Ramalan 5 Ekonom Soal Nasib Rupiah, Bangkit atau Terpuruk?

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
05 July 2022 10:34
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah cenderung melemah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Tekanan terhadap rupiah semakin kencang karena semakin agresifnya kenaikan tingkat suku bunga bank sentral AS.

Rupiah semakin dekat dengan level psikologis Rp 15.000/US$ setelah kemarin kembali melemah melawan dolar AS. Tak menutup kemungkinan level tersebut akan tembus pada perdagangan Selasa (5/7/2022).

Melansir data Refinitiv, rupiah Senin kemarin melemah 0,2% ke Rp 14.965/US$, dan kini berjarak 0,23% saja dari level psikologis.

Hari ini, Selasa (5/7/2022) begitu perdagangan dibuka rupiah langsung menguat 0,1% ke Rp 14.950/US$. Setelahnya, rupiah berbalik melemah tipis 0,07% ke Rp 14.975/US$. Rupiah bolak balik di kisaran level tersebut hingga pukul 9:05 WIB.

Bagaimana ekonom melihat pergerakan rupiah saat ini? Simak penjelasan 5 ekonom berikut ini.

1. Enrico Tanuwidjaja, Head Economic and Research UOB Indonesia

Enrico memandang masih ada penguatan dolar AS saat ini, karena kebijakan The Fed saat ini baru setengah jalan. Dolar AS masih akan berlanjut menguat hingga 3-4 bulan ke depan.

"Kemungkinan-kemungkinan rupiah melemah karena dolar yang menguat," jelas Enrico saat dihubungi CNBC Indonesia, Senin (4/7/2022).

Bank Indonesia (BI) selaku penjaga moneter, dinilai telah memberikan respon yang sangat baik dalam menjaga volatilitas pergerakan rupiah. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga tekanan dari faktor eksternal.

Sementara harga komoditas yang masih tinggi, namun perlahan mulai menunjukkan pembalikan tren ke level yang lebih rendah dibandingkan 2-3 bulan sebelumnya. Sehingga harus melihat kecenderungan current account surplus yang mungkin bisa terjadi hingga Kuartal III-2022.

Oleh karena itu, dolar AS diperkirakan masih akan menguat dan rupiah masih akan dibayangi pelemahan. Hingga akhir tahun, level rupiah diperkirakan akan menyentuh level Rp 15.100/US$.

"Kita masih melihat mungkin tiga bulan penguatan dolar, pelemahan rupiah masih ada. Setelahnya baru stabil di Kuartal IV-2022, dengan catatan perbedaan imbal hasil masih positif untuk Indonesia," jelas Enrico.

"Salah satunya bisa dicapai dengan menaikan suku bunga acuan BI terhadap The Fed, sehingga perbedaan imbal hasil masih positif. Kalau level, kita prediksi di akhir tahun bertengger Rp 15.100/US$," kata Enrico lagi.

2. David Sumual, Kepala Ekonom PT BCA Tbk

David menilai pelemahan nilai tukar di Indonesia relatif lebih baik dibandingkan pelemahan nilai tukar mata uang di negara lainnya.

Pun jika rupiah menyentuh level Rp 15.000/US$, dia menilai masih lebih baik dibandingkan pelemahan mata uang negara lainnya.

"Saya pikir posisi Rp 15.000/US$ masih relatif lebih baik. Karena negara lain itu pelemahannya lebih dalam, kita melemah 3%, mereka banyak yang di atas 10%. Yen Jepang itu melemah lebih dari 20%. Thailand Baht dan Ringgit juga melemah," jelas David.

Keseimbangan baru rupiah, kata David kemungkinan masih menunggu kebijakan lanjutan dari BI. Level Rp 15.000/US$ juga menurut David masih kondusif untuk menunjang aktivitas ekspor para pelaku usaha.

"Sesuai perkiraan awal, dari awal tahun rupiah akan mengarah Rp 14.800-Rp 15.000 per dolar AS. Inflasi juga kecenderungan naik, dan akan lihat kebijakan moneter berikutnya," jelas David.

David memandang perlu ada kenaikan suku bunga acuan BI ke depannya secara gradual. "Saya melihat bisa sekitar 75 - 100 basis point," ujarnya.

3. Josua Pardede, Ekonom PT Bank Permata

Josua memandang, pelemahan rupiah saat ini disebabkan karena adanya faktor eksternal. Kenaikan suku bunga acuan The Fed membuat perlambatan signifikan ekonomi global.

Dengan adanya pelemahan rupiah saat ini, kata Josua BI akan tetap berada di pasar.

"Kalau melemah, BI akan berada di pasar. Sejauh ini BI akan berada di pasar. Rupiah menjadi salah satu indikator BI dalam melakukan assessment suku bunga," jelas Josua.

Jika ke depan pergerakan rupiah, Josua memandang dalam rapat dewan gubernur (RDG) nantinya, potensi BI untuk menaikan suku bunga acuan tak terelakan.

"Kalau relatif stabil, BI akan cenderung mempertahankan. Tapi balik lagi perhitungannya adalah inflasi inti. Jadi, BI masih 50:50 mempertahankan atau menaikkan suku bunga," ujarnya.

4. Eko Listiyanto, INDEF

Eko optimistis, BI pasti akan berupaya agar rupiah tidak tembus hingga Rp 15.000/US$.

"Jika tembus, maka intervensi pasar akan lebih sering, karena asumsi di APBN 14.350/US$, sehingga tentu perlu berupaya mengarah ke asumsi makro supaya anggaran fiskal juga terjaga dari tekanan nilai tukar," jelasnya.

5. Yusuf Rendy Manilet, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia

Yusuf menilai dinamika volatilitas nilai tukar di pasar keuangan sangat cepat, sehingga sangat memungkinkan rupiah akan menyentuh level Rp 15.000/US$.

"Saya kira itu kemudian yang akan menjadi pertimbangan BI sampai sejauh mana mereka kemudian baru akan melakukan intervensi," jelas Yusuf.

Jika belajar dari pengalaman volatilitas nilai tukar terutama di awal pandemi di Maret 2020 silam, BI ketika itu melakukan intervensi ketika nilai tukar terdepresiasi hampir mencapai Rp 16.000/US$.

Pada saat itu BI melakukan intervensi di pasar valas dan hasil intervensi dari BI bermuara terhadap terapresiasinya nilai tukar setelah itu.

"Jadi saya kira, BI akan menunggu dan terlebih dahulu melihat apakah pelemahan nilai tukar ini akan berlanjut misalnya dalam sepekan ini dan ketika depresiasi terjadi sangat dalam barulah kemudian BI akan melakukan intervensi," jelasnya.

Di saat yang bersamaan, Yusuf menilai amunisi BI untuk melakukan intervensi cukup disebabkan cadangan devisa yang berada pada level yang relatif masih baik, yakni US$ 135,6 miliar.


(cap/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sempat Menguat di Sesi 1, IHSG Hari Ini Ditutup Melemah

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular