Pertama Sejak 2010, China Pegang Obligasi AS di Bawah US$ 1 T

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
Selasa, 19/07/2022 14:14 WIB
Foto: US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)

Jakarta, CNBC Indonesia - China hingga kini terus mengurangi kepemilikannya di obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS), di mana kepemilikannya sudah berada di bawah US$ 1 triliun.

China merupakan salah satu negara yang memiliki obligasi pemerintah AS (Treasury) paling besar, di mana China menjadi terbesar kedua di dunia setelah Jepang.

Aksi China melepas Treasury sudah dimulai dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak AS mengobarkan perang dagang saat dipimpin Presiden ke-45 Donald Trump. Sejak saat itu, kepemilikan Treasury China terus mengalami penurunan.


Melanjutkan tren yang dimulai pada awal 2021, portofolio kepemilikan Treasury AS oleh China per Mei lalu turun menjadi US$ 980,8 miliar, menurut data Departemen Keuangan AS yang dirilis Senin kemarin waktu setempat.

Angka itu turun sekitar US$ 23 miliar dari bulan sebelumnya, dan hampir US$ 100 miliar atau 9% dibandingkan Mei 2021. Atau dalam 1 tahun, China sudah "membuang" Treasury sekitar Rp 1.500 triliun (kurs Rp 15.000/US$).

Hal ini menjadikan pertama kalinya sejak Mei 2010, di mana kepemilikan China di Treasury AS turun di bawah angka US$ 1 triliun.

Hingga saat ini, Jepang menjadi yang terbesar sebagai pemegang Treasury AS, di mana per Mei lalu, Jepang memiliki sebesar US$ 1,21 triliun.

China semakin agresif melepas kepemilikan Treasury AS di tahun ini setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) menaikkan suku bunga dengan sangat agresif guna meredam kenaikan inflasi.

Pada semester I-2022, suku bunga dinaikkan sebanyak 3 kali dengan total 150 basis poin (bp) menjadi 1,5% - 1,75%.

Ketua The Fed, Jerome Powell bahkan terang-terangan mengatakan akan menaikkan lagi sebesar 50 - 75 basis poin di bulan ini.

Bahkan, dengan inflasi yang meroket ke 9,1% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Juni lalu, pasar melihat The Fed berpeluang menaikkan suku bunga sebesar 100 basis poin (bp).

Kenaikan suku bunga yang agresif, imbal hasil (yield) Treasury jadi ikut menanjak. Pada pertengahan Juni lalu, yield Treasury tenor 10 tahun bahkan sempat menyentuh 3,5%, tertinggi sejak April 2011.

Ketika yield Treasury menanjak, artinya harga obligasi mengalami penurunan. Hal ini membuat pemegang Treasury mengalami capital loss, membuat China semakin agresif "membuang" Treasury.

Penurunan kepemilikan Treasury AS di China juga telah dikaitkan dengan upaya Beijing untuk mendiversifikasi portofolio utang luar negerinya.


(chd/hps)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pasar Tertekan, Posisi RI dalam Gejolak Global Jadi Perhatian