
Eddy Tansil Lewat, Surya Darmadi Rekor Korupsi Terbesar RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Kasus tersangka korupsi Surya Darmadi menjadi yang terbesar di Indonesia karena merugikan negara hingga Rp 78 triliun. Surya Darmadi kabur dari Indonesia yang diduga bersembunyi di Singapura. Namun, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Singapura menepis kabar tersebut dan mengatakan bahwa buronan tersebut tidak ada di negaranya.
Bahkan, kerugian yang diperbuat oleh Surya Darmadi melebihi kasus korupsi yang dilakukan oleh Eddy Tansil alias Tan Tjoe Hong alias Tan Tju Fuan yang mana telah terbukti merugikan negara sebesar Rp 1,3 triliun.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, pihaknya pun memastikan jika Surya Darmadi tidak berada di Indonesia. "Yang pasti, bisa dipastikan KPK, yang bersangkutan tidak ada di Indonesia," ujarnya mengutip detikcom di Gedung Anti-Corruption Learning Center (ACLC) KPK, diberitakan Minggu (14/8/2022).
"Tetapi di mana kita tidak tahu. Nggak (di Singapura), nggak. Kita pastikan dia tidak ada di Indonesia," lanjutnya.
Pihak Kejagung mengendus keberadaan Surya Darmadi di Singapura. Namun, hal tersebut kemudian dibantah oleh pihak Singapura.
"Menurut catatan imigrasi kami, Surya Darmadi saat ini tidak berada di Singapura," kata juru bicara Kemlu Singapura Melalui keterangan resmi di Facebook pada Jumat (4/8/2022).
"Jika Indonesia mengajukan permintaan resmi ke Singapura dengan informasi pendukung yang diperlukan, Singapura akan memberikan bantuan yang diperlukan kepada Indonesia, dalam lingkup hukum dan kewajiban internasional kami," tambahnya.
Korupsi yang dilakukan Surya Darmadi merupakan kasus terbesar yang pernah terjadi di Indonesia. Bos produsen minyak goreng merek Palma itu melakukan perbuatan yang merugikan negara sejak dalam proses perizinan hingga penggunaan lahan sejak 2004 atau 18 tahun. Kerugiannya sendiri ditaksir mencapai hingga Rp 78 triliun sejak dari penguasaan dan pemanfaatan lahan sejak 2004 hingga saat ini.
Jika dibandingkan dengan kasus Eddy Tansil, kerugian Surya Darmadi jauh lebih besar. Sejak muda Eddy Tansil adalah pebisnis. Dalam tulisan Sam Setyautama dalam Tokoh-tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia (2008:400), pria kelahiran 1948 di Makassar tersebut telah memiliki perusahaan becak pada 1970. Setelah becak dilarang, Ia menjadi agen motor Kawasaki namun tidak bisa bersaing dengan Yamaha dan Honda.
Pada 1980an, Eddy ikut bisnis perakitan sepeda motor di Bekasi, dalam bendera Tunas Bekasi Motor Company (TBMC). Perusahaan ini merakit sepeda motor Binter (Bintang Terang) dan Bajaj.
"Pabrik itu dimiliki Eddy Tansil sebagai pabrik Binter, malah juga pabrik Bajaj. Eddy Tansil memang nakal. Semua motor sama peraturannya, semuanya harus dilokalkan dibuat di dalam negeri. Yang lokal cuma namanya, Bintang Terang. Motor Kawasaki Binter ini 'main kayu' terus, mereka menyelundupkan komponen," kata Soebronto Laras dalam Soebronto Laras, Meretas Dunia Automotif Indonesia (2005:152). Bisnis Eddy lainnya adalah bir.
"Tahun 1983, dia mendirikan PT Rimba Subur Sejahtera yang memproduksi Becks Beer yang disebut Bir Kunci di Indonesia. Rekanannya adalah pensiunan jenderal bernama Koesno Achzan Jein. Bir itu tidak dijual di Indonesia dan dikirimkan bir produksinya ke Fujian, Tiongkok," tulis Leo Suryadinata dalam Prominent Indonesian Chinese: Biographical Sketches 4th edition (2015:307). Dia sampai disebut Bapak Bir Fujian.
Di era 1990-an Eddy Tansil menjadi sangat terkenal. Kala itu, Eddy Tansil membangun PT Golden Key Group (GKG), perusahaan yang bergerak di bidang petrokimia. Perusahaan itu pun mengajukan kredit ke Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dan disetujui.
"Atas rekomendasi Laksamana Sudomo dan pengaruh Tommy Soeharto yang menjadi mitranya, Eddy Tansil berhasil memperoleh kredit ratusan juta dolar Amerika dari Bapindo," tulis Benny Setiono dalam Tionghoa Dalam Pusaran Politik (2008:1063).
Rupanya terjadi mark up dari proyek-proyek yang sebagian fiktif. Kreditnya kemudian macet. Setelah Februari 1994, Ahmad Arnold Baramuli, anggota Komisi VII DPR-RI, mempertanyakan soal pinjaman Eddy Tansil yang macet itu.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pun akhirnya menjatuhkan vonis bersalah dan menghukum kepada Eddy Tansil dengan hukuman 20 tahun penjara, denda Rp 30 juta serta membayar uang pengganti Rp 500 miliar. Ia juga dihukum membayar kerugian negara sebesar Rp 1,3 triliun.
Setelah ditahan satu setengah tahun di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, pada Sabtu petang 4 Mei 1996, Eddy Tansil kabur. Dia bersama keluarganya berhasil melarikan diri ke luar negeri. Kerugian negara yang disebabkannya tak pernah diganti. Sampai saat ini Eddy Tansil hilang seperti ditelan Bumi.
(RCI/dhf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article KPK Ogah Sidang Kalau Tersangka Surya Darmadi Nggak Hadir
