
Jelang Rilis Data Inflasi AS, Investor Tetap Memburu SBN

Jakarta, CNBCÂ Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup menguat pada perdagangan Rabu (10/8/2022), jelang rilis data inflasi terbaru Amerika Serikat (AS).
Mayoritas investor ramai memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield). Hanya SBN tenor 5, 25, dan 30 tahun yang cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknya yield.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 5 tahun menguat 6,9 basis poin (bp) ke level 6,466%. Sedangkan yield SBN tenor 25 tahun naik tipis 0,2 bp ke 7,57%, dan SBN berjangka waktu 30 tahun menanjak 0,7 bp ke posisi 7,325%.
Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara melandai 1,1 bp ke posisi 7,103%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Sementara itu dari AS, yield obligasi pemerintah (US Treasury) cenderung bervariasi pada perdagangan pagi hari ini waktu setempat, di mana investor cenderung wait and see jelang rilis data inflasi terbaru AS.
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury berjangka pendek yakni tenor 2 tahun turun 0,8 bp ke posisi 3,278% pada hari ini pukul 07:20 waktu setempat, dari sebelumnya pada perdagangan Selasa kemarin di 3,286%.
Namun untuk yield Treasury tenor 10 tahun yang merupakan acuan obligasi negara AS naik 0,8 bp ke 2,805% pada hari ini, dari sebelumnya pada perdagangan kemarin di 2,797%.
Sekitar pukul 19:30 WIB, data inflasi AS dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) periode Juli 2022 akan dirilis.
IHK Negeri Paman Sam diprediksi akan sedikit menurun karena penurunan harga minyak mentah dunia dan akan memberikan sinyal mengenai langkah selanjutnya dari bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Pasar memprediksi IHK Negeri Paman Sam pada bulan lalu akan melandai menjadi 8,7%, dari sebelumnya pada Juni lalu di 9,1%.
Jika tingkat inflasi turun di bawah perkiraan, maka prospek kenaikan 75 bp kemungkinan akan menurun dan investor cenderung merespons positif serta mereka tidak khawatir untuk memburu aset berisiko, tetapi mereka cenderung melepas obligasi pemerintah.
Namun sebaliknya, jika IHK AS tumbuh di atas ekspektasi konsensus pasar di angka 8,7%, maka aset berisiko kemungkinan akan mengalami koreksi karena ekspektasi pasar bahwa The Fed akan melanjutkan kenaikan suku bunganya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi