
Simak! Kata 5 Ekonom RI Soal Keputusan BI Tahan Suku Bunga

Jakarta, CNBC Indonesia - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 20-21 Juli 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,5%.
BI juga mempertahankan suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%.
"Keputusan suku bunga BI-7DRR didasarkan assessment dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, perkiraan inflasi ke depan khususnya inflasi inti dan implikasinya pada pertumbuhan ekonomi," tutur Perry, dalam konferensi pers, Kamis (21/7/2022).
Suku bunga acuan yang terendah dalam sejarah Indonesia tersebut sudah bertahan sejak Februari 2021 atau sudah bertahan selama 18 bulan terakhir.
Hal ini cukup mengagetkan bagi sebagian ekonom tanah air. Sebab, Polling CNBC dari 14 lembaga/institusi menunjukkan tujuh lembaga memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga sementara tujuh lain memperkirakan bank sentral RI akan mempertahankan BI-7DRR.
Ekonom DBS Radhika Rao mengatakan keputusan BI mempertahankan suku bunga bulan ini menunjukkan inflasi belum menjadi game changer bagi penentuan suku bunga.
Dia memperkirakan BI baru akan mengubah kebijakan jika inflasi inti menembus 3% lebih.
"Inflasi inti diperkirakan menembus 3% lebih pada akhir kuartal III-2022. Mungkin saat itulah BI baru akan mempertimbangkan kenaikan," tuturnya.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memahami alasan BI menahan suku bunga mempertimbangkan dari sisi inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Namun Faisal memperkirakan inflasi inti dan umum akan meningkat ke depan.
Kondisi tersebut mempersempit ruang BI untuk mempertahankan suku bunga acuan. "Kami memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan hingga 75 bps menjadi maksimum 4,25% pada semester II-2022," tutur Faisal, dalam Macro Brief.
Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana mengatakan BI kemungkinan akan menimbang dampak dari kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) kepada pasar domestik terlebih dahulu sebelum menentukan kebijakan suku bunga. Sebagai catatan, The Fed akan menggelar FOMC (Federal Open Meeting Committee) pekan depan.
"Kami memperkirakan BI akan mengawasi pergerakan inflasi inti serta reaksi pasar terhadap keputusan FOMC" tutur Wisnu, kepada CNBC Indonesia.
Wisnu menambahkan jika inflasi inti melonjak ke atas 3% atau rupiah terdepresiasi cukup setelah rapat FOMC dalam maka besar kemungkinan BI akan menaikkan suku bunga bulan depan.
"Namun, hingga BI belum memberi tanda-tanda kenaikan," imbuhnya.
Ekonom BCA Lazuardin Thariq dan Barra Kukuh Mamia dalam laporannya BI Policy: A show of confidence mengatakan dipertahankannya suku bunga menunjukkan konsistensi BI dalam menjaga pertumbuhan.
Barra mengatakan ekspor Indonesia memang tampil impresif pada tahun ini karena lonjakan harga komoditas. Namun, perlambatan ekonomi global bisa menggerus nilai ekspor sehingga perlambatan bisa terjadi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor pada Juni 2022 mencapai US$ 26,09 miliar. Nilai ekspor Juni adalah yang tertinggi ketiga setelah April 2022 (US$ 27,32 miliar) serta Maret 2022 (US$ 26,50 miliar).
Secara keseluruhan, ekspor pada Januari-Juni atau semester I tahun ini tercatat US$ 141,07 miliar atau melonjak 37,11% dibandingkan periode yang sama sebelumnya.
"Outlook harga komoditas sudah mulai memburuk. Komoditas memang sudah mendapatkan banyak profit di awal karena kondisi supernormal pada pasar komoditas tetapi beberapa harga komoditas sudah melemah," tutur Barra Kukuh Mamia.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan dipertahankannya suku bunga acuan akan meringankan dunia usaha. Pasalnya, suku bunga pinjaman diharapkan tidak akan naik selama BI-7DRR ditahan.
"Dengan dipertahankan suku bunga BI artinya belum mendorong peningkatan cost of borrowing yang selanjutnya akan mendukung pertumbuhan konsumsi rumah tangga," tutur Josua, kepada CNBC Indonesia.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ramalan 5 Ekonom Soal Nasib Rupiah, Bangkit atau Terpuruk?
