Wow! Sejak Era Trump, China "Buang' Rp 3.000 T Obligasi AS
Jakarta, CNBC Indonesia - China semakin agresif "membuang" obligasi Amerika Serikat (Treasury) di tahun ini. Data dari Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) menunjukkan pada Mei China melepas Treasury senilai US$ 23 miliar atau sekitar Rp 345 miliar (kurs RP 15.000/US$).
Untuk pertama kalinya dalam 12 tahun terakhir, kepemilikan Treasury China berada di bawah US$ 1 triliun, tepatnya sebesar mencapai US$ 980 miliar.
Jika dibandingkan dengan Mei 2021, nilai Treasury tersebut menyusut US$ 100 miliar atau sekitar 9%.
Langkah China mengurangi kepemilikan Treasury dimulai sejak era Presiden AS ke-45 Donald Trump.
Trump dilantik menjadi Potus pada Januari 2017. Pada tahun pertamanya menjabat, China sebenarnya masih memborong Treasury. Di akhir 2017, tercatat China memiliki Treasury sebesar US$ 1,18 triliun, naik US$ 126,5 miliar dari akhir 2018.
China pun menjadi negara pemegang Treasury paling besar di dunia.
Namun, hubungan kedua negara memburuk. Trump, tidak puas kala berdagangan dengan China. Negeri Paman Sam selalu mencatat defisit yang jumbo.
Akhirnya,Trump mengobarkan perang dagang dengan menaikkan bea masuk importasi produk China mulai pertengahan 2018, dan dibalas oleh China.
Panasnya hubungan kedua negara membuat China mulai mengurangi kepemilikan Treasury. Bukan tanpa alasan, jika China melepas Treasury dengan agresif maka perekonomian AS akan mendapat masalah besar.
Ketika Treasury yang dimiliki "dibuang" dalam jumlah yang besar, maka kurs dolar AS bisa jeblok, harga Treasury akan merosot dan imbal hasilnya (yield) melesat naik, suku bunga juga akan terkerek naik, pada akhirnya ekonomi AS akan merosot.
Meski demikian, langkah China melepas Treasury terbilang smooth sehingga tidak menimbulkan gejolak di pasar finansial.
Kepemilikannya saat ini sebesar US$ 980 miliar, dibandingkan akhir 2017 US$ 1,18 triliun, artinya berkurang US$ 200 miliar atau Rp 3.000 triliun dalam waktu 5,5 tahun.
Posisi China sebagai pemegang Treasury terbesar di dunia akhirnya turun, sejak Juni 2019 Jepang menjadi nomer 1. Kepemilikan Treasury Jepang saat ini mencapai US$ 1,2 triliun.
Jika dulu hubungan yang panas membuat China melepas Treasury, di tahun ini tingginya yield menjadi penyebabnya.
Pada pertengahan Juni lalu, yield Treasury tenor 10 tahun bahkan sempat menyentuh 3,5% tertinggi sejak April 2011.
Kenaikan tersebut dipicu langkah bank sentral AS (The Fed) yang mengerek suku bunga dengan sangat agresif guna meredam kenaikan inflasi.
Pada semester I-2022, suku bunga dinaikkan sebanyak 3 kali dengan total 150 basis poin menjadi 1,5% - 1,75%.
Ketua The Fed, Jerome Powell bahkan terang-terangan mengatakan akan menaikkan lagi sebesar 50 - 75 basis poin di bulan ini.
Bahkan, dengan inflasi yang meroket ke 9,1% (yoy) pada bulan Juni lalu, pasar melihat The Fed berpeluang menaikkan suku bunga sebesar 100 basis poin.
Kenaikan suku bunga yang agresif, yield Treasury jadi ikut menanjak.
Ketika yield Treasury menanjak, artinya harga obligasi mengalami penurunan. Hal ini membuat pemegang Treasury mengalami capital loss. Hal ini membuat China semakin agresif "membuang" Treasury.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)