Jakarta, CNBC Indonesia - PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) mengakuisisi perusahaan tambang asal Australia. Ini menggenapi sejumlah perusahaan yang mengakuisisi tambang batu bara yang berdomisili di Australia.
Padahal, Indonesia adalah lumbung batu bara. Apa yang terjadi?
Entitas grup Sinar Mas ini sedang rajin-rajinya ekspansi. Baru saja DSSA Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA). Selang 2 hari DSSAmelalui anak usahanya, mengambil alih 20% saham Stanmore SMC Pty Ltd (dahulu bernama BHP Mitsui Coal Pty Ltd) (SMC).
DSSA melalui entitas anak tidak langsung, yakni Stanmore Resources Limited ("Stanmore") dan Dampier Coal (Queensland) Proprietary Limited, telah menandatangani perjanjian dengan Mitsui & Co. Ltd, dan Mitsui & Co. (Australia) Ltd. terkait pengambilalihan saham tersebut.
Dengan pengambilalihan ini, Stanmore melalui entitas anak (Dampier) akan memiliki 100% saham SMC. Adapun nilai pengambilalihan saham tersebut sebesar US$380 juta setara Rp5,62 triliun (asumsi kurs Rp 14.799/US$).
"Pengambilalihan sebesar US$ 380 juta ini akan didanai dengan dana kas internal dan diharapkan dapat diselesaikan pada kuartal IV tahun 2022," jelas keterbukaan informasi, Jumat (12/8/2022).
Jauh ke belakang pada 2018, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) mengakuisisi 80% saham Kestrel Coal Mine (Kestrel) yang sebelumnya dimiliki oleh Rio Tinto di Australia.
Ketiga perusahaan yang disebut memiliki kesamaan tujuan dalam mengakuisisi tambang batu bara di Australia, yakni soal jenis batu bara yang dihasilkan.
Berbeda dengan Indonesia yang kaya akan batu bara termal, Australia adalah sumber batu bara metalurgi dunia. Inilah yang membawa emiten besar batu bara Indonesia berbondong-bondong datang ke Australia.
DSSA misalnya, mengungkapkan alasan mengakuisisi tambang di Autralia karena memiliki batu bara berkualitas ross Air Recieved (GAR) 7.500 kcal/kg yang kemudian akan dijual ke negara lain.
"Nantinya akan dicampur bijih besi dan menjadi baja. Ini bahan baku utama baja. Pasarnya, tentu pasar baja besar baik di Tiongkok, Vietnam, Jepang, dan India yang memiliki industri baja yang besar," ujar Wakil Presdir Dian Swastatika Sentosa Lokita Prasetya.
Begitu juga dengan alasan ADRO saat melakukan akuisisi tambang di Austrlia. Tambangnya memproduksi batu bara metalurgi.
Batu bara metalurgi ini berbeda dengan batu bara termal yang banyak diproduksi di Indonesia. Beda paling mendasar adalah dari kegunaannya.
Jika batu bara termal digunakan sebagai sumber energi pembangkit listrik, adapun metalurgi digunakan sebagai bahan baku membuat baja. Yang kemudian digunakan dalam sektor infrastruktur, transportasi, dan peralatan rumah tangga.
Australia sendiri merupakan produsen batu bata metalurgi terbesar di dunia. Menurut Badan Energi Dunia (IEA) sebanyak 41% produksi batu bara metalurgi berada di Australia. Selain sebagai produsen, Australia juga merupakan eksportir terbesar batu bara metalurgi.
Sementara penggunanya paling banyak adalah China yang merupakan konsumen utama logam.
Meskipun sebagai eksportir batu bara uatam dunia secara umum, Indonesia adalah salah satu pangsa pasar batu bara metalurgi. Wajar, karena Indonesia pun mengandalkan baja sebagai bahan ekspor yang memberikan pundi-pundi pendapatan.
 Foto: EIA Produksi dan Ekspor Batu Bara Metalurgi |
TIM RISET CNBC INDONESIA