
Ini 5 Saham yang Naik Tak Wajar, 'Haka' Atau Hati-hati Nih?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan lalu kinerja indeks saham domestik ditutup dengan manis. Bersamaan dengan kenaikan nyaris 1%. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), beberapa saham bergerak liar dan bahkan melesat tinggi dalam waktu singkat.
Mengacu pada statistik mingguan Bursa Efek Indonesia (BEI), lima saham yang menduduki papan top gainers adalah PT Oscar Mitra Sukses Sejahtera Tbk (OLIV), PT Arkora Hydro Tbk (ARKO), PT Global Mediacom Tbk (BMTR), PT Pelangi Indah Canindo Tbk (PICO) serta PT Bumi Resources Tbk (BUMI).
Kelima saham tersebut melesat lebih dari 30% pekan lalu. Namun sebenarnya apa sentimen atau katalis yang membuat harga saham tersebut berterbangan?
Pertama, kita ulas terlebih dahulu saham jawara top gainers pekan lalu yaitu OLIV. Emiten yang bergerak di bidang perdagangan furnitur ini sejatinya belum lama melakukan aksi korporasi berupa penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering/IPO).
OLIV resmi melantai di bursa saham domestik pada 17 Mei 2022 dengan melepas 400 juta saham di harga Rp 100/unit. Namun sayang, dalam kurun waktu dua bulan, harga saham OLIV malah 'nyender' dan tak jauh bergerak di kisaran harga IPO.
Pada 18 Juli 2022, harga saham OLIV ditutup anjlok dari Rp 101/unit menjadi Rp 90/unit. Saham OLIV bahkan sempat menyentuh posisi penutupan terendah sejak IPO pada 21 Juli 2022 di Rp 84/unit. Namun setelah itu harga saham OLIV melambung dan ditutup di posisi tertingginya Rp 123/unit pada 28 Juli 2022.
Sayangnya apresiasi tersebut tak bertahan lama. Dalam dua hari terakhir harga saham OLIV ambles. Kemarin (1/8), harga saham OLIV ditutup turun 9,76% dan terkena auto reject bawah (ARB) setelah pekan lalu memberikan return nyaris 45%.
Selanjutnya ada saham emiten Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yaitu ARKO. Sama seperti OLIV, ARKO juga belum lama IPO. Tepat pada 8 Juli 2022, saham ARKO tercatat di BEI dan dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
ARKO melepas 608.895.000 saham di harga Rp 300/unit saat IPO. Namun beda nasib dengan OLIV yang harganya 'nyender', harga saham ARKO perlahan tapi pasti mengalami uptrend, walau pada debutnya harga saham ARKO malah ditutup di bawah harga IPO.
Saham ARKO naik 41% di minggu lalu. Namun di awal Agustus, harga saham ARKO ditutup stagnan di Rp 595/unit.
Beralih ke saham top gainers ketiga ada emiten holding media milik konglomerat Hary Tanoesoedibjo yaitu PT Global Mediacom Tbk (BMTR). Saham BMTR melesat 40,97% dalam sepekan setelah diselenggarakannya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Sentimen yang menjadi katalis positif untuk harga saham BMTR adalah adanya rencana aksi korporasi berupa merger BMTR dengan anak usahanya yaitu PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN). Dengan aksi tersebut, BMTR sebagai perusahaan induk (holding) juga akan berstatus sebagai perusahaan operating.
Namun lagi-lagi sayang, tren penguatan harga saham yang tinggi dalam waktu singkat tersebut tidak bertahan lama. Boleh saja BMTR melemah 1,97%. Namun dari posisi tertingginya di Rp 470/unit, harga saham BMTR anjlok sampai 15% awal pekan kemarin.
Posisi keempat diduduki oleh saham emiten manufaktur pengepakan yaitu PICO. Secara umur sebenarnya PICO sudah melantai di bursa domestik sejak tahun 1996.
Hanya saja harga saham PICO cenderung diam di kisaran Rp 100/unit sejak awal Maret 2022. Volume transaksi saham PICO juga terbilang sangat sepi dan tidak likuid. Baru pada 4 Juli 2022, harga saham PICO melesat tinggi bersamaan dengan kenaikan volume transaksi secara tiba-tiba.
Harga saham PICO menyentuh posisi penutupan tertingginya tahun ini pada 27 Juli 2022. Kala itu satu unit harga saham PICO dihargai Rp 206 atau naik lebih dari 2x sejak awal Juli. Namun harga saham PICO terus melorot sejak Kamis pekan lalu. Bahkan di akhir pekan lalu dan awal pekan ini, harga saham PICO terkena ARB.
Terakhir, ada saham yang populer di kalangan investor maupun trader karena fenomenal. Apa lagi kalau bukan saham emiten batu bara dengan produksi terbesar di Indonesia yaitu PT Bumi Resources Tbk (BUMI).
Di sepanjang tahun ini, harga saham BUMI sudah tidak nyender lagi di level gocap alias Rp 50/unit. Katalis positif datang dari kenaikan harga batu bara yang tembus US$ 400/ton. Namun di sisi lain saham BUMI juga dirumorkan diborong oleh investor misterius.
Usut punya usut, investor tersebut merupakan klien dari Nomura Bank Switzerland (NBS) dan pembeliannya dilakukan lewat rekening escrow yang dikelola oleh NBS sebagai pihak ketiga.
KSEI juga mengungkapkan bahwa pembelian pertama dilakukan tengah pekan lalu atau di tanggal 19 Juli 2022. Namun aksi borong terus berlanjut dan membuat harga sahamnya terbang tinggi. Bahkan di pekan lalu masih sempat mencatatkan kenaikan lebih dari 30%.
Mengacu pada keterbukaan informasi yang dirilis oleh perusahaan per 29 Juli 2022, investor NBS Client telah menguasai 9,4 miliar saham BUMI atau setara dengan 6,97%.
Itulah saham-saham yang bergerak liar sepanjang pekan lalu. Ada yang didorong oleh sentimen aksi korporasi, kedatangan investor baru, baru saja IPO dan ada yang tak ada angin tak ada hujan mengalami kenaikan signifikan.
(trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IHSG Balas Dendam, tapi Apa Kuat ke 7.000 Lagi?