The Fed Naikkan Suku Bunga 75 Bps, Ekonomi RI Kuat Hadapi?

Teti Purwanti, CNBC Indonesia
Jumat, 29/07/2022 11:00 WIB
Foto: CNBC Indonesia TV

Jakarta, CNBC Indonesia - Kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat sudah banyak diprediksi. The Federal Reserve telah mengumumkan kenaikan suku bunga 75 bps yang telah diantisipasi pasar untuk melawan inflasi.

Bank sentral AS memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan (Federal Funds Rate/FFR) sebesar 75 bps menjadi 2,25% hingga 2,5%.


Meski demikian, bank sentral AS mengisyaratkan bahwa ke depannya laju kenaikan suku bunga dapat melambat.

Berbeda 180 derajat, bulan ini bank sentral Indonesia (BI) memutuskan untuk kembali mempertahankan suku bunga acuan di rekor terendah sepanjang sejarah 3,5% dan telah berlangsung 18 bulan.

Saat ini untuk membatasi likuiditas dan menjaga nilai tukar rupiah, BI memilih langkah alternatif yakni dengan menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) dan melakukan intervensi di pasar obligasi.

Kenaikan suku bunga the Fed masih tetap harus diwaspadai oleh investor dalam negeri. Salah satunya karena kenaikan suku bunga AS berarti selisih antara FFR dengan suku bunga Bank Indonesia (BI) akan semakin menyempit.

Menyempitnya selisih tersebut dapat menjadi ancaman karena membuat investasi di pasar keuangan Indonesia menjadi relatif kurang menarik, khususnya di pasar obligasi.

Data Kementerian Keuangan bahkan mencatat eksodus dari pasar keuangan domestik sudah mulai terjadi, yang mana pada bulan Mei pasar obligasi mengalami outflow Rp 32,12 triliun. Kemudian Juni sebesar Rp 15,51 triliun dan bulan Juli ini hingga tanggal 26 dana asing yang dibawa kabur mencapai Rp 29,15 triliun.

Kaburnya dana asing dapat merembes hingga ke pasar ekuitas, mengingat tingginya suku bunga AS memberikan tekanan likuiditas bagi investor Barat yang sebagian mungkin terpaksa keluar dari bursa domestik. Jika aksi jual asing terjadi secara signifikan, artinya ini dapat memberikan tekanan bagi IHSG.

Sejatinya sejak awal tahun asing tercatat rajin memborong saham RI, mengingat bursa domestik mencatatkan kinerja terbaik di Asia Pasifik. Sejak awal tahun net buy asing telah mencapai Rp 58,19 triliun di seluruh pasar.

Namun dalam beberapa waktu ini tren tersebut mengalami perubahan dengan net buy harian yang semakin kecil atau bahkan asing malah melepas saham RI.

Dalam sepekan terakhir investor asing melepas Rp 326 miliar saham RI di pasar reguler, sedangkan dalam sebulan terakhir aksi jual tersebut membengkak hingga Rp 5,59 triliun.

Di sisi lain, kabar buruk datang dari Dana Moneter Internasional (IMF) yang kembali memangkas pertumbuhan ekonomi global 2022. Sebelumnya pada April lalu IMF memproyeksi ekonomi global tumbuh 3,6%, sedangkan dalam proyeksi terbaru turun menjadi 3,2%.

Pemangkasan proyeksi tersebut nyaris terjadi di seluruh ekonomi termasuk ASEAN-5 yang pertumbuhannya berkurang 0,8% dari sebelumnya dan terbaru ekonominya diperkirakan mengalami ekspansi 5,3%. ASEAN-5 yang disebut IMF terdiri dari Indonesia, Thailand, Malaysia, Vietnam dan Filipina. 


(vap/vap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Beda Arah "Jurus" Bank Sentral Dunia Atasi Ketidakpastian Dunia