
Bos Indofood: Kenaikan Harga Mi Instan Bukan Karena Perang

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Indofood Sukses Makmur, Franciscus Welirang mengungkapkan kenaikan harga gandum bukan dipicu oleh perang yang sedang terjadi antara Rusia-Ukraina. Permasalahan ini sudah terjadi sejak 2021 imbas perubahan iklim yang membuat gagal panen meski perang rusia juga berdampak kepada kenaikan harga.
Secara rinci Franky, demikian panggilannya, membahas masalah ini dengan CNBCÂ Indonesia. Seperti apa masalah sebenarnya yang membuat harga mi instan terkerek naik, simak kutipan wawancaranya:
Harga gandum tidak baik-baik saja?
Harga gandum itu tidak baik-baik saja semenjak 2021, bukan waktu perang Ukraina-Rusia. Jadi gandum sudah naik sebesar 68% di tahun 2021. Penyebabnya bahwa ada kegagalan panen karena perubahan iklim, yang gagal terbesar ada di Amerika dan Kanada. Mereka gagal panen dan produksinya turun 40%.
Itu yang memicu secara bertahap sepanjang tahun 2021 gandum itu naik, naik terus hingga Desember. Perang Rusia-Ukraina, menambah tren kenaikan. Nah apa Ukraina ini Januari-Februari, gandumnya sudah habis dan tidak berdagang, panen lagi April tapi perang, jadi gandum yang sekarang panen, tapi masa perang.
Ini mungkin juga sisa-sisa saat mereka perang, tapi gandum-gandum itu sudah dijual, pasaran mereka Eropa, Turki, Timteng, dan Afrika nomor satu, baru ke asia.
Gandum yang diperdagangkan ada dua, satu untuk perdagangan atau pangan, terigu dan ada juga untuk pakan ternak, yang off kualiti, yang tidak bisa untuk diperdagangkan dan konsumsi, treatment mereka bukan dijual.
Tren harga gandum menurun?
Yang turun itu yang ada di stock market. Kalau di kami realita, perdagangan secara fisik. Itu kertas. Tren menunjukan itu menurun, kalau dia menurun tergantung kapan kita kontrak, kan tidak aladin, kalau kontrak hari ini sampai November. Ada waktu tenggang, memangnya aladin, kontrak hari ini, besok sampai.
Ini dunia, jarak jauh. Mari bicara realita. Kami di dunia realita itu melihat kapan gandum tertinggi terjadi, waktu ribut-ribut. Januari-April kami kira itu tertinggi, ternyata tidak. Ternyata April-Mei naik lagi, nah waktu dia naik lagi, ditambahkan akibat heat wave, ributlah India.
Tapi yang dijual yang tingkat tinggi. Di dalam posisi itu, apa yang berjalan kalau itu pasti industri-industri itu ada kontrak juga, maklum pemerintah India. Revisi harga dinaikan lagi dong.
Gandum yang termurah dan tertinggi mencapai US$ 330. Kawan-kawan itu beli di industri yang menentukan stok gandum, itu satu sisi. Nah itu dari sudut gandum, posisi stok dia rata-rata gimana, itu bagaimana bisa ke pasar,itu nomor 1.
Saya bicara gandum, ada jenis gandum dengan protein tinggi, menengah, dan rendah dan itu kualitasnya berbeda-beda. Protein rendah produknya apa sih? rendah ini produknya untuk wafer, biskuit, cake, yang kecil-kecil karena jadi crunchy.
Di dalam posisi itu, itu yang naik juga, ada yang medium serba guna, bisa ke bawah bisa ke atas. Ada yang protein tinggi, untuk bikin roti, mie, dia mengandung gluten, orang untuk kesehatan anti gluten. Apa itu gluten, membuat perekat, roti jadi naik, mie jadi liat, dan ini bermacam-macam, ada peruntukan masing-masing.
Sehingga kalau untuk mie, umumnya, begitu saya tidak dapat gandum Australia komplen semua, karena mereka spesialin untuk mie gandumnya, bisa dari Kanada, Amerika, kalau roti pasti protein tinggi. Peranan gandum murah ini di industri, mereka mixing sehingga mereka punya standar kualitas itulah persaingan yang bisa menghasilkan produk secara konsisten untuk pelanggannya, tapi harganya lebih murah.
Masing-masing teknologi pertama, kedua masing-masing punya merek, itu adalah identitas, memberi tepung terigu dengan kualitas yang konsisten.
Untuk gandum sepanjang 30 tahun, 30 negara cek bea cukai, negara yang konsisten impor, Kanada, AS, Australia dengan kapal hanya enam hari. Jadi kita bisa lihat, kita pernah juga impor dari India dan Pakistan, tapi industri tidak bergantung apda satu negara dan kita kembangkan produk itu. Ada negara yang on-off. India dan Cina hanya ekspor kalau lebih.
Negara yang konsisten kirim gandum ke Indonesia?
Berdasarkan data 300 negara, tetapi negara yang konsisten Kanada, Australia, dan Amerika. Australia terbesar karena terdekat dengan kita, dan ekspor terbesar mereka Indonesia. Dari 3 negara ini konsisten karena di 3 negara itu standar kualitas gandum yang mereka kirim standar, teknologi dan kebersihan. Kalau keamanan kami bisa jamin.
Harga gandum belum naik sampai 100%, tapi hanya 68% ditambah 18% setelah itu hanya fluktuasi dibandingkan satu tahun lalu.Franciscus Welirang |
Jaga harga gandum?
Kami industri, tentu menjaga risk manajemen, tidak menggantungkan diri pada satu negara. kami mengembangkan produk itu, kenapa negara-negara berbeda, ada negara yang on-off. India tidak selalu ekspor. India ekspor karena mereka kelebihan.
Kalau China lebih mereka juga akan ekspor. Nah itu adalah negara-negara yang on-off, ada Brazil, Argentina, Peru, tapi mereka ada juga yang datang ke Asia. Produsen terbesar Australia, China, dan India. Tapi China dan India penduduknya banyak, jadi kadang mereka ekspor kadang mereka tidak ekspor.
Harga gandum belum naik sampai 100%, tapi hanya 68% ditambah 18% setelah itu hanya fluktuasi dibandingkan satu tahun lalu.
Proyeksinya?
Lihat komoditi market, kalau komoditi turun maka seperti itu juga. Gandum dengan harga seperti ini sudah punya pengalaman, sudah empat kali seperti ini, termasuk 2008, bedanya rupiah - dolarnya Rp 9.000 sekarang Rp 14.000 jadi mengalami satu posisi itu sudah pengalaman. Di Industri yah, entah kalau pemerintah kalau ganti-ganti, mungkin tidak tahu sejarah ke belakang, kami industri tahu sejarahnya.
Mie Instan? Ini emang terigu 100%? Bukan, di dalam cost mie instan ini, kamu pikir ini bukan duit, ini mahal, masih di dalam karton. Mahal ini, nylon, minyak goreng, bawang, belum lagi bumbunya, ada laba, ada macam-macam, salah satu cabe. Yang ini kemarin naik 300%, tapi ga ribut. Ini 65 gram, ini ada minyak goreng, berapa banyak minyak goreng yang terserap, sisanya baru terigu.
3x lipat itu berlebihan, tidak wajar dalam posisi itu. Saya mencoba membaca, beliau tidak bilang 3x lipat itu media. Beliau sah-sah saja memberikan warning, saya positifnya ambil hati-hati dan selalu karena perubahan iklim, Indonesia juga bisa terdampak, beliau lebih ke kewaspadaan. Kalau tidak dibesarkan malah kebobolan. Untuk hal itu, pesannya kita perhatikan pangan kita.
Bagaiman saya membuktikan kalau tidak hanya industri tepung yang diimpor hanya untuk terigu.
Ada kenaikan tapi tidak 3 kali lipat?
Bisa dan ada datanya dari 2004 kami punya datannya, ASN mungkin tidak punya, ganti menteri tidak ada data. Dan ini semua impor, ini selisihnya, bisa simpan 900 ribu ton, ini ke industri pakan ternak kapasitan 25 juta ton, biasanya hanya 15 ribu ton untuk ikan. Kalau mahal pindah ke tapioka.
Gandum ini kurang dan ada datanya, nyata.
(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos Indofood: Harga Mi Instan Bisa Naik, Tapi Nggak 3x Lipat