Ngamuk di Awal, Rupiah Malah Berakhir Stagnan! Ada Apa?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Selasa, 26/07/2022 15:19 WIB
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah di awal perdagangan Selasa (26/7/2022) "mengamuk" dengan menguat tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS). Sayangnya penguatan tersebut gagal dipertahankan, terus terpangkas hingga berbalik melemah.

Melansir data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka, rupiah melesat 0,43% ke Rp 14.930/US$. Level tersebut menjadi yang terkuat hari ini. Rupiah malah sempat menyentuh lagi Rp 15.000/US$ atau melemah tipis 0,03%.

Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 14.995/US$, stagnan alias sama persis dengan posisi penutupan perdagangan kemarin.


Tanda-tanda rupiah batal menguat sudah terlihat di pasar non-deliverable forward (NDF) di mana posisinya lebih lemah beberapa saat sebelum penutupan ketimbang pagi tadi.

Periode

Kurs Selasa (26/7) pukul 8:56 WIB

Kurs Selasa (26/7) pukul 14:59 WIB

1 Pekan

Rp14.932,5

Rp14.980,0

1 Bulan

Rp14.953,0

Rp15.003,0

2 Bulan

Rp14.980,0

Rp15.030,5

3 Bulan

Rp15.011,0

Rp15.058,0

6 Bulan

Rp15.076,0

Rp15.136,0

9 Bulan

Rp15.148,0

Rp15.203,0

1 Tahun

Rp15.291,0

Rp15.273,0

2 Tahun

Rp15.786,4

Rp15.780,6

NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.

Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.

Gagalnya rupiah mencatat penguatan tidak lepas dari bank sentral AS (The Fed) yang akan mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis dini hari waktu Indonesia.
The Fed sejauh ini sudah menaikkan suku bunga sebanyak 3 kali dengan total 150 basis poin menjadi 1,5% - 1,75%.

Pasar memperkirakan The Fed akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi 2,25% - 2,5%. Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, probabilitas kenaikan tersebut sekitar 80%. Namun, ada juga probabilitas sekitar 20% The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 100 basis poin.

Jika The Fed menaikkan 100 basis poin, maka suku bunganya akan menjadi 2,5% - 2,75%, dan selisihnya dengan suku bunga Bank Indonesia (BI) akan semakin menyempit.

Pada pekan lalu BI masih mempertahankan suku bunga acuan di rekor terendah sepanjang sejarah 3,5%.

"Rapat Dewan Gubernur Juli 2022 memutuskan mempertahankan BI 7- Day Reverse Repo rate (BI 7-DRR) pada level 3,5%," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (21/7/2022).

Sementara itu suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%. BI sudah 18 bulan mempertahankan suku bunga.

BI sudah 18 bulan mempertahankan suku bunganya.

Ketika selisih suku bunga acuan menyempit, maka yield obligasi juga akan sama. Hal ini bisa memicu capital outflow dari pasar obligasi Indonesia.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Indeks Dolar AS Jeblok


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS

Pages