
Jelang Pengumuman BI, Rupiah 'Digebuk' Tiga Dolar Sekaligus

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah tertekan pada perdagangan Kamis (21/7/2022) jelang pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia. Rupiah 'digebuk' tiga dolar sekaligus.
Melansir data Refinitiv. melawan dolar Amerika Serikat (AS) rupiah kembali menembus ke atas Rp 15.000/US$, berada di level terlemah sejak Mei 2020.
Rupiah juga berada di level terlemah dalam satu tahun terakhir melawan dolar Singapura, mendekati Rp 10.800/SG$.
BI selepas tengah hari nanti akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG). Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia terbelah sama kuat di antara yang memperkirakan kenaikan dan yang mempertahankan suku bunga acuan.
Dari 14 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut, tujuh memproyeksi BI akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 3,75% pada bulan ini. Sementara tujuh lainnya memperkirakan BI tetap mempertahankan BI 7-DRR sebesar 3,5%.
Jika BI menaikkan suku bunga maka kenaikan tersebut akan menjadi pertama kalinya dalam kurun waktu 3,5 tahun lebih.
Sementara itu, jika BI tetap mempertahankan suku bunga acuan maka BI-7DRR sebesar 3,5% akan bertahan selama 18 bulan terakhir. Level 3,5% adalah suku bunga acuan terendah dalam sejarah Indonesia.
Kenaikan suku bunga bisa memberikan sentimen positif ke rupiah, di sisi lain momentum pertumbuhan ekonomi akan sedikit tertahan. Di sisi lain, jika suku bunga di tahan, maka rupiah akan tertekan, tetapi momentum pertumbuhan ekonomi masih bisa dijaga.
Mata uang Garuda juga melemah melawan dolar Australia yang tidak dalam kondisi bagus. Pada pukul 11:45 WIB diperdagangkan di kisaran Rp 10.370/AU$. Rupiah tercatat melemah 0,5%.
Dolar Australia saat ini masih tertekan akibat isu resesi dunia. Negeri Kanguru menjadi salah satu yang diramal akan mengalaminya akibat inflasi yang tinggi, serta bank sentralnya yang agresif menaikkan suku bunga.
"Banyak bank sentral saat ini mandatnya pada dasarnya berubah menjadi tunggal, yakni menurunkan inflasi. Kredibilitas kebijakan moneter merupakan aset yang sangat berharga yang tidak boleh hilang, sehingga bank sentral akan agresif menaikkan suku bunga," kata Rob Subbraman, kepala ekonom Nomura dalam acara Street Signs Asia CNBC International, Selasa (5/7/2022).
Subbraman memproyeksikan dalam 12 bulan ke depan zona euro, Inggris, Jepang, Australia, Kanada dan Korea Selatan juga akan mengalami resesi.
"Kenaikan suku bunga yang agresif artinya kita melihat kebijakan front loading. Dalam beberapa bulan kami telah melihat risiko resesi, dan sekarang beberapa negara maju benar-benar jatuh ke jurang resesi," tambah Subbraman.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar Australia Tak Mampu Tembus Rp 10.700/AU$, Ada Apa?
