
Pelan-pelan, Bursa Asia Mulai Berakhir di Zona Hijau

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik ditutup bervariasi pada perdagangan Selasa (19/7/2022), karena investor mencerna risalah rapat bank sentral Australia pada hari ini.
Indeks Nikkei Jepang ditutup menguat 0,65% ke posisi 26.961,68, Shanghai Composite China naik tipis 0,04% ke 3.279,43, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir melesat 1,15% ke 6.736,092.
Sementara untuk indeks Hang Seng Hong Kong merosot 0,89% ke 20.661,06, Straits Times Singapura melemah 0,13% ke 3.117,79, ASX 200 Australia terkoreksi 0,56% ke 6.649,6, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,18% ke posisi 2.370,97.
Dari Australia, bank sentral (Reserve Bank of Australia/RBA) merilis notula rapat kebijakan moneternya edisi Juli 2022, di mana seluruh anggota dewan gubernur RBA sepakat untuk mengambil langkah yang diperlukan guna meredam inflasi.
RBA di bawah pimpinan Philip Lowe dalam pengumuman kebijakan moneter awal bulan ini menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin (bp) menjadi 1,35%.
Dengan demikian, RBA sudah menaikkan suku bunga 3 bulan beruntun dan berada di titik tertinggi sejak Mei 2019, atau sebelum pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19).
Dengan demikian, RBA sudah 3 bulan beruntun menaikkan suku bunga, bahkan dua kenaikan sebelumnya lebih tinggi dari prediksi.
Pada Juni, Reuters memprediksi RBA akan menaikkan 25 bp, ternyata sebesar 50 bp. Begitu juga di Mei, prediksi 15 bp, RBA ternyata menaikkan 25 bp.
Notula yang dirilis hari ini menunjukkan para anggota setuju untuk mengambil langkah lebih lanjut untuk menormalisasi kondisi moneter.
Artinya suku bunga akan kembali dinaikkan. Meski demikian, dolar Australia masih belum mampu naik tajam, sebab pelaku pasar was-was Negeri Kanguru akan mengalami resesi akibat kenaikan suku bunga yang agresif.
"Banyak bank sentral saat ini mandatnya pada dasarnya berubah menjadi tunggal, yakni menurunkan inflasi. Kredibilitas kebijakan moneter merupakan aset yang sangat berharga yang tidak boleh hilang, sehingga bank sentral akan agresif menaikkan suku bunga," kata Rob Subbraman, kepala ekonom Nomura dalam acara Street Signs Asia CNBC International, Selasa (5/7/2022).
Subbraman memproyeksikan dalam 12 bulan ke depan Zona Euro, Inggris, Jepang, Australia, Kanada dan Korea Selatan juga akan mengalami resesi.
Di lain sisi, pelaku pasar Asia-Pasifik yang cenderung beragam pada hari ini dapat diartikan bahwa pelaku pasar punya sikap yang berbeda merespons kondisi global saat ini, ada yang optimis, ada yang masih pesimis.
Pelaku pasar ada yang percaya bahwa bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) bakal melunak dan kembali menaikan suku bunga 75 bp, tetapi ada yang masih percaya bahwa The Fed masih akan agresif menaikan suku bunga hingga 100 bp.
Wall Street Journal (WSJ) melaporkan The Fed berada di jalur untuk menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin (bp) pada pertemuannya di akhir bulan ini, daripada kenaikan 100 bp seperti yang diperkirakan beberapa analis.
Kepala ekonom Goldman Sachs, Jan Hatzius juga mengatakan dalam catatan semalam bahwa dia memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga 0,75 bp.
Namun, kekhawatiran resesi masih membayangi dalam beberapa pekan terakhir karena Wall Street mempertimbangkan inflasi yang tinggi selama beberapa dekade, suku bunga yang meningkat tajam dan sinyal kurva imbal hasil terbalik.
"Pasar kemungkinan akan tetap bergejolak dalam beberapa bulan mendatang dan perdagangan berdasarkan harapan dan ketakutan tentang pertumbuhan ekonomi dan inflasi," Mark Haefele, kepala investasi di UBS Global Wealth Management.
"Peningkatan sentimen pasar yang lebih tahan lama tidak mungkin sampai ada penurunan yang konsisten baik dalam headline dan pembacaan inflasi inti untuk meyakinkan investor bahwa ancaman kenaikan harga yang mengakar sudah lewat," tambahnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam
