
Kabar Buruk China & Inflasi RI Meninggi, Rupiah Melemah Lagi

Jakarta, CNBCÂ Indonesia -Â Rilis data ekonomi yang bervariasi di awal Agustus membuat rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (1/8/2022). Padahal, pada pekan lalu rupiah mampu menunjukkan kinerja impresif, menguat lebih dari 1,2% dan mengakhiri pelemahan dalam 7 pekan beruntun.
Pada pembukaan perdagangan, rupiah melemah tipis 0,03%, kemudian terdepresiasi hingga 0,34% ke Rp 14.885/US$. Rupiah kemudian berhasil memangkas pelemahan, mengakhiri perdagangan di Rp 14.870/US$, atau melemah 0,27% di pasar spot.
Pagi ini Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data inflasi Indonesia periode Juli 2022. Hasilnya tidak jauh dari ekspektasi, inflasi semakin tinggi.
Kepala BPS Margo Yuwono melaporkan laju inflasi domestik bulan lalu adalah 0,64% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm).Lebih tinggi dibandingkan Juni 2022 yang sebesar 0,61%.
Namun secara tahunan (year-on-year/yoy), laju inflasi terakselerasi. Inflasi Juli 2022 tercatat 4,94% (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang 4,35% sekaligus jadi yang tertinggi sejak Oktober 2015.
Inflasi inti juga tercatat naik menjadi 2,68% (yoy) lebih tinggi dari sebelumnya 2,63% (yoy).
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi periode Juli 2022 sebesar 0,53% mtm.Sementara inflasi tahunan diperkirakan 4,89%.
Tingginya inflasi tentunya bisa membuat daya beli masyarakat tergerus dan berdampak negatif ke pertumbuhan ekonomi. Apalagi Bank Indonesia (BI) masih enggan menaikkan suku bunga, rupiah pun tak bertenaga.
Meski demikian ada juga kabar baik. S&P Global pagi tadi merilis angka aktivitas manufaktur yang dicerminkan dengan Purchasing Managers' Index (PMI). Untuk periode Juli 2022, PMI manufaktur Indonesia berada di 51,3. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 50,2 sekaligus jadi yang tertinggi dalam tiga bulan terakhir.
Pemesanan baru (new orders) meningkat setelah berada di tingkat yang rendah pada Juni. Dunia usaha menyebut peningkatan produksi terjadi seiring tumbuhnya permintaan dari konsumen.
Saat permintaan ekspor masih turun, permintaan domestik mampu mengambil alih. Penurunan ekspor bahkan berada di titik terendah sejak Agustus tahu lalu.
Dengan peningkatan permintaan, dunia usaha pun menambah tenaga kerja. Bahkan penambahan tenaga kerja berada di level tertinggi sepanjang sejarah pencatatan.
"Sektor manufaktur Indonesia mengembalikan momentum pertumbuhannya. Permintaan yang lebih tinggi, terutama dari konsumen domestik, membuat produksi meningkat. Peningkatan produksi mendorong dunia usaha untuk menambah tenaga kerja," papar SianJones, Ekonom Senior S&P Global Market Entelligence, seperti dikutip dari keterangan tertulis.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> China Beri Kabar Kurang Sedap
