
Duh, Rupiah Tetap Tertekan Nih Padahal Dolar AS Melemah

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah sempat menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tapi kemudian berbalik arah dan terkoreksi hingga di pertengahan perdagangan Selasa (2/8/2022). Padahal, indeks dolar AS sedang melemah di pasar spot.
Mengacu pada data Refinitv, rupiah menguat pada pembukaan perdagangan pasar sebanyak 0,1% ke Rp 14.855/US$. Sayangnya, rupiah berbalik arah dan terkoreksi 0,03% menjadi Rp 14.875/US$ pada pukul 11:00 WIB.
Indeks dolar AS yang mengukur kinerja greenback terhadap enam mata uang utama dunia lainnya, kembali terkoreksi. Pukul 11:00 WIB, indeks dolar AS melemah 0,21% ke posisi 105,22. Artinya, indeks dolar AS bergerak kian menjauhi rekor tertingginya selama dua dekade pada pertengahan Juli lalu di 109,29.
Terkoreksinya dolar AS dipicu oleh ekspektasi pasar bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan mengurangi keagresifannya untuk menaikkan suku bunga karena data ekonomi AS yang menunjukkan perlambatan pada ekonomi.
"Suku bunga AS lebih rendah karena ekonomi melambat. Pengetatan kondisi keuangan dari The Fed yang dimulai tahun 2021 mulai mengalir melalui ekonomi yang lebih luas," tutur Kepala Suku Bunga AS AmeriVet Securities Gregory Faranello dikutip Reuters.
Pada Senin (1/8), data aktivitas manufaktur AS melambat di Juli dengan indeks aktivitas pabrik dari Institute for Supply Management (ISM) turun ke 52,8 dari 53 di Juni dan menjadi level terendah sejak Juni 2020.
Meskipun angka di atas 50 menunjukkan ekspansi di bidang manufaktur, tapi ekspansinya telah melambat. Sektor manufaktur menyumbang 11,9% pada PDB AS.
Pengeluaran konstruksi AS juga menurun 1,1% pada Juni karena pengeluaran untuk pembangunan rumah keluarga tunggal menurun tajam di tengah kenaikan suku bunga hipotek.
Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin (1/8) telah mengumumkan data inflasi Juli 2022 naik 0,64% secara bulanan dari 0,61% pada bulan sebelumnya. Secara tahunan, laju inflasi kembali melesat ke 4,94% dan menjadi yang tertinggi sejak Oktober 2015 atau 7 tahun lalu.
Kenaikan inflasi tersebut dipicu oleh meningkatnya harga cabai merah, tarif angkutan udara, bawang merah, dan cabai rawit, serta bahan bakar rumah tangga yang termasuk tarif listrik.
Meski begitu, inflasi inti naik 0,28% menjadi 2,86%. Inflasi inti biasanya diawasi ketat oleh Bank Indonesia (BI) untuk menetapkan kebijakan moneternya. Namun, inflasi inti masih berada pada target BI di 3%.
BI dijadwalkan akan menggelar pertemuan pada 22-23 Agustus 2022 untuk mendiskusikan kebijakan moneternya. Secara year to date, Mata Uang Garuda telah terkoreksi 3,9% di hadapan dolar AS karena keagresifan The Fed untuk menaikkan suku bunganya, sehingga rupiah pun tertekan.
Sejak Desember 2021, The Fed telah menaikkan suku bunganya sebanyak empat kali dan mengirim tingkat suku bunga The Fed berada di 2,25-2,5%.
Sedangkan, suku bunga acuan BI di 3,5% dan telah bertahan hingga 18 bulan. Maka dari itu, selisih suku bunga The Fed dan BI kian menipis. Hal tersebut tentunya akan memicu capital outflow karena Indonesia terlihat kurang menarik bagi investor.
Tanda-tanda rupiah terkoreksi sudah terlihat di pasar Non-Deliverable Forward (NDF). Rupiah melemah jika dibandingkan dengan penutupan pasar pada Senin (1/8).
Periode | Kurs Senin (1/8) pukul 15:21 WIB | Kurs Selasa ((2/8) pukul 11:05 WIB |
1 Pekan | Rp14.848,5 | Rp14.853,0 |
1 Bulan | Rp14.856,0 | Rp14.871,0 |
2 Bulan | Rp14.875,0 | Rp14.896,0 |
3 Bulan | Rp14.899,0 | Rp14.919,0 |
6 Bulan | Rp14.964,8 | Rp14.986,0 |
9 Bulan | Rp15.027,4 | Rp15.051,0 |
1 Tahun | Rp15.094,0 | Rp15.126,0 |
2 Tahun | Rp15.590,5 | Rp15.571,0 |
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aaf/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Habis Tenaga, Rupiah Lesu Di Saat Mata Uang Asia Menguat