
Dolar AS Lagi Lesu, Eh Rupiah Juga Ikutan..

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah sempat menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan, tapi kemudian berbalik arah menjadi terkoreksi hingga di pertengahan perdagangan Rabu (20/7). Padahal, indeks dolar AS sedang melemah di pasar spot.
Melansir Refinitiv, rupiah di sesi awal perdagangan menguat tipis 0,07% ke Rp 14.965/US$. Sayangnya, rupiah berbalik arah menjadi terkoreksi 0,07% ke Rp 14.985/US$ pada pukul 11:00 WIB.
Indeks dolar AS yang mengukur performa si greenback terhadap 6 mata uang dunia lainnya, pada pukul 11:00 WIB terkoreksi 0,12% ke posisi 106,55. Kian menjauhi rekor tertingginya yang dicapai pada pekan lalu di 109,29.
Terkoreksinya dolar AS di pasar spot terjadi bertepatan dengan berkurangnya ekspektasi pasar terhadap kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dari 100 basis poin (bps) menjadi 75 bps pada pertemuan di 26-27 Juli.
Namun, menurut analis CBA bahwa pelemahan dolar AS tidak akan berlangsung lama mengingat prospek pertumbuhan global yang suram akan tetap menjaga permintaan akan mata uang safe haven tersebut.
Sementara itu, rilis data ekonomi di AS tampaknya ikut membebani sentimen pasar hari ini.
Departemen Perdagangan AS melaporkan aktivitas pembangunan rumah baru di AS turun 2% ke 1.559 juta unit dan menjadi level terendah sembilan bulan pada Juni dan izin untuk proyek konstruksi baru juga tergelincir, mengindikasikan pasar perumahan mendingin karena melonjaknya tingkat hipotek sehingga menurunkan permintaan.
Izin bangun jatuh 8% ke 967.000 unit dan menjadi yang terendah sejak Juni 2020.
Pasar perumahan secara keseluruhan akan menjadi hambatan PDB AS pada tahun ini. Bahkan, analis Jefferies Aneta Markowska dan Thomas Simons mengatakan bahwa PDB AS pada kuartal kedua akan berkurang 1,1 poin persentase.
Melansir Statista, pada 2020, sektor perumahan dan konstruksi berkontribusi terhadap PDB AS sebanyak 4,3%. Penurunan pada aktivitas perumahan dan konstruksi tentunya dapat membebani PDB.
Sementara itu, pelaku pasar dalam negeri masih akan fokus terhadap pertemuan Bank Indonesia (BI) yang dijadwalkan akan digelar pada 20-21 Juli 2022 untuk mendiskusikan keputusan suku bunga acuan.
Tanda-tanda Mata Uang Garuda terkoreksi sudah teridentifikasi di pasar Non-Deliverable Forward (NDF). Rupiah kembali tertekan jika dibandingkan dengan penutupannya pada perdagangan Selasa (19/7). Bahkan, rupiah telah menginjak level Rp 15.000/US$ hampir di seluruh periode perdagangan.
Periode | Kurs Selasa (19/7) pukul 15:17 WIB | Kurs Rabu (20/7) pukul 11:05 WIB |
1 Pekan | Rp14.964,5 | Rp14.971,4 |
1 Bulan | Rp15.010,6 | Rp15.015,3 |
2 Bulan | Rp15.045,9 | Rp15.052,9 |
3 Bulan | Rp15.080,5 | Rp15.088,2 |
6 Bulan | Rp15.161,6 | Rp15.173,7 |
9 Bulan | Rp15.238,3 | Rp15.225,2 |
1 Tahun | Rp15.332,8 | Rp15.340,8 |
2 Tahun | Rp15.637,0 | Rp15.747,2 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasarĀ spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasarĀ spot.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tutup Kuartal I-2023, Rupiah Siap Jebol Rp 15.000/US$!