktu ini kian santer kabar mengenai rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertralite. Jika harga BBM naik, lalu apa dampaknya terhadap masyarakat Indonesia?

Sejumlah jenis BBM di SPBU Pertamina mengalami kenaikan harga sejak 3 Agustus 2022. Hal ini terjadi pada tiga BBM non-subsidi, yakni Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex.

Dalam pengumuman di website Pertamina, disebutkan bahwa Pertamina melakukan penyesuaian harga BBM Umum ini dalam rangka mengimplementasikan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum.

Secara spesifik, di DKI Jakarta misalnya, harga Pertamax Turbo (RON 98) naik dari semula Rp 16.200 per liter menjadi Rp 17.900, sedangkan Dexlite naik dari semula Rp 15.000 per liter menjadi Rp 17.800 per liter. Kemudian, Pertamina Dex naik dari Rp 16.500 per liter menjadi Rp 18.900 per liter.

Adapun kenaikan harga tersebut berbeda di setiap wilayah seperti di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur hingga Papua.

Diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) di awal bulan ini mengumumkan data inflasi Indonesia periode Juli 2022 yang tumbuh 0,64% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm).

Secara tahunan (year-on-year/yoy), laju inflasi terakselerasi. Inflasi Juli 2022 tercatat 4,94% (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang 4,35% sekaligus jadi yang tertinggi sejak Oktober 2015.

Inflasi inti juga tercatat naik menjadi 2,68% (yoy) lebih tinggi dari sebelumnya 2,63% (yoy).

Sementara itu, porsi konsumsi Petralite sebanyak 80% dari total bensin, sehingga kenaikan pada harga Petralite, tentunya akan mendorong kenaikan inflasi, yang mungkin saja meningkat dari perkiraan semula.

Lantas, apa dampak sosial terhadap masyarakat Indonesia?

Secara historis, pada 2014 lalu misalnya, saat harga BBM jenis Premiun yang saat itu paling banyak dikonsumsi, dinaikkan pada bulan November sebesar 30%. Inflasi kemudian melesat inflasi sebesar 8,36% (yoy).

Hal yang sama juga terjadi setahun sebelumnya. Pemerintah menaikkan harga BBM di bulan Juni 2013 yang memicu kenaikan inflasi hingga 8,38% (yoy).

Dampak kenaikan BBM ternyata tidak hanya pada ekonomi, tapi juga akan berimbas pada aspek sosial masyarakat Indonesia.

BBM sangat diperlukan untuk operasional perusahaan, sehingga jika harganya kian mahal maka akan membebani biaya produksi hampir seluruh sektor dan lini bisnis.

Akibatnya, perusahaan akan meminimalisir biaya operasional, misalnya dengan menghentikan rekrutmen karyawan baru hingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), Tingkat Pengangguran Tebuka (TPT) per Februari 2022 berada di 5,83% dengan rata-rata upah buruh sebesar Rp 2,89 juta per bulan.

"Hal ini berarti dari 100 orang angkatan kerja, terdapat sekitar enam orang penganggur. Pada Februari 2022, TPT mengalami penurunan sebesar 0,43 persen poin dibandingkan dengan Februari 2021," tulis BPS dalam laporannya.

BPS PengangguranSumber: BPS

Kenaikan BBM berpotensi akan meningkatkan angka pengangguran yang tentunya akan menambah tingkat kemiskinan Indonesia. Padahal, per Maret 2022, BPS telah melaporkan adanya penurunan tingkat kemiskinan setelah pandemi.

Tingkat kemiskinan per Maret mencapai 9,54% atau 26,16 juta orang. Turun 0,6 poin atau 1,38 juta orang. Sementara dibandingkan September 2021 penurunan tingkat kemiskinan mencapai 0,17 poin atau 0,34 juta orang.

Namun, garis kemiskinan mengalami kenaikan 3,975 dibandingkan September 2021 menjadi Rp 505.469 pada Maret 2022.

Bukan hal yang tak mungkin, jika tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan yang meningkat akan menimbulkan kekacauan hingga demo.

Jika berkaca pada 2013 silam, ratusan mahasiswa dan buruh menggelar demo menolak kenaikan BBM di depan Istana Negara, Pertamina, hingga Kementerian Energi dan Daya Mineral (ESDM).

Hal tersebut seharusnya dapat menjadi pembelajaran. Sebelum pemerintah menaikkan harga BBM, sebaiknya mencermati beberapa poin seperti tingkat inflasi dan daya beli masyarakat.

Konsumsi masyarakat Indonesia berkontribusi sebanyak 50% terhadap PDB, sehingga jika inflasi meninggi tentunya akan membatasi konsumsi masyarakat dan ikut mengerek turun PDB.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aaf/aaf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Benang Kusut BBM Subsidi Tak Tepat Sasaran, Apa Solusinya?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular