Roundup

Duh! Asing Terus 'Minggat' dari Indonesia Nih, Ini Buktinya

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
26 July 2022 07:25
Sun, Ilustrasi Oligasi
Foto: Sun, Ilustrasi Oligasi

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia dalam beberapa pekan terakhir cenderung berkinerja buruk dan pergerakannya cenderung berfluktuasi, kecuali di pasar obligasi pemerintah yang cenderung lesu dalam beberapa pekan terakhir.

Sementara itu, investor asing juga makin tidak tertarik dengan pasar keuangan RI, baik di pasar saham, mata uang, maupun di pasar obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN).

Di pasar saham, hal ini tentunya berbanding terbalik dengan posisi pada awal tahun ini di mana asing masih 'getol' memburu saham-saham di RI. Sedangkan di mata uang Tanah Air (rupiah) dan SBN berbanding terbalik pada tahun lalu.

Di pasar saham RI atau Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan kemarin, berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), asing kembali mencatatkan outflow atau net sell sebesar Rp 271,79 di seluruh pasar, di mana sebesar Rp 350,56 miliar di pasar reguler. Asing hanya memburu di pasar tunai dan negosiasi sebesar Rp 78,77 miliar.

Dalam sebulan terakhir, asing telah mencatatkan outflow hingga mencapai 6,78 triliun di pasar saham RI. Tetapi sepanjang tahun ini (year-to-date/YTD), asing masih mencatatkan inflow sebesar Rp 56,89 triliun di pasar saham RI.

Sedangkan di pasar SBN, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan RI dari akhir bulan lalu hingga 22 Juli, asing mencatatkan outflow sebesar Rp 29,15 triliun.

Sedangkan dari posisi akhir tahun lalu hingga 21 Juli lalu atau sepanjang tahun ini (YTD), outflow di pasar SBN sudah mencapai Rp 140,27 triliun.

Di kawasan Asia-Pasifik, Indonesia menjadi yang paling besar dilepas oleh asing dari kepemilikan SBN-nya pada bulan lalu, di mana asing telah melepas SBN sebesar Rp 15,51 triliun.

Setelah Indonesia, ada Thailand yang dilepas sebesar US$ 1,11 miliar, Malaysia sebesar US$ 940 juta, dan Korea Selatan di mana asing melepasnya sebesar US$ 725 juta pada bulan lalu.

Tak hanya di pasar saham dan SBN, asing juga seakan tidak tertarik dengan rupiah. Bahkan dalam enam pekan beruntun, rupiah tidak pernah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS). Meski belakangan pelemahannya tipis-tipis saja, pada pekan lalu rupiah hanya melemah 0,17% ke Rp 15.015/US$.

Investor asing meninggalkan Indonesia bukan karena faktor fundamental domestik, tetapi lebih karena kekhawatiran resesi, inflasi global yang masih meninggi, dan semakin agresifnya bank sentral di Negara Barat untuk menaikkan suku bunga acuannya.

Tak hanya di Indonesia saja, banyak negara di Asia harus merelakan kaburnya dana asing di pasar keuangan dalam negeri masing-masing.

Dilansir dari The Business Times, asing mencatatkan outflow dari tujuh pasar saham negara Asia pada kuartal terakhir menembus US$ 40 miliar ekuitas atau sekitar Rp 599,4 triliun (kurs Rp 14.985/US$). Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan periode tiga bulan selama periode sistemik sejak 2007.

Tujuh negara tersebut adalah India, Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Thailand. Jumlah US$ 40 miliar merupakan total outflow selama tiga bulan jika dibandingkan dengan tiga periode sistemik sebelumnya.

Di lain sisi, Bank Indonesia (BI) yang masih cenderung dovish juga menjadi penyebab investor asing cenderung enggan memburu aset keuangan di RI, meski sejatinya hal ini menjadi dorongan asing untuk memburunya.

BI masih mempertahankan suku bunga acuan. Kini, BI 7-Day Reverse Repo rate (BI-7DRR) tetap bertengger pada level 3,5%.

Sedangkan, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%.

Keputusan yang cukup mengejutkan di tengah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dan bank sentral negara maju lainnya yang semakin agresif menaikkan suku bunga acuan. Dalam polling yang dilakukan CNBC Indonesia, sebagian ekonom memperkirakan kenaikan suku bunga 0,25%.

"Apabila pasar merasa bank sentral negara berkembang kurang responsif untuk menaikkan suku bunga acuan guna menjangkar ekspektasi inflasi dan menjaga perbedaan imbal hasil tetap menarik untuk investor, maka potensi outflows meningkat," ungkap Enrico Tanuwidjaja, Head Economic and Research UOB Indonesia kepada CNBC Indonesia, Senin (25/7/2022) kemarin.

Hal yang senada disampaikan oleh Irman Faiz, Analis Makroekonomi Bank Danamon.

"Ada potensi bahwa outflows akan berlanjut karena pasar sudah mulai berekspektasi bahwa BI akan naikkan bunga di tengah The Fed yang agresif," jelasnya kepada CNBC Indonesia.

Meski demikian, pelemahan rupiah tidak terlalu signifikan. Mengingat porsi asing di SBN juga semakin menipis, yakni 15%.

"Dampaknya ke rupiah tidak terlalu agresif karena memang level dari kepemilikan asing sudah jauh lebih rendah dan kita lihat pemain domestik yang lebih banyak memegang aset portfolio," paparnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mei tidak Berakhir Horor, IHSG-Rupiah Siap Ngegas Awal Juni?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular