Tak Peduli Amerika Resesi, Harga Minyak Naik 11% Minggu Ini

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
31 July 2022 07:45
Pom bensin Shell Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (1/7/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Pom bensin Shell Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (1/7/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia melesat pada perdagangan pekan ini. Kekhawatiran soal menipisnya pasokan ternyata lebih besar ketimbang penurunan permintaan.

Sepanjang minggu ini, harga minyak jenis brent meroket 11,82% secara point-to-point. Sementara yang jenis light sweet atawa West Texas Intermediate (WTI) melonjak 4,14%.

Isu seputar pasokan lebih kuat mempengaruhi pasar minyak pekan ini. Stok minyak Amerika Serikat (AS) pada pekan yang berakhir 22 Juli 2022 berkurang drastis 4,52 juta barel.

Penurunan stok minyak AS terjadi karena ekspor yang mencapai 4,5 juta barel/hari pada pekan lalu. Ini adalah angka ekspor minyak terbesar sepanjang sejarah Negeri Adikuasa.

"Angkanya akan semakin besar. Bukan tidak mungkin dalam laporan berikutnya bisa mencapai 5 juta barel/hari," ujar Robert Yawger, Executive Director of Energy Futures di Mizuho, kepada Reuters.

Ya, kini AS memang jadi andalan pemasok minyak di berbagai negara, terutama di Eropa. Ini karena Uni Eropa 'mengharamkan' minyak dari Rusia, sebagai sanksi atas serangan Negeri Beruang Merah ke Ukraina. Jadi tidak heran ekspor minyak AS melonjak sehingga stok dalam negeri turun drastis.

Tidak hanya dari AS, pasokan dari OPEC+ juga sulit diharapkan untuk naik. Pekan depan, negara-negara anggota OPEC+ berencana untuk mengadakan rapat dan pasar melihat kemungkinan kartel ini menambah produksi tidak akan besar.

"Pembicaraan saat ini adalah ada kenaikan dalam jumlah kecil atau malah ditahan di level yang sekarang," seorang sumber membisikkan kepada Reuters.

"Saya rasa produksi tidak akan naik," sebut sumber selanjutnya.

Halaman Selanjutnya --> AS Masuk 'Jurang' Resesi

Kecemasan akan terbatasnya pasokan mampu menutup kekhawatiran akan penurunan permintaan. Salah satu risiko yang bisa menghambat permintaan adalah resesi di AS.

US Bureau of Economic Analysis melaporkan pembacaan awal terhadap ekonomi Negeri Paman Sam menunjukkan adanya kontraksi alias pertumbuhan negatif negatif 0,9% pada kuartal II-2022 dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq). Pada kuartal I-2022, Produk Domestik Bruto (PDB) AS juga terkontraksi 1,6% qtq.

Saat ekonomi suatu negara mengalami kontraksi qtq dalam dua kuartal beruntun, itu disebut dengan resesi teknikal. So, Negeri Adikuasa kini sudah resmi masuk ke 'jurang' resesi.

Semestinya kabar ini jadi sentimen negatif bagi harga minyak. Pasalnya, AS adalah konsumen minyak terbesar di dunia. Jika sang konsumen terbesar mengalami resesi, maka aktivitas ekonomi akan lesu sehingga permintaan energi turun.

Namun sejauh ini yang terjadi tidak demikian. Harga minyak masih bisa naik, karena pasokan yang diperkirakan bakal seret.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasokan Libya Bikin Panas Harga Minyak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular