
Menutup Pekan Ini, Bursa Asia Kurang Kompak Nikkei Melesat

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik ditutup bervariasi pada perdagangan Jumat (12/8/2022) akhir pekan ini, di mana investor masih mencerna data inflasi Amerika Serikat (AS) yang melandai tapi potensi pengetatan suku bunga bank sentral AS masih akan berlanjut.
Indeks Nikkei Jepang ditutup melejit 2,62% ke posisi 28.546,98, Hang Seng Hong Kong menguat 0,46% ke 20.175,619, dan KOSPI Korea Selatan naik 0,16% ke 2.527,94.
Sementara untuk indeks Shanghai Composite China turun 0,15% ke posisi 3.276,89, Straits Times Singapura merosot 0,99% ke 3.269,27, ASX 200 Australia melemah 0,54% ke 7.032,5, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir terkoreksi 0,43% menjadi 7.129,277.
Dari Jepang, Perdana Menteri (PM), Fumio Kishida akan meminta pemerintahannya untuk mencari cara mengatasi kenaikan harga bahan bakar dan makanan di Jepang. Memang inflasi di Jepang tidak sepanas di negara lain, tetapi sudah melayang di atas target 2% bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ).
Sedangkan di Korea Selatan, saham Samsung Electronics menguat 0,5%, karena Presiden Korea Selatan, Yoon Suk-yeol secara resmi mengampuni wakil ketua perusahaan, Jay Y. Lee.
Di China, perusahaan produsen chip terbesar di China, yakni Semiconductor Manufacturing International Corporation (SMIC) melaporkan laba bersih sebesar US$ 514 juta pada kuartal kedua 2022, turun 25% dari periode yang sama tahun lalu.
Sedangkan pendapatan tumbuh 42% menjadi US$ 1,9 miliar. Saham SMIC yang terdaftar di bursa Hong Kong ambles 4,18%.
Investor masih menimbang melandainya inflasi di AS pada Juli 2022. Inflasi dari sisi produsen (Indeks Harga Produsen/IHP) di Juli 2022 menunjukkan penurunan secara bulanan sebanyak 0,5% dan melampaui ekspektasi analis Dow Jones di 0,2%. IHP tersebut tidak termasuk harga makanan dan energi.
Sebelumnya, inflasi dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) pada bulan lalu juga telah dirilis. Hasilnya, melandai ke 8,5% secara tahunan (year-on-year/yoy) dari 9,1% dan berada di bawah prediksi analis Dow Jones di 8,7%.
Sepertinya, investor belum ingin mempertahankannya dalam waktu yang lebih lama dan mereka lebih memilih untuk melepas dengan cepat. Dalam artian, investor cenderung berinvestasi dalam jangka pendek.
Hal ini karena mereka masih khawatir bahwa meski data inflasi sudah mulai melandai, tetapi bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) berpotensi masih akan menaikan suku bunga acuannya secara agresif, agar mampu mendorong inflasi untuk melandai jauh ke target 2%.
"Sementara investor lega bahwa inflasi menurun, tapi tidak mengubah fakta bahwa The Fed akan terus menaikkan suku bunga... Saya tidak yakin pada saat ini bahwa orang ingin memberikan tanda yang jelas, menurut saya sentimen jauh lebih baik daripada 60 hari yang lalu," kata Kepala Perencana MissionSquare Retirement, Wayne Wicker, dikutip CNBC International.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam
