RI Lewat! Negara Ini Sudah 54 Bulan Nikmati "Durian Runtuh"

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
04 August 2022 15:35
An undated handout photo of Whitehaven Coal's Maules Creek coal mine in New South Wales, Australia.   Whitehaven Coal Ltd/Handout via REUTERS   ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE HAS BEEN SUPPLIED BY A THIRD PARTY. NO RESALES. NO ARCHIVES
Foto: Tambang batubara Maules Creek Whitehaven Coal di New South Wales, Australia (Whitehaven Coal Ltd/Handout via REUTERS)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tingginya harga komoditas, khususnya batu bara dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) membuat Indonesia ketiban "durian runtuh". Keduanya merupakan komoditas ekspor utama Indonesia.

Seperti diketahui, kedua komoditas tersebut mencetak rekor tertinggi sepanjang masa di tahun ini. Harga batu bara acuan Ice Newcastle kontrak 2 bulan ke depan mencatat rekor tertinggi di US$ 487/ton pada 7 Maret lalu. Saat ini harga batu bara masih berada di dekat US$ 400/ton.

Sementara CPO di bursa Derivatif Malaysia sempat untuk kontrak 2 bulan ke depan menyentuh rekor RM 8.000/ton awal Maret lalu, dan saat ini berada di kisaran RM 3.800/ton.

Sepanjang semester I-2022, batu bara yang berkontribusi sebesar 18% terhadap ekspor, berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik (BPS). CPO berada di urutan kedua dengan kontribusi sebesar 11,35%, kemudian besi dan baja sebesar 10,8%.

Kenaikan harga komoditas tersebut membuat nilai ekspor menjadi melonjak, neraca perdagangan mampu mencetak surplus selama 26 bulan beruntun.
Rekor surplus tertinggi tercatat pada April lalu sebesar US$ 7,56 miliar.

Namun, rekor surplus terpanjang tersebut masih kalah dari Australia yang sudah lebih dulu menikmati windfall alias "durian runtuh".

Harga bijih besi yang cukup tinggi, begitu juga dengan batu bara membuat Australia sudah menikmati durian runtuh dalam 4,5 tahun, atau 54 bulan beruntun. Bahkan, pada bulan Juni surplus mencetak rekor tertinggi sepanjang masa.

Data yang dirilis oleh Biro Statistik Australia pagi ini menunjukkan surplus neraca perdagangan meroket hingga mencetak rekor tertinggi sepanjang masa AU$ 17,7 miliar (US$ 12,3 miliar), jauh di atas estimasi ekonom US$ 14 miliar. Ekspor dilaporkan melesat 5,1% dari Mei menjadi AU$ 61,53 miliar, sementara dan impor tumbuh 0,7% menjadi AU$ 43,86 miliar.

Surplus tersebut diperkirakan akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2022.

"Kami estimasikan net ekspor akan memberikan dorongan ke pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2022 sekitar 1%, yang mendukung pandangan kami ekonomi Australia lebih baik dari prediksi," kata Marcel Thieliant, ekonom senior di Capital Economics, sebagaimana dilansir Bloomberg.

Sama dengan Indonesia, Australia merupakan produsen besar batu bara, tetapi bukan menjadi komoditas ekspor terbesar. Bijih besi merupakan komoditas yang memberikan kontribusi terbesar ke ekspor Australia.

Bijih besi berkontribusi sekitar 15% terhadap total ekspor Australia, dan batu bara sebesar 11%.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekspor RI Februari 2022 US$ 20,46 Miliar, Melonjak 34,14%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular