
Amerika Naikkan Bunga, Rupiah Tetap Perkasa & Terbaik di Asia

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat pada perdagangan pagi ini. Rupiah mampu melaju karena dolar AS sedang lesu, meski bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) menaikkan suku bunga acuan.
Pada Kamis (28/7/2022), US$ 1 setara dengan Rp 14.925 kala pembukaan perdagangan pasar spot. Rupiah menguat 0,57% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Tidak hanya rupiah, berbagai mata uang utama Asia pun berhasil membukukan apresiasi di hadapan greenback. Namun apresiasi rupiah adalah yang terbaik, mata uang Ibu Pertiwi sah jadi jawara Asia.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang Benua Kuning pada pukul 09:04 WIB:
Ternyata bukan cuma di Asia, kelesuan dolar AS memang mengglobal. Pada pukul 09: WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 018% ke 106.261. Dalam sepekan terakhir, indeks ini berkurang 0,61%.
Dini hari tadi waktu Indonesia, Komite Pengambil Kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) sepakat untuk kembali menaikkan suku bunga acuan. Federal Funds Rate didongrak 75 basis poin (bps) menjadi 2,25-2,5%.
"Komite memutuskan untuk menaikkan kisaran target Federal Funds Rate menjadi 2,25-2,5%. Ke depan, kami mengantisipasi kenaikan lebih lanjut sebagai hal yang layak (appropriate)," sebut keterangan tertulis The Fed.
The Fed memang sangat agresif. Untuk meredam inflasi yang sudah di atas 9%, suku bunga acuan dinaikkan dengan sangat cepat. Sepanjang tahun ini, Federal Funds Rate sudah naik 225 bps. Suku bunga acuan Negeri Adikuasa sudah berada di titik tertinggi sejak Juni 2019, sebelum pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).
Biasanya kenaikan suku bunga acuan akan menjadi 'obat kuat' bagi mata uang suatu negara, tidak terkecuali dolar AS. Sebab, kenaikan suku bunga acuan akan ikut mendongkrak imbalan investasi aset berbasis mata uang tersebut. Arus modal menjadi deras mengalir sehingga menopang apresiasi mata uang.
Namun saat ini, agresivitas The Fed sudah diperkirakan sebelumnya oleh pasar. Sudah priced in, tertebak, ketaker. Tidak ada kejutan.
"The Fed memang hawkish, tetapi Anda sudah bisa menebak itu beberapa bulan lalu. Secara teoretis, dolar AS memang semestinya menguat dalam iklim seperti ini. Akan tetapi, situasi semacam ini sudah diperkirakan sebelumnya, sesuai dengan ekspektasi," kata Marvin Loh, Senior Global Markets Strategist di State Street yang berbasis di Boston (AS), seperti dikutip dari Reuters.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Tersangka Pembunuh' Rupiah Pagi Ini: The Fed dan IMF
